HTML SUBLIME TEXT
belajar html dasar di https://www.malasngoding.com/belajar-html-memilih-text-editor/
belajar memberi dan menerima (memberi maaf dan menerima maaf) di saat dirasa salah dan dirasa benar
oleh : Muh. Hasyim
Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan (wikipedia). Dalam kajian ilmiah bahasa disebut ilmu linguistik.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu di antara bahasa dunia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional bangsa Indonesia. Dalam dunia pendidikan Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar di semua lini pendidikan di Indonesia.
Untuk itu sebagai anak bangsa, yang berprofesi sebagai guru merasa prihatin dengan perlakuan pemiliknya sendiri yang sering melecehkannya. Karena penulis merupakan guru bahasa Indonesia dan ingin memperbaiki wibawa bahasa Indonesia, maka saya mengajak kita untuk mempelajari kelas kata dalam bahasa Indonesia dalam video berikut ini.
Opini bisa diartikan sebagai ide, gagasan, pendapat atau buah pemikiran yang terbersit atas respon terhadap suatu kejadian atau hal-hal tertentu. Sementara, teks opini bisa diartikan sebagai suatu teks yang berisi tentang gagasan tertentu mengenai sesuatu yang dianggap masih menyisakan persoalan.Teks opini ini biasanya muncul pada surat kabar atau majalah dan isi dari teks opini tersebut umumnya berupa pendapat seseorang (misalnya kiriman dari pembaca) atau dari pihak redaktur media berita itu sendiri.
Pendapat atau gagasan yang ada dalam teks opini pada umumnya membahas permasalahan atau fakta yang sedang hangat diperbincangkan. Meski umumnya teks opini muncul di media masa, namun teks opini tidak selalu harus demikian. Segala bentuk teks yang berisi tentang fakta dan gagasan atas fakta tersebut bisa dikategorikan sebagai opini. Umumnya, bentuk dari teks opini ini adalah esai.
Sebenarnya teks editorial ini tidak memiliki struktur yang pasti karena pada faktanya teks editorial yang bisa dibaca di media masa tidak bisa dikategorikan dalam satu jenis struktur tunggal. Akan tetapi, di sekolah biasanya diajarkan mengenai struktur dasar dari teks editorial yang tersusun menjadi 3 bagian, yakni:
Pernyataan pendapat berisi pendapat umum yang diperoleh dari fakta/fenomena yang sedang hangat dipebincangkan.
Pada bagian ini lebih kental dengan ulasan, analisis dan gagasan pribadi penulis dengan sudut pandang tertentu sehingga terasa lebih tajam jika dibandingkan dengan pendapat umum yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya.
Pada bagian ini memungkinkan penulis untuk memasukkan pendapat/kutipan dari penulis lain dengan topik terkait sebagai gagasan pendukung opini penulis.
Bagian ini lebih tepat dikatakan sebagai penutup. Umumnya disertai dengan pernyataan ulang pendapat penting yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya. Dengan demikian, pernyataan pendapat tersebut terkesan lebih utama, penting, dan dapat diserap dengan mudah oleh pembaca.
Meski demikian, banyak sekali teks editorial yang strukturnya tidak runut seperti yang disebutkan di atas, adakalanya argumentasi ditulis di awal teks yang disusul dengan pernyataan pendapat, pernyataan ulang pendapat dan penutup, atau bahkan teks editorial diawali dengan sebuah abstraksi yang memaparkan terlebih dahulu fakta-fakta yang digunakan.
Terdapat 7 ciri-ciri teks editorial, yaitu:
Terdapat 5 kaidah kebahasaan teks editorial, yaitu:
Secara umum terdapat 5 fungsi teks editorial, yaitu:
Jika kamu suka menulis, tentu membuat teks editorial tidaklah sulit karena pada dasarnya teks editorial ini hanyalah tulisan. Bedanya dengan teks lain barangkali adalah isi dalam tulisan tersebut dan cara menuliskannya.Ciri utama dari teks editorial adalah gagasan/opini probadi penulis. Tentu dalam membuat teks editorial, hal pertama yang dibutuhkan adalah opini.
Lantas darimana datangnya opini? Pastinya opini tidak bisa langsung mucul tanpa sebab.
Opini hadir sebagai respon terhadap suatu fenomena faktual (fakta) tertentu (sosial, pendidikan, politik, kesehatan, budaya, seni, sains, lingkungan, dan sebagainya).
Maka, alangkah lebih baik jika dalam membuat teks editorial, pertama-tama yang harus kita lakukan adalah memetakan/menentukan fenomena faktual yang menjadi pemicu lahirnya opini kita.
Oke, berikut ini merupakan langkah-langkah sederhana bagaimana cara membuat teks editorial:
Berikut ini merupakan dua jenis teks editorial yang berbeda.
Sebelum kita membandingkan kedua teks opini editorial dan kita lihat persamaan dan perbedaannya, ada baiknya kita lihat terlebih dahulu dua petilan teks editorial berikut ini:
Pernyataan Pendapat
Tiap tahun jumlah kendaraan bermotor di pulau Jawa selalu bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan jumlah permintaan atas kendaraan bermotor baik yang roda dua ataupun empat.
Hal tersebut tentunya membuat kondisi di jalan raya selalu ramai dan macet setiap harinya.
Argumentasi
Setiap beberapa tahun sekali jalan raya tak hanya diperbaharui aspalnya, namun juga diperlebar mengingat jumlah kendaraan yang lewat semakin ramai.
Tak hanya itu, jalan raya yang dulunya bisa dua arah kini banyak yang dibuat searah mengingat kemacetan yang terjadi sudah sulit diatasi.
Perkara jumlah kendaraan yang bertambah setiap tahunnya tak hanya berdampak pada kemacetan semata, namun juga berdampak pada peningkatan jumlah kecelakaan yang terjadi di jalan raya.
Secara psikologis, kemacetan selalu membuat para pengendara habis kesabaran dan cenderung ingin saling mendahului.
Di lampu merah terutama, sering terlihat banyak sepeda motor yang berhenti melebihi batas yang disediakan. Tak jarang sebelum lampu berubah menjadi hijau, beberapa kendaraan telah melaju duluan. Hal tersebut tentu sangat berbahaya dan tak jarang kecelakaanpun terjadi.
Menurut data yang dihimpun oleh POLRI, setiap tahun angka kecelakaan selalu meningkat.
Pada tahun 2015, korban meninggal dunia akibat kecelakaan berjumlah 22.158 jiwa dan tahun 2016 angkat tersebut naik sekitar tiga persen, yakni 23.683 jiwa.
Sementara itu, jumlah total kecelakaan yang terjadi pada tahun 2015 adalah 87.878 kali dan pada tahun 2016 sejumlah 96.635 kali.
Tentu angka tersebut menimbulkan kerugian yang tak terkira jumlahnya.
Lantas apa solusi untuk mengurangi resiko kecelakaan ini?
Sementara pemerintah telah meningkatkan jumlah dan mutu pelayanan transportasi umum seperti bus, kereta, dan pesawat.
Namun demikian, alat transportasi darat seperti bus dan angkot masih belum menjadi pilihan masyarakat untuk bepergian karena memang tidak sepraktis dan seekonomis kendaraan pribadi seperti motor.
Hal ini masih menjadi PR bagi pemerintah untuk mengupayakan keselamatan masyarakat dalam melakukan mobilitas.
Sebenarnya masyarakat tak hanya pasif dalam hal ini, sejumlah solusi dan pendapatpun telah disuarakan sebagai kritik, misalnya pemerintah selalu menambah kuota jumlah kendaraan yang bisa dipasarkan di Indonesia dan tidak segera memperbaharui dan mempercanggih alat transportasi umum.
Bahkan sekarang, untuk mendapatkan kendaraan bermotor sangat mudah dengan cara kredit yang bahkan tanpa uang muka.
Hal ini sebenarnya mengerikan karena mindset masyarakat tak akan pernah berubah dan memilih kendaraan umum sebagai sarana transportasi utama. Kalaupun pemerintah berusaha meredam pemakaian kendaraan bermotor dengan cara menaikan harga bahan bakar dan menaikkan tarif pajak, hal tersebut tak akan berdampak banyak.
Semestinya pemerintah membuat kebijakan baru, yakni mempersulit atau mengurangi angka pembelian kendaraan bermotor yang diimbangi dengan penambahan jumlah, mutu, dan jalur bagi kendaraan umum sehingga situasinya bisa seperti zaman dahulu, yakni warga lebih memilih kendaraan umum untuk bepergian.
Pernyataan Ulang Pendapat
Kemacetan yang terjadi di jalan raya akibat banyaknya jumlah kendaraan yang melintas tak hanya berdampak sepele.
Ancaman di jalan raya bukanlah mitos bahwa resiko keselamatan mengendarai kendaraan pribadi untuk bepergian hanyalah 50% saja.
Berhati-hati kadangkala bukanlah jaminan, pasalnya di jalan raya para pengendara berhadapan dengan pengendara lainnya yang kadangkala ceroboh dalam berkendara.
Pernyataan Pendapat
Lebaran di Indonesia selalu diwarnai dengan kemacetan di berbagai wilayah khususnya pulau Jawa dan Sumatra.
Meski pemerintah telah menyediakan berbagai jenis alat transportasi tambahan, akan tetapi banyak pemudik yang memilih menggunakan kendaraan pribadi karena dengan begitu mereka bisa bersilaturahmi ke kerabatnya dengan mudah tanpa harus memikirkan kendaraan lagi.
Namun, resiko macet yang dihadapi juga tidak bisa disepelekan. Tak hanya itu, kecelakaan di jalan juga menjadi resiko yang mengerikan.
Argumentasi
Lebaran semestinya menjadi momen yang membahagiakan karena umat muslim tak hanya dapat berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarganya, namun juga sebagai media untuk mempererat tali kasih sayang dan persaudaraan.
Sayangnya lebaran juga seringkali diliputi dengan suasana duka dengan kasus meninggal karena kecelakaan di jalan.
Angka kematian karena kecelakaan pada tahun 2017 bisa dibilang menurun berdasarkan data yang dihimpu oleh Polri dari angka 1.261 jiwa (tahun 2016) menjadi 743 jiwa (tahun 2017).
Bisa dibilang ini menjadi salah satu prestasi dari upaya pemerintah dan Polri untuk menekan angka kematian akibat kecelakaan sata mudik.
Tetapi jika disikapi kembali, apakah setiap tahun harus selalu ada korban?
Bagaimanapun juga angka 743 jiwa yang meninggal bukanlah hal yang sepele.
Lantas apa upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk semakin meminimalisir angka kematian akibat kecelakaan di jalan raya?
Jika ditinjau kembali, banyak masyarakat yang memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk mudik. Tentu selain karena mereka ingin bisa bepergian ke rumah kerabatnya tanpa harus bingung dengan kendaraan, sarana transportasi yang disediakan oleh pemerintah tetap tidak memadai.
Kita bisa melihat penumpang yang berjubel di setiap kendaraan umum dan tentunya bepergian dengan kondisi semacam itu sangatlah tidak nyaman dan sama-sama beresiko. Apa boleh buat, masyarakat tak punya pilihan lain.
BAHASA SEBAGAI MEDIA
KOMUNIKASI MANUSIA
Diedit oleh Muh Hasyim
Pengantar
Manusia
memiliki kodrat sebagai makhluk sosial, sehingga komunikasi dengan sesama
manusia pasti tidak terhindarkan setiap harinya. Salah satu media komunikasi
antar perorangan adalah bahasa. Dengan bahasa, manusia mampu menyampaikan
pesan, gagasan, kehendak, informasi ke manusia lainnya. Bahasa memiliki
berbagai satuan yang menyusunnya. Satuan bahasa terkecil dalam bahasa yang
memiliki makna secara utuh adalah kalimat, namun beberapa sumber juga
menyebutkan jika bagian terkecil dari bahasa adalah kata atau fasa (kumpulan
kata) karena kata dan frasa juga memiliki makna meski tidak utuh. Artikel kali
ini akan dibahas mulai dari pengertian kalimat, seluk-beluk kalimat, jenis-jenis kalimat dan contohnya.
Pengertian Kalimat
Seperti
yang telah disinggung sebelumnya, kalimat merupakan satuan terkecil bahasa yang
mengungkapkan pikiran secara utuh secara kebahasaan, definisi tersebut diambil
dari Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Untuk memaknainya secara tepat, ketika
mengucapkan suatu kalimat digunakan suara yang naik-turun, lemah-lembut, disela
dengan jeda, serta intonasi di akhir kalimat. Sedang untuk memaknai kalimat
tertulis, digunakan tanda baca yang mewakili
cara pengucapan atau intonasi.
Para
ahli juga mengemukakan pendapatnya tentang definisi dari kalimat, salah satunya
Kridalaksana. Kridalaksana mengungkapkan jika kalimat merupakan satuan bahasa
yang secara relatif berdiri sendiri, mempunya pola intonasi final, serta secara
aktual dan potensial terdiri dari klausa. Selanjutnya, hal senada juga
dikemukakan oleh Kokt Cook, Cook
mendefinisikan sebagai suatu satuan bahasa yang secara relatif dapat
berdiri sendiri-sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri dari
klausa. Sumber lain menyebutkan jika kalimat merupakan gabungan dari dua kata
atau lebih yang menghasilkan sebuah pengertian dan pola intonasi akhir.
Unsur-Unsur
Kalimat
Kalimat
memiliki unsur-unsur yang membangunnya, secara luas kita mengenal konstituen
dasar pembentuk kalimat yang meliputi kata; frasa; dan klausa. Kata merupakan
satuan terkecil dalam kalimat secara gramatikal. Kata dapat berdiri sendiri,
maupun bergabung dengan kata-kata lain membangun struktur kalimat. Kridalakana
mengungkapkan jika kata terjadi dari morfem tunggal, seperti makan, jalan,
Tuhan, pergi, kembali, buah, dan lain sebagainya.
Pembentuk
kalimat lain adalah frasa. Frasa sering didefinisikan sebagai kumpulan dua kata
atau lebih yang tidak berciri klausa, atau tidak memiliki ciri predikat di
dalamnya, biasa juga disebut non predikatif. Seperti halnya dengan kata, frasa
juga dapat berdiri sendiri dengan kondisi sebagai jawaban dari sebuah
pertanyaan.
Konstituen
dasar pembentuk kalimat yang selanjutnya adalah klausa. Menurut Cook, klausa
merupakan kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat. Selain itu, Pola
mendefinisikan klausa sebagai satuan gramatikal yang disusun oleh kata atau
frasa yang sedikitnya minimal satu predikat. Pengertian lain menjelaskan jika
kalimat merupakan kumpulan kata yang memiliki sekurang-kurangnya memiliki
satu subjek dan predikat.
Contoh
pembentukan kalimat :
Ayam
(kata)
Ayam
goreng
(frasa)
Saya
makan
(klausa)
Saya
makan ayam goreng (kalimat)
Sebelumnya
beberapa kali disebutkan istilah ‘subyek’ dan ‘predikat’. Subyek dan predikat
merupakan beberapa unsur dari suatu kalimat, bila menilik lebih dalam unsur-unsur
lain penyusun kalimat yang lain adalah objek dan keterangan. Agar lebih
memahami apa sajakah unsur-unsur yang terdapat dalam suatu kalimat, berikut
penjelasannya,
Subyek
merupakan bagian yang menunjukkan pelaku atau masalah dari suatu kalimat. Subyek
pada umumnya berupa kata benda maupun frasa yang merujuk pada benda. Selain itu
subyek dapat merupakan kata atau nama yang merujuk pada seseorang maupun
kelompok, misal ‘aku’, ‘dia’, ‘mereka’, ‘Diana’, dan lain-lain. Selain itu,
subjek akan menjawab pertanyaan tentang : ‘apa’ dan ‘siapa’.
Contoh
:
Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat tahun
ini.
(menjawab,
“Siapa presiden terpilih Amerika Serikat tahun ini?”)
Sebuah bus AKDP menabrak dua motor di depannya.
(menjawab.
“Apa yan menabrak dua motor tadi”)
Saipah yang
melakukan aksi pencurian tadi pagi, tidak lain mantan satpam di rumah itu
sendiri.
(menjawab,
“Siapa yang melakukan aksi pencurian tadi pagi?”)
Predikat merupakaan bagian dasri suatu kalimat yang
menyatakan suatu tindakan atau keadaan dari subjek yang
dapat berupa kata maupun frasa. Predikat digunakan untuk menjawab pertanyaan:
mengapa dan bagaimana.
Contoh :
Ayah
sakit
(menjawab,
“Ayah mengapa tidak masuk kerja?” atau “Bagaimana keadaan ayahmu?”)
Diana tidak
keluar kamar seharian
(menjawab, “Bagaimana
keadaannya setelah mendengar kabar itu?”)
Dalam kalimat, objek merupakan bagian yang
melengkapi predikat, biasanya berupa nomina, frasa, maupun klausa. Suatu
objek dapat berubah kedudukannya menjadi suatu subjek, jika kalimat tersebut
dirubah dari kalimat aktif menjadi kalimat pasif.
Contoh :
Franky menendang bola
(Franky
: subjek; bola : objek)
Bola ditendang Franky
(Franky
: objek; bola : subjek. “Bola” berdiri sebagai subjek karena jika kata
“Franky” dihilangkan, maka “Bola ditendang” masih dapat berdiri sebagai kalimat
dan memenuhi syarat adanya subjek dan predikat)
Keterangan merupakan bagian kalimat yang
menemberikan penjelasan lebih tentang subjek dan predikat dalam suatu kalimat,
dalam menambahkan unsur keterangan maka akan disertai konjungsi atau kata hubung.
Keterangan dapat berupa keterangan alat, waktu, tujuan, cara, penyertan,
penyebab, saling, dan sebagainya.
Contoh :
Ani
pergi ke pasar dengan sepeda.
(Sepeda
: keterangan alat; dengan : konjungsi)
Ria
meninggalkan tasnya di mushola.
(Mushola
: keterangan tempat; di : konjungsi)
Pelengkap memberi penjelasan lebih jauh dari makna
suatu kalimat. Berbeda dengan keterangan, unsur pelengkap tidak memerlukan kata
hubung sebelumnya.
Julia
memberikan Anna kado Boneka
(kado
boneka : pelangkap)
Semua
peraturan di Indonesia berdasarkan UUD 1945
(UUD
1995 : pelengkap)
Pengklasifikasian Kalimat
Kalimat memiliki beberapa jenis yang membedakannya
satu sama lain. Pembagian jenis–jenis kalimat didasarkan pada 1) pengucapan; 2)
jumlah frasa atau struktur gramatikal; 3) isi atau fungsi; 4) unsur kalimat; 5)
pola subjek – predikat; 6) gaya penyajian; dan 7) subjeknya. Untuk memperjelas,
berikut ini ulasannya.
1. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan
Pengucapannya
Berdasarkan pengucapannya, kalimat dibedakan
menjadi dua jenis, yakni kalimat
langsung dan kalimat tidak langsung.
1.1. Kalimat Langsung
Kalimat langsung merupakan kalimat hasil kutipan
dari ucapan seseorang tanpa melalui perantara dan tanpa merubah sedikitpun apa
yang ia utarakan. Kalimat ini ditandai dengan penggunaan tanda petik untuk
membedakan kalimat kutipan dengan kalimat penjelas.
Contoh :
“Riana
akan pulang nanti sore,” Desti memberi kabar
Andriana
berkata, “Aku mungkin tidak akan pulang malam ini. Besok aku beri kabar lagi.”
“Andai
waktu itu ibumu ini tidak lari, Nak,” Ibu mulai bercerita, “tidak mungkin kamu
bisa sampai sebesar ini. Karena kalo ibu tidak lari, kita pasti ikut hangus
bersama desa kita.”
1.2. Kalimat Tidak Langsung
Kalimat tidak langsung merupakan kalimat yang
menceritakan kembali isi atau pokok ucapan yang pernah disampaikan seseorang
tanpa perlu mengutip keseluruhan kalimatnya.
Contoh :
Aku
pernah mendengar Aisya bercerita bahwa sebenarnya ia tidak terlalu senang
dengan kabar perjodohan yang diatur oleh orang tuanya.
Tadi
Bu Neti berpesan jika hari beliau tidak dapat masuk kelas karena suatu urusan.
Namun, beliau memberikan tugas untuk mengerjakan LKS halaman 75.
Burhani
mengancam tidak masuk sekolah bila ia masih merasa mendapat bully-an dari
teman sekelasnya.
2. Pembagian Jenis Jenis Kalimat Berdasarkan Jumlah
Frasanya (Struktur Gramatical)
Dilihat dari jumlah frasanya, kalimat dapat
dibedakan menjadi kalimat tunggal (terdiri dari kalimat nominal dan kalimat
verbal) serta kalimat majemuk (terdiri dari kalimat majemuk setara, majemuk
bertingkat, dan majemuk campuran).
2.1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal merupakan kalimat yang hanya
terdiri dari satu klausa, yang terbentuk dari satu pola. Berikut ini pola –
pola dalam kalimat tunggal beserta contohnya
No |
Pola Kalimat |
Kategori Kata |
Contoh |
1 |
Subjek (S) + Predikat (P) |
Kata Benda (KB) + Kata Kerja (KK) |
Pendemo berorasi. |
Kata Benda + Kata Sifat (KS) |
Pemilik villa itu menakutkan. |
||
Kata Benda + Kata Bilangan (KBil) |
Harga sofa itu dua juta rupiah |
||
2 |
S + P + Keterangan (K) |
KB + KK +(Konjungsi + Kata Benda) |
Ayu menari dengan gemulai. |
3 |
S + P + Pelengkap (Pel) |
KB1 + KK + KB2 |
Mukanya bersemu merah. |
4 |
S + P + O |
KB1 + KK + KB2 |
Ayah membeli roti. |
5 |
S + P + O + K |
KB1 + KK + KB2 +(Konjungsi + KB3) |
Rasya menikahi gadis itu di Bali. |
6 |
S + P + O + Pel |
KB1 + KK + KB2 + KB3 |
Ayah membelikan aku sebuah bunga. |
Kalimat tunggal berdasarkan jenis predikat yang
digunakan, dibagi menjadi dua yakni kalimat nomina
dan kalimat verbal.
Kalimat nomina merupakan jenis kalimat yang
menggunakan kata benda (kata bilangan atau kata sifat) sebagi predikat
Contoh :
Tentara
itu tewas di medan perang.
Adik
saya ada dua orang
Kalimat verbal merupakan jenis kalimat yang
menggunakan kata kerja sebagai predikat.
Contoh :
Andi mengayuh sepedanya
pelan.
Siska makan di
kamarnya.
2.2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk merupakan kalimat yang terdiri dari
dua atau lebih kalimat tunggal yang saling berhubungan. Berdasarkan kedudukan
satu kalimat tunggal dengan yang lain, kalimat majemuk dibedakan menjadi
kalimat majemuk setara (baca : contoh kalimat
majemuk setara), bertingkat (baca : contoh kalimat
majemuk bertingkat), dan campuran (baca : contoh kalimat
majemuk campuran).
Kalimat majemuk setara merupakan kalimat yang
terdiri dari dua kalimat tunggal, di mana kedudukan masing masing kalimat
tersebut setara. Kalimat majemuk setara dibagi lagi menjadi beberapa jenis,
seperti berikut
1. Kalimat majemuk setara penggabungan, biasanya
ditandai dengan penggunaan kata hubung (konjungsi) “dan” atau “serta”.
Contoh :
Saya bertanggung jawab atas kedatangan peserta
hingga ke penginapan dan Andi akan mengambil tanggung
jawab tentang segala keperluan peserta sesampainya di sana.
2. Kalimat majemuk setara pertentangan, biasanya
ditandai dengan kata hubung (konjungsi) “tetapi”, “sedangkan”, “melainkan”,
“namun”, dan sebagainya.
Contoh :
Kelas kami akan mengadakan study tour ke
Palembang, namun dia memilih untuk tidak ikut.
3. Kalimat majemuk setara pemilihan, biasanya
ditandai dengan kata hubung “atau”.
Contoh :
Riana masih bingung menentukan antara ikut menemani
ibunya kuliah di Jerman atau tetap tinggal di sini bersama ayahnya.
4. Kalimat majemuk setara penguatan, biasanya
ditandain dengan kata hubung “bahkan”.
Contoh :
Dia memang pemuda yang cerdas, bahkan di usianya
yang ke-17 ia sudah mendapatkan gelar sarjana pertamanya.
Kalimat majemuk bertingkat merupakan kalimat yang
menggabungkan dua kalimat tunggal atau lebih di mana satu sama lain memiliki
kedudukan yang berbeda, yakni sebagai induk kalimat dan anak kalimat. Kalimat
majemuk bertingkat dapat dibagi menjadi 10 jenis berdasarkan penggunaan kata
hubung atau konjungsinya, yakni,
1. Waktu : “ketika”, “sejak”, “saat ini”, dsb.
Contoh :
Anak itu sudah lama hidup sendiri semenjak orang
tuanya meninggal ketika dia masih bayi.
2. Sebab: “karena”, “oleh karena itu”, “sebab”,
“oleh sebab itu”, dsb.
Contoh :
Tia memuntus pergi dari rumah karena ia
tidak kuat lagi melihat kelakuan ayahnya.
3. Akibat: “hingga”, “sehingga”, “maka”, dsb.
Contoh :
Kebakaran hutan itu meluas hingga asap
kabut yang ditimbulkan berdampak hingga Singapura dan Malaysia.
4. Syarat: “ jika”, “asalkan”, “apabila”, dsb.
Contoh :
Ani bersedia menerima lamaran Ali, apabila kedua
orang tuanya merestui hubungan mereka.
5. Perlawanan: “meskipun”, “walaupun”, dsb.
Contoh :
Meskipun diiming –
imingi uang ganti rugi yang besar, warga Kampung Barang tetap menolak
dipindahkan.
6. Pengandaian: “andaikata”, “seandainya”, dsb.
Contoh :
Seandainya Risko
menunggu lebih lama lagi, ia pasti akan berjumpa dengan Dewi di kafe itu.
7. Tujuan: “agar”, “supaya”, “untuk”, dsb.
Contoh:
Triana menutuskan pindah ke apartemen ini agar lebih
dekat dengan kantornya.
8. Perbandingan: “bagai”, “laksana”, “ibarat”,
“seperti”, dsb.
Contoh :
Budak itu jatuh cinta pada putri
kerajaan bagaikan punguk yang merindukan bulan.
9. Pembatasan: “kecuali”, “selain”, dsb.
Contoh :
Dia sangat jago di semua mata pelajaran kecuali
pelajaran olahraga.
10. Alat: “dengan + kata benda”
Contoh:
Orang itu pergi ke kantor dengan menggunakan mobil.
Kalimat majemuk setara merupakan kalimat majemuk
yang menggabungkan kalimat majemuk setara dengan kalimat majemuk setingkat.
Kalimat majemuk campuran terdiri dari sekurang – kurangnya tiga kalimat
tunggal.
Contoh :
Patria sedang memasak dan Toni
menonton TV di ruang keluarga, ketika aku tiba di rumah
mereka.
(kata hubung “dan” menyatakan kaimat majemuk
setara, kata hubung “ketika” menyatakan kalimat majemuk bertingkat.)
3. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Isi
atau Fungsinya
Menurut pembagian berdasarkan isi atau fungsi suatu
kalimat, kalimat dibedakan menjadi lima jenis, seperti berikut:
3.1. Kalimat Berita atau Pernyataan (Kalimat Deklaratif)
Merupakan kalimat yang bertujuan untuk menyampaian
suatu informasi. Kalimat ini
dalam penulisannya di akhiri dengan tanda baca titik (.).Dalam
pembacaannya, pada akhir kalimat biasanya memiliki intonasi yang menurun.
Contoh :
Ari
tengah berlari ke hutan. (memberitahu kepastian)
Aku
menolak hadir dalam acara tersebut. (memberitahu pengingkaran)
Pemain
baru itu sepertinya tidak periu dikhawatirkan. (memberitahu kesangsian)
3.2. Kalimat Tanya (Kalimat Interogatif)
Merupakan kalimat digunakan untuk mencari tahu
suatu informasi atau
jawaban atau respon dari lawan bicara. Kalimat ini dalam penulisannya di akhiri
dengan tanda baca tanya (?). Contoh :
Bagaimana
kabarmu hari ini?
Apakah
kau sudah bertemu langsung dengan ayahnya?
Di
mana kamu tinggal sekarang?
Siapa
yang mengantarkanmu ke rumah tadi?
Kapan
terakhir kali Anda melihat pria tersebut?
Mengapa
kamu nampak ceria sekali hari ini?
3.3. Kalimat Perintah (Kalimat Imperatif)
Kalimat perintah merupakan kalimat yang bertujuan
untuk memberikan perintah kepada seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam
penulisannya, kalimat perintah akan diakhiri dengan tanda baca seru (!). Serta
dalam pembacaannya, pada akhir kalimat biasanya digunakan intonasi yang
meninggi.
Contoh :
Tolong
ambilkan kertas di meja itu! (permohonan)
Jangan
mendekat! (larangan)
Mari
kita jaga kelestarian hutan lindung? (ajakan)
3.4. Kalimat Seruan
Kalimat seruan digunakan untuk mengungkapkan
perasaan. Sama seperti kalimat perintah, dalam pelafalannya pada akhir kalimat
biasanya ditandai dengan intonasi yang tinggi. Dalam penulisannya, kalimat
seruan juga diakhiri dengan tanda seru (!).
Contoh :
Wah,
indah sekali pantai!
Hore,
aku menang!
3.5. Kalimat Pengandaian
Kalimat pengandaian bertujuan untuk menggambarkan
keinginan atau tujuan dari penulis atau pembicara yang belum atau tidak terwujud.
Kalimat pengandaian dalam penulisannya diakhiri dengan tanda baca titik (.).
Contoh:
Andai
saja aku bisa mengulang waktu kembali.
Seandainya
aku menjadi dokter nantinya, aku hanya akan pergi ke daerah terpencil dan
memberikan pengobatan bagi yang membutuhkan di sana.
4. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Unsur
Kalimat
Dilihat dari unsur di dalamnya, kalimat dapat
dibedakan menjadi dua, yakni kalimat
lengkap dan kalimat tidak lengkap.
4.1. Kalimat Lengkap
Kalimat lengkap merupakan kalimat yang sekurang –
kurangnya terdiri atas sebuah subjek dan sebuah predikat. Kalimat majas dapat
dikategorikan sebagai kalimat lengkap.
Contoh:
Anak – anak bermain di
lapangan
S
P
K
Ayah membeli mobil baru
S
P
O
4.2. Kalimat Tidak Lengkap
Kalimat tidak lengkap merupakan kalimat yang tidak
sempurna. Kalimat dengan bentuk tidak sempurna kadang hanya memiliki sebuah
subjek saja, sebuah predikat, atau bahkan hanya terdiri atas objek dan
keterangan. Kalimat ini biasanya digunakan untuk kalimat semboyan, salam, perintah,
pertanyaan, ajakan, jawaban, seruan, larangan, sapaan, dan kekaguman.
Contoh:
Hei,
Diana!
Rajin
pangkal pandai.
Wah,
indah sekali!
Terima
kasih.
Selamat
sore!
Tidak.
5. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Pola
Subjek – Predikat
Apabila ditinjau dari struktur serta susunan atas
subjek dan predikatnya, kalimat dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni kalimat versi
dan kalimat inversi.
5.1. Kalimat Versi
Kalimat versi merupakan kalimat yang sesuai dengan
susunan pola kalimat dasar pada Bahasa Indonesia (S –
P) atau (S – P – O – K) atau (S – P – K ) dan lain sebagainya.
Contoh:
Aku berjalan sejauh tiga
kilometer.
S
P
K
Diah membeli sepatu di
Pasar Anyer
S
P O
K
5.2. Kalimat Inversi
Kalimat inversi merupakan kalimat yang memiki ciri
khas adanya predikat yang mendahului kata subjek. Kaliman versi biasanya
digunakan untuk menyampaikan penekanan atau ketegasan makna. Kata pertama yang
muncul merupakan kaa yang menjadi penentu makna kalimat sekaligus menjadi kata
yang menimbulkan kesan terhadap pembaca maupun pendengarnya.
Contoh:
Bawa gadis
itu ke hadapanku!
P
S
K
6. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Gaya
Penyajian
Berdasarkan gaya penyajiannya,
kalimat dikategorikan menjadi tiga jenis, yakni:
6.1. Kalimat yang Melepas
Kalimat ini merupakan kalimat yang ditulis maupun
diucapkan menggunakan dengan gaya penyajian melepas. Gaya penulisan melepas
ditandai dengan kalimat majemuk di awali dengan induk kalimat atau
kalimat utama serta diikuti oleh anak kalimatnya.
Contoh :
Putri
tidak akan tertinggal kereta jika di jalan tadi tidak terjadi kecelekaan yang
menyebabkan kemacetan panjang.
(“Putri
tidak akan tertinggal kereta” merupakan kalimat induk, “kereta jika di jalan
tadi tidak terjadi kecelekaan yang menyebabkan kemacetan panjang” merupakan
anak kalimat.)
6.2. Kalimat yang Klimaks
Kalimat ini terbentuk ketika suatu kalimat majemuk
disajikan dengan cara menempatkan anak kalimat di depan kalimat induknya.
Kalimat ini biasanya ditandai dengan penggunaan tanda baca koma (,).
Contoh :
Jika
dia dibawa ke rumah sakit lebih cepat, mungkin nyawanya masih bisa tertolong
(“Jika
dia dibawa ke rumah sakit lebih cepat” merupakan anak kalimat, “mungkin
nyawanya masih bisa tertolong” merupakan kalimat utama)
6.3. Kalimat yang Berimbang
Kalimat yang berimbang biasanya tersusun dalam
bentuk kalimat majemuk setara atau kalimat majemuk campuran. Gaya penyajian
berimbang bertujuan untuk menunjukan kesejajaran bentuk dan informasinya.
Contoh :
Harga
daging sapi menjelang Idul Adha melonjak, pedagang dan konsumen mengeluhkan
tingginya kenaikan.
7. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan
Subjeknya
Jika dilihat dari subjeknya, kalimat dibedakan
menjadi dua jenis,yakni kalimat aktif
dan kalimat pasif.
7.1. Kalimat Aktif
Kalimat aktif merupakan kalimat di mana unsur
subjek di dalamnya melakukan suatu tindakan (pekerjaan). Kalimat jenis ini akan
menggunakan predikat dengan awalan “me-” dan “ber-” serta predikat yang berupa
kata kerja yang tidak dapat diberikan awalan “me-”, seperti mandi, pergi,
tidur, dan lain sebagainya.
Contoh :
Ani
pergi ke pasar.
Surya
merangkak di kegelapan agar tidak terlihat musuh.
Kalimat aktif dapat dikategorikan kembali menjadi
3 jenis, yaitu,
Kalimat aktif ini dapat disisipi unsur objek di
dalamnya. Kalimat aktif ini biasanya memiliki predikat yang berawalan “me-” dan
dapat dirubah ke dalam bentuk pasif.
Contoh :
Mereka
membuat peta dengan skala 1 : 1.000.000. (bentuk aktif)
Peta
dengan skala 1 : 1.000.000 dibuat oleh mereka. (bentuk pasif)
Kalimat aktif ini tidak memungkinkan diikuti oleh
objek di dalamnya. Kalimat aktif ini biasanya menggunakan predikat yang
berawalan “ber-” dan tidak dapat di rumah menjadi kalimat pasif.
Contoh :
Polisi
berjaga di sekitar tempat pengeboman.
Kucingku
beranak tiga.
Kalimat ini merupakan kalimat aktif yang tidak
dapat dirubah menjadi bentuk pasif karena kalimat ini diikuti oleh unsur pelengkap
bukan objek.
Contoh :
Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden
keenam Indonesia
S
P
Pel
Keputusan ini berdasarkan hasil musyawarah
S
P
Pel
7.2. Kalimat Pasif
Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai
pekerjaan atau tindakan. Kalimat pasif biasanya memiliki predikat berupa kata
kerja berawalan “di-” dan “ter-” serta diikuti kata depan “oleh”. Kalimat pasif
dibedakan kembali menjadi dua bentuk, yakni,
Kalimat pasif ini merupakan kalimat hasil dari
transformasi kalimat aktif transitif. Kalimat pasif ini memiliki predikat yang
memilki imbuhan “di-”, “ter-”, “ke-an”.
Contoh:
Bola
ditendang Adnan.
Kertas
itu tertiup angin.
Kalimat pasif ini memiliki objek pelaku yang
berdekatan dengan objek penderita tanpa adanya sisipan kata lain. Predikat pada
kalimat ini menggunakan akhiran “-kan” dan tanpa disertai awalan “di-”. Selain
itu, predikatnya juga dapat berupa kata dasar dari kata kerja.
Contoh :
Akan
aku tunjukan kemampuanku disini.
Akan
saya sampaikan pesanmu padanya.
Sekian penjelasan jenis jenis kalimat beserta
contohya. Semoga artikel ini bermanfaat.
5 Keistimewaan Umat Muslim oleh Muh. Hasyim Pada hakikatnya Allah swt menguji keimanan itu sendiri kepada setiap orang muslim agar mereka ...