Minggu, 04 Oktober 2020

Resensi Buku

 Thumbnail

Lentera Sejarah Timor Timur-Indonesia (Gagalnya Sebuah Diplomasi) Basilio Dias Araujo, SS., MA. 

oleh : Muh Hasyim, S.Pd

Resensi ini bersifat Informatif, hanya menyampaikan isi dari buku yang berjudul 'Timor Timur (Gagalnya Sebuah Diplomasi) Basilio Dias Araujo, SS., MA.' (Suatu Analisa dan Kritik dari Seorang Pelaku Sejarah) secara singkat dan umum dari keseluruhan isi buku tersebut.

  1. Judul Resensi : Lentera Sejarah Timor Timur-Indonesia (Gagalnya Sebuah Diplomasi) Basilio Dias Araujo, SS., MA. 
  2. Data Buku : 

  • Judul buku: TIMOR TIMUR GAGALNYA SEBUAH DIPLOMASI
  • Pengarang: Basilio Dias Araujo, SS., MA. 
  • Penerbit    : Indie Publishing
  • Tahun terbit beserta cetakannya: Cetakan Pertama, Maret 2014, Cetakan Kedua, Agustus 2016, ISBN: 978-602-281-067-4
  • Penyunting buku: Hamasah Putri; Depok: Indie Publishing,2014
  • Ukuran Buku : 14 x 21 cm
  • Tebal Buku    : 292 hlm. 
  • Harga buku: Rp. 35.000
     3. Resensi Buku
Isi resensi buku memuat tentang sinopsis, ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya, rumusan kerangka buku, keunggulan dan kelemahan buku dan penggunan bahasa.
  • Sinopsis Buku:

        Semua penderitaan rakyat Timor Timur, sebagaimana dikisahkan oleh Jorge Junus Aditjondro,               berawal dari abad ke-16 ketika para penjajah dunia asal Portugal menancapkan kakinya pertama            di bumi Timor Lorosae. Selama 4 (empat) abad lebih Portugal menguras habis kekayaan alam                Timor Timur yaitu kayu cendana, minyak alam, dan kopi arabika. Selain itu, memperbudak serta            membantai ribuan orang penduduk asli Timor Timur yang dianggap membangkang atau yang                  tidak mau diperbudak untuk bekerja kepada Perusahaan Minyak Timor Oil dengan upah yang                sangat minim karena dikorupsi habis oleh atasannya yang kulit putih.

Masuknya Indonesia ke Timor Timur berdasarkan deklarasi Balibo tanggal; 30 November 1975 pun tidak bisa dipertahankan dengan baik di forum-forum Internasional oleh para diplomat Indonesia, sehingga tidak bisa menyelesaikan masalah selama 24 tahun Indonesia berkuasa di Timor Timur.

Akhirnya pada tahun 1999 terjadi kesepakatan 5 Mei 1999, di mana Indonesia takluk dan tunduk pada Portugal untuk menerima suatu proses jajak pendapat yang diartikan sebagai referendum seperti yang selama ini dituntut Portugal untuk menyelesaikan proses dekolonisasinya di Timor Timur.

Penyelesaian masalah Timor Timur merupakan suatu pelatihan diplomasi yang gagal (failid diplomatic exercise) karena pihak Departemen Luar Negeri jarang menyertakan orang Timor Timur pro-Integrasi yang mengerti akar permasalahan dan ahli-ahli hukum Indonesia yang mengerti hukum dalam perundingan perundingan di forum-forum Internasional.

Senin, 28 September 2020

Pengetahuan Bahasa Indonesia

WAJIB TAHU BAHASA INDONESIA DASAR
oleh : Muh Hasyim

Menjadi warga negara yang baik harus mencintai dan menghormati apa yang menjadi lambang negara. Bahasa Indonesia merupakan lambang negara Republik Indonesia. Sebagaimana tertuang dalam UUD 45 pasal 36 dan sumpah pemuda 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan. Untuk itu, kita sebagai warga negara wajib mempelajari dan menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi dalam dunia pendidikan di Indonesia Bahasa Indonesia dijadikan bahasa pengantar di semua jenjang pendidikan. Agar kita tidak buta terhadap Bahasa Indonesia ayo mari kita belajar bahasa Indonesia dasar berikut ini: https://sites.google.com/view/haptim/pelajaran-anak-sekolah

Sudah tahu bukan? Sekarang coba jawab pertanyaan saya!

  1. Coba jelaskan pengertian abjad!
  2. Coba lanjutkan suku kata adalah... .
  3. Jelaskanlah pengertian kata!
  4. Coba lanjutkan frasa adalah ... .
  5. Klausa adalah ,,, ,
  6. Kalimat adalah... .
  7. Paragraf adalah ....                                                                                                                          Tulislah jawabanmu dalam kolom komentar di bawah ini!






Sejarah

 

 


SEJARAH KABUPATEN BELU

Diedit oleh : Muh Hasyim, S.Pd

Sesuai  berbagai  penelitian  dan cerita sejarah daerah di Belu, manusia Belu pertama yang mendiami wilayah Belu  adalah “Suku  Melus“.  Orang Melus    dikenal    dengan    sebutan “Emafatuk   Oan   Ema   Ai   Oan“, (manusia  penghuni  batu  dan  kayu). Tipe manusia Melus adalah berpostur kuat,   kekar   dan   bertubuh   pendek. Semua para pendatang yang menghuni Belu  sebenarnya  berasal  dari “Sina Mutin  Malaka”.  Malaka  merupakan tanah  asal-usul  pendatang  di  Belu yang berlayar menuju Timor melalui Larantuka.   

Khusus    untuk    para pendatang baru yang mendiami daerah Belu  terdapat  berbagai  versi  cerita. Kendati demikian, intinya bahwa, ada kesamaan universal yang dapat ditarik dari semua informasi dan data. Ada cerita bahwa ada tiga orang bersaudara  dari  tanah  Malaka  yang datang dan tinggal di Belu, bercampur dengan suku asli Melus. Nama ketiga bersaudara itu menurut para tetua adat masing-masing daerah berlainan.  Dari Makoan    Fatuaruin    menyebutnya Nekin   Mataus     (Likusaen),   Suku Mataus (Sonbai),  dan  Bara  Mataus (Fatuaruin). Sedangkan Makoan asal Dirma   menyebutnya   Loro   Sankoe (Debuluk,   Welakar),   Loro   Banleo (Dirma,  Sanleo)  dan   Loro  Sonbai (Dawan). 

Namun  menurut  beberapa makoan asal Besikama  yang berasal dari   Malaka   ialah;   Wehali   Nain, Wewiku Nain dan Haitimuk Nain. Ketiga   orang   bersaudara   dari Malaka tersebut bergelar raja atau loro dan memiliki wilayah kekuasaan yang jelas dengan persekutuan yang akrab dengan   masyarakatnya.   Kedatangan mereka dari tanah Malaka hanya untuk menjalin   hubungan   dagang     antar daerah di bidang kayu cendana dan hubungan etnis keagamaan.

Dari semua pendatang di Belu, pimpinan  dipegang  oleh “Maromak oan“  Liurai  Nain  di  Belu  bagian Selatan. Bahkan menurut para peneliti asing  Maromak  Oan  kekuasaannya juga  merambah  sampai  sebahagian daerah Dawan (Insana dan Biboki). Dalam   melaksanakan   tugasnya   di Belu,    Maromak    Oan    memiliki perpanjangan  tangan  yaitu  Wewiku-Wehali  dan  Haitimuk  Nain.  Selain juga ada di Fatuaruin, Sonbai dan Suai Kamanasa serta Loro Lakekun, Dirma, Fialaran, Maubara, Biboki dan Insana.

Maromak  Oan  sendiri  menetap  di Laran    sebagai    pusat    kekuasaan kerajaan Wewiku-Wehali. Para    pendatang    di    Belu tersebut, tidak membagi daerah Belu menjadi     Selatan     dan     Utara sebagaimana  yang  terjadi  sekarang. Menurut para sejararawan, pembagian Belu menjadi Belu bagian Selatan dan Utara  hanyalah  merupakan  strategi pemerintah   jajahan   Belanda   untuk mempermudah  sistem  pengontrolan terhadap    masyarakatnya.    Dalam keadaan  pemerintahan  adat  tersebut muncullah siaran dari pemerintah raja-raja   dengan   apa   yang   disebutnya “Zaman  Keemasan  Kerajaan”.  Apa yang  kita  catat  dan  dikenal  dalam sejarah  daerah  Belu  adalah  adanya kerajaan    Wewiku-Wehali    (pusat kekuasaan seluruh Belu).

Di Dawan ada kerajaan Sonbay yang   berkuasa   di   daerah   Mutis. Daerah Dawan termasuk Miamafo dan Dubay     sekitar     40.000     jiwa masyarakatnya.   Menurut   penuturan para tetua adat dari Wewiku-Wehali, untuk    mempermudah    pengaturan sistem pemerintahan, Sang Maromak Oan mengirim para pembantunya ke seluruh  wilayah  Belu  sebagai  Loro dan Liurai. Tercatat nama-nama pemimpin besar   yang   dikirim   dari   Wewiku Wehali   seperti   Loro   Dirma,   Loro Lakekun, Biboki Nain, Herneno dan Insana  Nain  serta  Nenometan  Anas dan Fialaran.   Ada   juga   kerajaan Fialaran di Belu bagian Utara yang dipimpin Dasi Mau Bauk dengan kaki tangannya    seperti    Loro    Bauho, Lakekun, Naitimu, Asumanu, Lasiolat dan Lidak. Selain itu, ada juga nama seperti Dafala, Manleten, Umaklaran Sorbau.    

Dalam     perkembangan pemerintahannya   muncul   lagi   tiga bersaudara yang ikut memerintah di Utara yaitu Tohe Nain, Maumutin dan Aitoon. Sesuai   pemikiran   sejarawan Belu, perkawinan antara Loro Bauho dan Klusin yang dikenal dengan nama As  Tanara  membawahi  dasi  sanulu yang dikenal sampai sekarang ini yaitu Lasiolat,  Asumanu,  Lasaka,  Dafala, Manukleten,   Sorbau,   Lidak,   Tohe Maumutin    dan    Aitoon.    Dalam berbagai penuturan  di Utara maupun di   Selatan   terkenal   dengan   nama empat jalinan terkait. Di Belu Utara bagian Barat dikenal Umahat, Rinbesi hat     yaitu     Dafala,     Manuleten, Umaklaran Sorbauan di bagian Timur ada   Asumanu   Tohe,   Besikama-Lasaen,    Umalor-Lawain.    Dengan demikian rupanya keempat bersaudara yang  satunya  menjelma  sebagai  tak kelihatan itu yang menandai asal-usul pendatang di Belu membaur dengan penduduk asli Melus yang sudah lama punah.

SEJARAH ADMINISTRATIF

Kabupaten  Belu  berdiri  pada tanggal     20     Desember     1958 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia   Nomor 69   tahun 1958 dengan  Kota  Atambua  sebagai  ibu kota  kabupaten  dan  terdiri  dari 6 kecamatan. Pada   awal   pembentukannya, Kabupaten   Belu   terdiri   dari     6 kecamatan    yaitu    Kecamatan Lamaknen,    Kecamatan    Tasifeto Timur,   Kecamatan   Tasifeto   Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka   Tengah,   dan   Kecamatan Malaka Barat. Berdasarkan    Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1992 maka pada  tahun 1992  terjadi  pemekaran kecamatan menjadi 8 kecamatan yaitu Kecamatan   Lamaknen,   Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat,   Kecamatan   Malaka   Timur, Kecamatan    Malaka    Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima   dan   Kecamatan   Kota Atambua. Pada    tahun    2001    terjadi pemekaran kecamatan lagi menjadi 12 kecamatan    berdasarkan    Peraturan Daerah Kabupaten Belu No. 12 Tahun 2001. 12 kecamatan tersebut adalah Kecamatan   Lamaknen,   Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat,   Kecamatan   Malaka   Timur, Kecamatan    Malaka    Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima, Kecamatan Kota Atambua, Kecamatan    Raihat,    Kecamatan Kakuluk    Mesak,    Kecamatan Sasitamean dan Kecamatan Rinhat.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Belu No. 10 Tahun 2004 terjadi   pemekaran   kecamatan   di Kabupaten Belu     menjadi     16 kecamatan    yaitu    Kecamatan Lamaknen,    Kecamatan    Tasifeto Timur,   Kecamatan Tasifeto   Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka  Tengah,  Kecamatan  Malaka Barat,    Kecamatan   Kobalima, Kecamatan    Kota    Atambua, Kecamatan    Raihat,    Kecamatan Kakuluk    Mesak,    Kecamatan Sasitamean,    Kecamatan    Rinhat, Kecamatan    Weliman,    Kecamatan Wewiku,  Kecamatan  Raimanuk  dan Kecamatan Laenmanen.

Pada Tahun 2006 Kecamatan di Kabupaten     Belu     mengalami pemekaran    sebanyak    tiga    kali sehingga pada akhir 2006 Kabupaten Belu   terdiri   dari    21   kecamatan. Pemekaran ini terjadi didasarkan atas Peraturan   Daerah   Kabupaten   Belu berikut : No.    4   Tahun    2006   tentang pembentukan    Kecamatan Lamaknen Selatan. No.    5   Tahun    2006   tentang pembentukan Kecamatan Io Kufeu dan Botin Leo Bele. No.    18   Tahun    2006   tentang pembentukan Kecamatan Atambua Barat dan Atambua Selatan. Kabupaten Belu pada saat ini terdiri   dari     24   kecamatan   yang merupakan   hasil   dari   dua   kali pemekaran  yang  terjadi  pada  tahun 2007    berdasarkan    Peraturan Pemerintah Daerah Kabuapaten Belu yaitu : No.    2   Tahun    2007   tentang pembentukan  Kecamatan Nanaet Dubesi dan Kobalima Timur.  No.    3   Tahun    2007   tentang pembentukan Kecamatan Lasiolat.

Asal Usul Suku Belu

Belu merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pulau Timor/Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste. Luas Kabupaten Belu 2445,6 km2. Ibu kota kabupaten Belu, Atambua sebuah kota kecil yang terletak 500 meter diatas permukaan laut. Jarak Kupang dan Atambua lebih kurang 290 km.

Konon nama Atambua berasal dari kata Ata (Hamba), Buan (Suanggi/tukang sihir). Dari legenda diceriterakan adanya hamba yang berani berontak dan melepaskan ikatan tangan (borgol) sehingga tidak terjual lewat pelabuhan Atapupu, dan malahan akhirnya menyingkir saudagarnya. Nama kota ini kembar dengan Atapupu (pelabuhan terletak 24 km arah utara Atambua) dari kata Ata (hamba) Futu (ikat) yang berarti hamba yang diikat siap dijual.

Masyarakat Belu yang terdiri dari beberapa suku bangsa memiliki pelapisan sosialnya sendiri. Sebagai contoh masyarakat Waiwiku dalam wilayah kesatuan suku Marae. Pemegang kekuasaan berfungsi mengatur pemerintah secara tradisional, pelapisan tertinggi yaitu Ema Nain yang tinggal di Uma Lor atau Uma Manaran, mereka adalah raja. Lapisan berikutnya masih tergolong lapisan bangsawan (di bawah raja) yaitu Ema Dato, kemudian lapisan menengah Ema Fukun sebagai kepala marga. Lapisan terbawah dan hanya membayar upeti dan menjalankan perintah raja, bangsawan maupun lapisan menengah disebut Ema Ata (hamba). Pada masyarakat Marae lapisan sosial tertinggi disebut Loro.

Mata pencaharian orang Belu tidak beda dengan masyarakat TTU, dan TTS, yaitu menanam jagung, umbi-umbian, kacang - kacangan dan sedikit pertanian padi, serta bertenak sapi, babi. Salah satu dari sekian kebudayaan daratan Belu adalah Tarian Likurai, yang pernah memukau warga ibukota Jakarta di tahun 60-an.

Tarian Likurai dahulunya merupakan tarian perang, yaitu tarian yang didendangkan ketika menyambut atau menyongsong para pahlawan yang pulang dalam perang. Konon, ketika para pahlawan yang pulang perang dengan membawa kepala musuh yang telah dipenggal (sebagai bukti keperkasaan) para feto (wanita) cantik atau gadis cantik terutama mereka yang berdarah bangsawan menjemput para pahlawan dengan membawakan tarian Likurai. Likurai itu sendiri dalam bahasa Tetun (suku yang ada di Belu) mempunyai arti menguasai bumi. Liku artinya menguasai, Rai artinya tanah atau bumi. Lambang tarian ini adalah wujud penghormatan kepada para pahlawan yang telah menguasai atau menaklukkan bumi, tanah air tercinta.

Tarian adat ini ditarikan oleh feto-feto dengan mempergunakan gendang-gendang kecil yang berbentuk lonjong dan terbuka salah satu sisinya dan dijepit di bawah ketiak sambil dipukul dengan irama gembira serta sambil menari dengan berlenggak-lenggok dan diikuti derap kaki yang cepat sebagai ekspresi kegembiraan dan kebanggaan menyambut kedatangan kembali para pahlawan dari medan perang. Mereka mengacung-acungkan pedang atau parang yang berhias perak. Sementara itu beberapa mane (laki-laki) menyanyikan pantun bersyair keberanian, memuja pahlawan.

Konon kepala musuh yang dipenggal itu dihina oleh para penari dengan menjatuhkan ke tanah. Proses ini merupakan penghinaan resmi kepada musuh. Selain itu, para pahlawan tadi diarak ke altar persembahan yang sering disebut Ksadan. Para tua adat telah menunggu di sini dan menjemput para pahlawan sambil mencatat kepala musuh yang dipenggal itu serta menuturkan secara panjang lebar tentang jumlah musuh yang telah ditaklukkan sampai terpenggal kepalanya diperdengarkan kepada khalayak ramai untuk membuktikan keperkasaan suku Tetun.

Pada masa kini, tarian tersebut hanya dipentaskan saat menerima tamu-tamu agung atau pada upacara besar atau acara-acara tertentu. Sebelum tarian ini dipentaskan, maka terlebih dahulu diadakan suatu upacara adat untuk menurunkan Likurai atau tambur-tambur itu dari tempat penyimpanannya.

Dalam Tulisan ini , kita hendak menyelidiki sekedarnya soal asal-usul suku Belu, yang menghni hampir seluruh Kabupaten Dati II Belu. Suku Belu ini berbahasa Tetun, suatu bahasa yang sederhana dan mudah untuk di mengerti. Bahasa Tetun ini mempunyai persamaannya dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia ini. Tetapi mengenai bahasa Tetun ini kita akan bicarakan sendiri. Di sini kita akan bataskan diri pada pokok: Asal-usul Suku Belu.

Bagian pertama kita akan uraikan sebagai berikut:

Ø“  Asal-usul orang Belu menurut cerita-cerita yang diwariskan sampai sekarang di daerah Belu,” kemudian kedua:

Ø“ Asal-usul orang Belu menurut penyelidikan sarjana-sarjana Imu Bangsa-bangsa dan penyelidikan lainnya.

I.   Asal-usul orang Belu, menurut cerita-cerita yang diwariskan sampai sekarang di Daerah.

MALAKA adalah : tanah asal-usul Belu. Sedari masih kecil bila kita mendengar makoan-makoan dan orang tua-tua atau pemuka adat membawa syair Tetun HOLA LIA NAIN, maka kita sering mendengar SINA MUTI MALAKA LARANTUKA BABOE. Bila mereka menyebut nama ini, tiap orang terus tahu, yang dimaksudkan ialah : Tanah Asal Nenek Moyang Belu yang dulu berlayar dari Malaka, meninggalkan tanah airnya dan mencari tempat baru untuk dihuninya. Nenek orang suku Belu dari Malaka dalam pelayarannya ke Timor, melalui Larantuka. Berikut ini adalah kumpulan bermacam-macam cerita dari makoan-makoan dan pemuka-pemuka adat di wilayah Belu, baik berasal dari Belu utara maupun dari Belu Selatan. Ini di- kumpulkan oleh R.B.A.G. VROK LAGE SVD (±1952) dalam kerjasama dengan para makoan dan beberapa guru, antara lain Bupati Daswati II Belu sekarang (hingga tahun 1968) A.A BERWE TALLO, yang mahir berbahasa Belanda dan bertugas sebagai penterjemah untuk P. VROK LAGE.

1.Menurut Makoan-makoan dari FATUARUIN:
Mula-mula datang nenek moyang tiga bersaudara dari Malaka Likansala melalaui Larantuka (Flores) terus ke Kupang, dan dari Kupang ke Fatumea melalui Hali knain Kalilin dan terus ke Marlilu. Nama ketiga nenek bersaudara itu : NEKIN MATAUS ke Likusaen, SAKU MATAUS ke kerajaan Sonbai, dan BARA MATAUS tinggal di FATU ARUIN.

2.Cerita kedua berasal dari DIRMA:

    Menurut makoan di situ : Bei Taeko yang bertempat tingal di Malaka mengirim tiga orang anaknya lelaki yang berlayar dengan kapal ke Timor, bersama dengan pengikut-pengikutnya. Dari Sinamuti Malaka mereka berlayar melalui Betawi dan Batavia, Kalaban atau Kalabahi, Larantuka-Flores, Babo-Dilly parasa terus ke Boonaro. Mereka lalu ke Fatumea Raioan atau daerah Portugis. Ketiga putra itu bernama: 

    LOROSANGKOE, LOROBANLEO, dan LORO SONBAI. Yang pertama tinggal di Debululik atau Welaka, yang ke dua di sanleo atau Dirma, dan yang ketiga ialah LORO SONBAI, terus kebagian barat timur ialah kebagian Dawan. Kemudian membawa lima orang yang dianugerahkan Tuhan: HARE LOROK, BATAR LOROK, MELI (AIKAMELIN), LOROK dan BUI LOROK serta TORA LOROK. Kelima orang tersebut di tanam hidup-hidup dalm tanah ke sampai Timor. Dalam tempo beberapa hari saja tumbuhlah jagung, padi dua macam, jewawut atau tora, kayu cendana atau aikamelin, di kebun-kebunnya. Kesimpulannya dan cerita ini ialah jagung, padi, kayu cendana, jewawut, dibawah oleh nenek moyang itu dari tanah asal Sinamuti Malaka, dan kebun tempat lahan pertanian bagi kelima orang itu namanya TOOS KUKUN.

3.Dari NAETIMO:
Menurut makoan-makoan dari Naetimo nenek moyang pertama asalnya dari Sinamuti Malaka, melalui Larantuka atau Larantuke, Bauwoe, Parasa atau Timor Dili terus ke Lakaan dari situ terus ke Nainait. Di nainait mereka menetap. Nenek moyang itu bernama AGON dengan isterinya LURUK. Mereka mempunyai anak, dan anak-anak itu membentuk Fukun Hat atau Uma Hat yakni: Empat suku yang terkenal dengan nama RIN BESI HAT, UMA KAKALUK KMESAK, UMA FUTUHUR, UMA SUKUR SOU, dan UMA DIN DULUR. Nenek moyang pertama menemui suku asli Belu yakni : MELUS di Naijait.

4.Dari DAFALA:
Menurut Dato Katuas Tafala atau nenek moyang TITUS MORUK, nenekmoyang pertama itu dating dari Sinamuti Malaka melalui Ninobe Raihenek atau Makasar, terus ke larantukadan Bauwoe sebuah tempat di Larantuka. Tapi sebelum ke Larantuka mereka dari Makasar melalui Palu Kusu atau dekat dengan kepulauan Kei, pulau loi, pulau Abe, dan pulau Kae atau Kei. Mereka mendarat di Hale, LeonSumamar di dekat Timor Dilimereka lantas menyusur Mot aloes atau sungai Loes, terus Ke Siata mauhalek di Lasiolat. Berjalan terus ke ren Lakmau, dari situ terus Tua Lasi-Lasi Olat baru kemudian terpencar keseluruh Belu. Nenek moyang pertama umumnya mendarat dibahagian pantai utara Belu. Dikatakan pertama nenek moyang itu keluar dari batu, ini dimaksudkan mereka bertempat tinggal dalam gua-gua batu ketika belum diperdirikan rumah-rumah yang baik pada saat pertama kali orang di Belu, yang sama seperti cerita makoan-makoan di Dirma. Kedua nenek moyang pertama yang terkenal sebagai Bot Leten dan Bot kraik ialah Bei Lelar dan Bei Seran Taek, yang punya anak-anak para Lelar dan Abu Lelar serta Asa Taek dan mau Taek.

5.Dari LASIOLAT:
Menurut makoan-makoan yang mula-mula menghuni daerah Fialaran-Lasiolat sebelum kedatangan nenek moyang suku Leowes dan Asutalin dari Malaka ialah suku Melus, nenek moyang yang pertama orang Melus bernama LERA BAUK dengan istrinya bernama LENA BAUK. Mereka dianggap penduduk sli Belu sebelum datangnya suku Belu dari Malaka. Suku-suku yang datangnya dari Malaka ialah suku Leoklaran, suku Leowes, dan suku Asutalin. Dari Sinamuti Malaka mereka berlayar terus ke Larantuka –Bauboe, terus ke Hasan Maubesimendarat di Weto ke Lakaan dan dari situ ke Mota Weluli Mauhalek. Mereka menemukan seorang Melus pertama yang mendirikan rumahnya di Nawan Ruas, Aufatuk. Disebut Aufatuk karena rumahnya terbuat dari bambu dan batu. Pemuda-pemuda suku Leowes mengawini gadis-gadis dari suku Loro Bauho, bernama Balok Lorok dan Ello lorok. Mereka lalu pindah dengan anak-anaknya ke Dualasi dimana orang-orang Melus dan Asutalin sudah lebih dahulu membuat kampungnya. Dualasi kemudian mendapat nama Dualasi Sosebauk. Orang-orang pertama yang mendarat di Timor ialah Luli Luan dan Lete Luan. Asutalin juga kemudian mendarat di pantai selatan Belu. Tempatnya yang lain ialah Aidikur dari situ juga mereka ke Lakaan dan terus ke Dualasi.Dari malak Asutalin bawa serta anjing. Suku Asutalin haramm makan daging anjing dan tidak membunuhnya. Nenek moyang suku Leoklaran dating lebih dahulu dari suku Leowes, dan Asutalin dan mengalahkan suku Melus ke Tasimane lainnya dibunuh dan hanyut terbawa arus. Yang sisanya masih ada di Haliren, Aikamelin, rend an Motaain. Dalam mengalahkan suku Melus itu ada kerjasama dengan suku Leowes yang datang kemudian itu. Setelah suku Melus itu diusir dan dikalahkan oleh suku Leoklaran dan Leowes mula saling berebut kekuasaan ini, suku Leowes yang kemudian yang akhirnya menduduki tahta dan berkuasa sebagai raja diFialaran sampai kini. Caranya ialah bukan saling memerangi, melainkan dengan menguji ketangkasan dan kecerdasan saja. Siapa yang cepat makan ialah yang berkuasa dan waktu nenek moyang Leowes pergi mencari musang dihutan, nenek moyang Leoklaran disuruh memanjat pohon, dibawah pohon tertancap tombak mas, oleh nenek moyang Leowes. Entah bagaimana jadinya nenek moyang Leoklaran jatuh dari pohon dan persis perutnya tertikam pada tombak mas tadi, dengan itu nenek moyang Leowes yang berkuasa . Namun selanjutnya hubungan antara suku Leowesa dan suku Leoklaran , pun sampaikini tetap erat lebih dipererat oleh perkaeinan antara dua suku.

6.Dari ASUMANU:
Menurut makoan dari Asumanu nenek moyang pertamanya datang dari Malaka dengan sebuah kapal namanya Batarian, mendarat dipuncak Lakaan yang merupakan daratan yang muncul waktu itu dari air (agaknya yang lain masih merupakan tempat yang masih digenagi air laut). Kapten kapal itu namanya Mangelains, apakah itu yang dinamakan dengan Magelhaens??

7. Dari AITON: Menurut makoan-makoan dari Aitoun nenek moyang pertama datang dari Sina Mutin Malaka dengan tiga buah kapal:
a.Kapal yang dijuluki dengan Ro Manu Lain, Biduk Manu Lain.
b.Rokfautahan, Biduk Kfautahan
c.Ro Mara Does, Biduk Mara Does. Tempat lainnya disebut HeranBa weluli, Aitoun rua mane, Foho sabu Lakan kaisahe.

8.Dari MAUMUTIN:
Makoan-makoan maumutin menceritakan tentang asal-usulnya bahwa nenek moyang pertama datangnya dari Sina (Siam/birma) dan dari Sina MutinMalaka Melalui Larantuka Baboe, lamahala (Adonara) Lamahera (lomblen) terus ke Kamera (dekat Timor Dili). Kemudian kembali ke Lamalera untuk mengambil istri dari sana. Kemudian mereka kembali lagi ke Sina Mutin Malaka karena tidak dapat istri di Lamalera. Dimalaka mereka dapat memperoleh istri dengan kayu cendana yang dibawanya. Di Maumitin sendiri kayu cendana tidak ada karena itu kemudian nenek moyang pindah ke Maukatar didaerah bagian portugis . Untuk memperingati nenek moyang yang datang dengan tiga kapal itu, didirikan tiga foho (tugu kecil) : Foho Liurai, Foho Tahan Leki Bauk Leowalu.

9.Dari LIDAK:

Nenek moyang datang dari Sina Mutin Malaka melalui Larantuka Baboe We bau, Asufuik, Maubesi, Wehali lalu terus ke Lidak. Sumber lainnya menggatakan mereka mendarat dipantai utara Timor di Timor Dili Parasa. Dari Parasa mereka juga membawaair dan ketika mereka mendarat direceki tempat itu denga air. Mereka hanya mengetahui bahwa orang melus bertempat tinggal diSilawan. Kemudian menyusul lagi beberapa suku yang kelak akan berkuasa di Belu. Mereka datang dari Malaka nenek moyang ada tujuh pasang, empatnya tinggal di Malaka tiganya berlayar ke Timor melalui Larantuka-Bauboe, satunya tinggal di Fatumea, kedua tinggal di Leowalu (dimarae0 dan yang ketiga tinggalnya di Motaain, namanya Dasi Bada Rai.

10.Sabu Mau-Belu Mau dan Timau:

Adalah suatu yang sangat populer dikalangan penduduk Belu dan Sabu Rote ialah mengenai asal-usul mengenai nenek moyang suku Belu dan Sabu Rote. Demikian sudah dari kecil kami sudah mendengar cerita tentang Belu Mau, sabu Mau, dan Ti Mau dari orang tua dan kakek kami. Ketiga nenek ini adalah beradik kakak. Sabu Mau dan Ti Mau bersama dengan seluruh keluarganya berlayar dengan kapal ke Timot dan mendarat di bagian utara Belu yakni di teluk Gurita (di Atapupu) yang turun kedarat untuk mencari tempat tinggal baru di daerah Belu sekarang ialah Belu Mau dengan keluarganya. Sedang kedua nenek Sabu dan Ti Mau berlayar terus kearah barat Timor, menyususr pantai untuk mencari tempat tinggalyang baru dan tempat dan untuk di milikinya. Tapi sebelum ketiganya berpisah, diadakan perjanjian berikut : “Bila kelak mereka bertemu kembali atau anak-anak maupun turunan mereka, tidak boleh saling mengawini, tidak boleh saling berperang, saling mnerima dan menganggap sebagai kakak-beradik atau saudara-saudari sekeluarga saja”. Perjanjian ini masih di ingat samapai dengan saat ini, meskipun masih ada praktek kawin mwin sudah sering terjadi antara suku Belu dan suku rote. Untuk saling memerangi atau berkelahi sampai sekarang ini, masih tetap dihindarkan mengingat perjanjian ketiga nenek bersaudara tadi.

II. Asal-usul suku Belu (Sabu – Rote) menurut penyelidikan
Ahli-ahli Ilmu Bangsa-bangsa dan Ahli-ahli lainnya.
Sudah banyak ahli-ahli yang menyeliki suku Belu (dan Rote), disamping penyelidikan – penyelidikan utama, seperti: Grijzen, H.J. (mededeelingen Omret Beloe of midden Timor. V.B.G., Batavia, vol.54, Bag.III) dan vrok lege. B.A. (1953) : Ethnogogihie der Belu in zentral Timor, Leiden, dalam 3 jilid. Dalam menyelidiki Suku Belu mereka dari pandangan yang hampir serupa. Demikian seperti :

1. Heijmering G. (Geschiedenis van Timor, 1847, vol. 9, bagian III, pg. 1 – 62 dan 121 -232), dan veth, P.j. (Het eiland Timor, De Gids, Amsterdam, Vol.19. Bgn. I, pg. 545 – 611 dan 695 – 737 : bgn. 55 – 100), dalam tahun 1985”, dan juga Bastian A. (1885 – Timor Und Umliegende Inseln. in Indonesian oder die inseln des Malayischen Archipels, Berlin, Lieferung 2, pg. 1 -31). ketiga penyelidik itu berpendapat bahwa, bahwa ada perbedaan yang nyata antara suku Belu dan suku asli Timor : susku Atoni. menurut mereka suku Atoni lebih mirip dengan orang Papua, sedang suku Belu punya kesamaan yang besar dengan penduduk di bagian barat indonesia.

2. Menurut pandangan-pandangan antopolog modern : Timor serta pulau-pulaunya adalah suatu daerah peralihan di mana bertemu dan saling pengaruh antara komponen ras Melayu Indonesia denganras Melanesia (in sensu lago). Agaknya suku marae dan kemak menunjukkan elmen Melanesia yang lebih tua, dari pada suku Belu dan Sabu Rote yang baru masuk kemudian di Timor. Suku Belu dan Rote nyatanya memiliki tempat tinggi yang paling tampan, ditanah rata sepanjang pantai dan terus ke pedalaman, namun di sepanjang lembah sungai lalu sepanjang jalan. Antropolog-antropolog sependapat bahwa unsur Melanesia nampak sangat kuat pada penduduk asli Timor : suku Atoni di Dawan (orang pegunungan yang jumlahnya kira-kira 300.000 penduduk mendiami daerah-daerah pegunungan Timor Indonesia. Tokoh badan mereka agak berlainan dengan tetangga-tetangganya: suku Belu-Sabu-Rote dan Kemak Marae. Mereka agak pendek dengan bentuk tengkorak Brachichepel (tengkorak pendek) dengan warna kulitnya coklat kehitam-hitaman, rambutnya keriting, sangat mirip orang-orang papua. (cf. ormeling, F.J. Dr. The Timor problem, 1957 hal. 66-67).

3. Menurut penyelidikan Biljmer, H.J.T. (outlines of Antropology of the Timor Archipelago, Weltevreden-Batavia, 1929, pg. 92-92-95—97-99), bahwa pada individu-individu suku bangsa Belu nampak ciri-ciri ras Negroit secara berdampingan atau campur baur. Sedangkan pda suku Atoni (dawan) nampak ciri-ciri Melanesoit dan Australoid. Dia berkesan bahwa pada suku Atoni ia tidak rasa lagi bahwa ia di antara orang Melayu. Mereka merupakan kesatuan. Dia menyelidiki juga suku Manggarai dan mendapatkan adanya ciri khas tipe semitis pada mereka. Pada suku Ngada terdapat tipe Melanesoid. Pada suku Adonara (dan Flotim) ada tipe semitis, Negroid dan Papua. Demikian Biljmer.

4. Menurut nona Keers W. (an Antropological Survey of the estern litllesunda island Mededeelingen no. 74 diterbitkan oleh Koninklijke verehining indisch institut, Amsterdamtahn 1948) bahwa ciri-ciri Melanesia agaknya tersebar dibanyak tempat di Timor. Tetapi yang dianggapnya utama ialah apa yang dinamakan proto Melayu yang besar pengaruh di Timor. Tapi yang dianggapnya utama ialah apa yang dinamakan Elemen proto Melayu, yang bear di Timor, dan rasini yang membentuk penduduk sekarang juga. Inilah juga pendapat Biljmer (1929) dan Lamres (1948) yang memastikan bahwa unsur Melayu yang lebih muda benar-benar terdapat di daerah Belu selain unsur Melanesia.

5. Mengenai suku Marae dan Kemak, yang ada di Belu Menurut Grijzen (1904) kira-kira mereka sudah tinggal lama di Belu.

6. Menurut Nona Keers (1948) susku Marae Kemak, yang ada di Belu berbeda dengan suku Melayu Indonesia karena frekwensi yang tinggi dan tengkorak kepala yang berbentuk Delichecephalik (tengkorak lonjong) dan tokoh badan yang jauh lebih tinggi.

7. Menurut Capel (1944) bahwa Buna(bahasa Marae) mirip sekali dengan bahas-bahasa papua. Sedang menurut Nona Keers 91948) susku Kemak punya pertalian erat dengan suku Marae. Bahasanya mirip sekali dengan bahasa Buna (caell 1944).

8. Mengenai suku Rote-Sabu seperti telah di katakan tadi seasal dengan suku Belu. Mereka datang berkelompok-kelompok, lain turut Flores lainya lagi via Timor. Tanah asalnya pulau Seram (?) menurut ten Kate (1849) bahasa dan kebudayaan Rote sama dengan Belu. Hanya Rote mempunyai unsur Melayu lebih kuat.

9. Terra (1953) punya anggapan bahwa yang mula-mula punya usaha sawah dan ladang ialah suku Belu.

10. Dalam ENCHIKLOPEDIA VAN NEDERLANDS OOST INDIE IV LEIDEN, 1921 pda halaman 323, dibahas juga tentang penduduk dari Malaka melalui Sulawesi-Flores (larantuka) terus ke Timor. Juga tentang adat-istiadat Belu dan keadaandaerahnya.

11. H.K.J. Cowan (1963) menyelidiki, bahwa bahasa Buna termasuk salah satu bahasa Irian Barat. Diantara lain menyebut beberapa kata seperti (n) iri, su, batohul, bi, pana, per, nei, ei, yang mirip betul dengan kata-kata dalam bahasa Irian Barat. (cf. Eydarg. T.,1. en volk, jgr. 1963, pg 387 - 400) sedang Louis Berthe (1959) dalam penyelidikannya di Lamaknen mendapat kepastian juga bahwa dalam bahasa Buna terdapat kata-kata yang mirip dengan kata-kata Melayu purba (Deutero Melayu). (cf. Eydarg. T.,1. en volk, 1959, pg 336 dan seterusnya).

12. Abdul Hakim (1961), juga memuat karangannya tentang Timor, di dalamnya dituliskan tentang apa yang didengarnya sendiri mengenai asal-usul orang Belu yang datang dari Malaka dan adat istiadatnya di Timor, di Belu khususnya.

 


Selasa, 22 September 2020

Pengetahuan Bahasa Indonesia

 

KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF EKSPOSISI SISWA KELAS X Alam-2 SMA NEGERI 1 ATAMBUA 

Oleh : Muh Hasyi

ABSTRAK      

Guru tidak cukup dengan metode tapi butuh alat peraga sebagai penyampai informasi kepada peserta didik atau siswa. Pohon ilmu yang dijadikan alat peraga oleh penulis dalam menyajikan materi tentang menganalisis unsur struktur, isi, dan kebahasaan dari teks eksposisi mampu membuat peserta didik cepat memahami materi pelajaran.

KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF EKSPOSISI SISWA KELAS X Alam-2 SMA NEGERI 1 ATAMBUA Muh Hasyim mhasyim20@gemail.com    

Penelitian dilatarbelakangi belum adanya peneliti yang melakukan penelitian secara khusus tentang menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua. Masalah penelitian ialah bagaimanakah kemampuan menulis paragraf  eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua. Penelitian bertujuan mendeskripsikan kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua. Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode deskriptif kuantitatif. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa siswa kelas x alam-2 SMA Negeri 1 Atambua berkategori mampu secara individual mencapai 20 responden (62,5%), sedangkan yang tidak mampu secara individual mencapai 12 responden (37,5%), sehingga kemampuan menulis paragraf eksposisi kelas X  Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua tergolong tidak mampu. Aspek penggunaan kata penghubung antarklausa dikategorikan tidak mampu. Bukti yang kongkret 30 responden atau 93,75, pembahasan bersifat logis 32 responden atau 100%.

Kata kunci: Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Sesuai hasil pertemuan kepala sekolah dengan dewan guru SMA Negeri 1 Atambua awal  Juni 2018. Saya  termasuk  di antara 5 orang guru smansa Atambua yang dipilih menjadi guru imbas. Ini merupakan komitmen dari fasilitator daerah, kepala sekolah, dan pengawas serta pejabat UPT Belu Malaka, dan TTU NTT setelah mengikuti kegiatan program pemerataan mutu guru pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus di Makassar.

Saya Muh Hasyim, S.Pd selanjutnya disebut penulis mewakili rumpun Bahasa Indonesia, Cyprianus Mau, S.Pd M.Ed  rumpun Bahasa Inggeris, Dominngus Berek, S.Pd rumpun  Geografi, Nurwahidah, S,Si M.Pd rumpun Matematika, Viktoria M. A. Triastuti, S.Pd rumpun Biologi. Kami dipilih sebagai guru imbas dengan Fasilitator Daerah Laurensia Miin, S.Pd.  dari SMA Negeri 1 Atambua. Fasilitator Daerah selanjutnya ditulis sebagai fasda.

Di bawah fasda, kami melakukan pertemuan pertama bersama guru imbas terpilih dari SMKN 1 Atambua dan SMA Katholik Suria Atambua di UPT Wilayah II Belu Malaka TTU. Guru imbas dari kedua sekolah tersebut didampingi masing-masing oleh fasdanya. Pertemuan saat itu, hari Jumat pukul 16.15 wita sampai dengan pukul 18.15 wita dipimpin oleh pimpinan UPT Wilayah II Belu Malaka TTU Bapak Aleks bersama Bapak Marianus Antoni Kepala SMA Negeri 1 Atambua di ruang kerja kantor UPT Wilayah II Belu Malaka TTU.

Dalam pertemuan itu, disepakati masing-masing guru imbas mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba kreasi guru mata pelajaran tahun 2018. Selain itu, disepakati pula dalam membuat kreasi disesuaikan dengan memilih salah satu RPP terintegrasi literasi.

Berdasarkan hasil kesepakatan itu, atas petunjuk kepala sekolah dan fasda, saya mulai melakukan persiapan. Persiapan pertama menyusun perangkat pembelajaran  kelas X K13. Tepatnya awal bulan Juli 2018  perangkat saya ditandatangai kepala sekolah. 

K13 (Kurikulum 2013) tidak lazim di telinga kita. Tapi untuk mengeksekusi di kelas bagi saya baru pertama mau memulai. Karena selama 3 tahun terakhir ini saya mengajar menggunakan K06 atau KTSP. Tentu kita sama mengetahui antara K06 dan K13 berbeda. Berbeda dalam penyajian materi, jenis tagihan, penilaian, dan lainnya.

Berangkat dari baru memulai menggunakan K13 ini, setelah liburan sekolah masuk, saya mencoba menyeleksi kembali beberapa KD dalam perangkat yang sudah disusun.

KD yang terseleksi rata-rata berbicara tentang teks. Contohnya teks lho, teks eksposisi, teks anekdot, dan lain-lain. Saya berpikir bagaimana cara menyajikan materi yang berkaitan dengan KD itu supaya siswa dapat memahami dengan mudah.

Sedang dalam pencarian, fasda juga mengundang guru imbas untuk bertemu menentukan KD dan bentuk kreasi yang terintegrasi literasi. Ketika ditanya oleh fasda, kreasi apa yang akan diikutkan dalam lomba, saya secara spontan menjawab pohon unik. Selanjutnya atas usul saran dari teman serumpun MGMP Bahasa Indonesia Dra Rita Utami, pohon unik cocok digunakan sebagai alat peraga untuk KD yang berbicara tentang teks. Hanya kalau boleh namanya bukan unik tapi ilmu. Maka selanjutnya saya menamakan pohon unik itu menjadi pohon ilmu sebagai alat peraga untuk mata pelajaran bahasa Indonesia kelas x semester satu.

Kajian Pustaka

Pengertian Menulis

Dalman (2012: 4) menulis adalah proses penyampaian pikiran, angan-angan, prasaan dalam bentuk lambang/tanda/tulisan yang bermakna. Dalam kegiatan menulis terdapat suatu kegiatan merangkai, menyusun, melukiskan suatu lambang/tanda tulisan berupa kumpulan huruf yang membentuk kata. Kumpulan kata membentuk kelompok kata atau kalimat, kumpulan kalimat membentuk paragraf, kumpulan paragraf membentuk wacana atau paragraf yang utuh dan bermakna. Menulis pada hakikatnya adalah kegiatan menuangkan gagasan tanggapan, pendapat, perasaan, kegiatan dan kemauan serta informasi ke dalam kebahasa tulis kemudian mengirimkannya kepada orang lain (Syafi’ie, 1988: 45).

 Suparno (2002: 13) mengemukakan bahwa menulis dapat didefinisikan sebagai satu kegiatan penyampaian pesan atau komunikasi dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat medianya. Dengan menulis manusia dapat mengungkapkan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuannya.

Proses Menulis               

Menurut (Pujiono Setyawan 2013: 5), Selama proses menulis, seseorang perlu serangkaian aktivitas yang melibatkan beberapa fase. Fase-fase tersebut yaitu: tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap pascapenulisan.

Pengertian Paragraf

 Paragraf menurut Gani 2013: 21) merupakan bagian-bagian paragraf yang terdiri dari kalimat-kalimat yang berhubung-hubungan secara utuh dan padu serta merupakan kesatuan pikiran. Di bidang bentuk pada umumnya paragraf terdiri dari sejumlah kalimat, atau dengan kata lain merupakan kumpulan dari sejumlah kaliamat meskipun ada juga yang hanya terdiri dari satu kalimat atau satu kata, misalnya kalimat penutup pada surat yang sering hanya berupa kata terima kasih. Sejumlah kalimat itu kait-mengait sehingga membentuk suatu kesatuan. Di bidang makna, paragraf itu merupakan suatu informasi yang memiliki ide pokok sebagai pengendalinya (Ramlan, 2013: 22).

Jenis Paragraf               

Menurut Dalman (2012: 93) ada lima jenis paragraf yaitu sebagai berikut:

1.Paragraf Bahasan (Argumentasi)

2.Paragraf Pelukisan (Deskripsi)

3.Paragraf Kisahan (Narasi)

4.Paragraf Bujukan (Persuasi)

Paragraf Paparan (Eksposisi)

 Menurut Gani A. Ramlan (2014: 104) eksposisi artinya paparan, dengan paparan penulis menyampaikan suatu penjelasan dan informasi. Setelah membaca, seseorang akan mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh penulis dalam paparan tersebut.

Oleh karena itu, paragraf eksposisi adalah paragraf yang bersifat menginformasikan, menerangkan, menjelaskan, atau memaparkan sebuah benda, gagasan, atau ide.

Ciri-ciri Paragraf Eksposisi

Menurut E. Kosasih, (2008: 106) dalam paragraf eksposisi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Penjelasannya bersifat informasi

2) Pembahasan masalahnya bersifat objektif

3) Tidak mempengaruhi pembaca

4) Penjelasannya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret (tidak mengada-ada)

5) Pembahasannya bersifat logis dan sistematis.

Pembelajaran Menulis Paragraf Eksposisi di SMA Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di SMA Negeri 1 Atambua ditemukan bahwa ternyata pembelajaran menulis paragraf eksposisi dipelajari di Kelas X pada semester I. Pembelajaran menulis paragraf eksposisi tersebut umumnya mengacu pada KTSP yang diterbitkan oleh Depdiknas. Pembelajaran menulis paragraf eksposisi diajarkan secara khusus yang bergabung dengan pokok bahasan menulis paragraf deskriptif dan naratif. Dalam penelitian ini hanya terfokus pada menulis paragraf eksposisi sebagai objek penelitian. Salah satu bahan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang perlu dicermati dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah pembelajaran menulis khususnya paragraf eksposisi. Pembelajaran menulis paragraf eksposisi dalam KTSP di kelas X dipelajari pada semester I dengan standar kompetensi mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, dan eksposisi). Dari standar itu kemudian dijabaran dalam kompetensi dasar yakni menulis gagasan secara logis dan sistematis dalam paragraf eksposisi. Keterampilan menulis teks eksposisi diajarkan kepada siswa dengan tujuan agar siswa mampu menulis teks eksposisi dengan bahasa yang baik dan benar, koheren sesuai dengan karakteristik teks. Adapun indikator sebagai berikut: (1) mendaftar topik yang dapat dikembangkan menjadi paragraf eksposisi, (2) mengembangkan paragraf eksposisi, (3) menggunakan kata penghubung antarklausa (dan, kalau, karena,tetapi, seperti, dengan, dll.) dalam paragraf eksposisi, (4) menyunting paragraf eksposisi yang ditulis teman. Pembelajaran paragraf eksposisi dilaksanakan sebanyak dua kali atau sebanyak 180 menit (4 x 45 menit). Adapun aspek-aspek yang dinilai dalam paragraph eksposisi yaitu (1) Aspek penjelasannya bersisafat informasi (2) tidak mempengaruhi pembaca (3) menggunakan kata penghubung antar klausa (4) penjelasannya dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret (5) pembahasannya bersifat logis.

Pohon ilmu adalah pohon kreasi guru (Muh Hasyim) sebagai alat peraga mengajar  membantu pemahaman peserta didik (SMA Negeri 1 Atambua) terhadap sajian materi. Mengikuti lomba inovasi guru di daerah 3T 2018.

MASALAH

Ada kesulitan yang dihadapi dalam mengaktualisasikan  beberapa kompetensi dasar yang disajikan di semester 1 untuk kelas x. Misalnya teks lho, teks eksposisi, dan sejenisnya.

Belum pernah menyajikan materi dalam bentuk teks, sehingga penulis belum mempunyai bayangan untuk menyajikan materi dimaksud. Ditambah lagi fasilitas pendukung seperti buku paket atau buku cetak Bahasa Indonesia kelas X di perpustakaan terbatas. Sementara jumlah siswa kelas X SMA Negeri 1 Atambua untuk tahun pelajaran 2018/2019 432 siswa. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah buku paket atau buku cetak kelas X yang hanya berjumlah kurang lebih 160 eksemplar.

Bukan hanya itu, ditambah lagi kebiasaan siswa di Belu dikenal dengan malas bertanya ketika diberi kesempatan untuk bertanya oleh guru. Tetapi siswa tidak mau mendapat nilai kurang dan harus naik kelas.

Kebiasaan malas bertanya terbawa dari kelas-kelas sebelumnya waktu di SD dan SMP. Selain itu, siswa kadang malu bertanya karena konstruksi kalimatnya terpengaruh dengan bahasa pertama atau bahasa ibu. Kemungkinan juga karena kurang banyak menguasai kosa kata.

Sudah malas bertanya, kurang rajin membaca buku sumber dan buku penunjang tapi mau mendapat nilai baik dan naik kelas.

Bertolak dari uraian masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut.

Model alat peraga yang bagaimana yang mampu mengaktualisasikan KD-KD yang terintegrasi dengan literasi agar siswa lebih mudah memahami materi yang disajikan.

 

 

TUJUAN

Penulis memilih alat peraga yang diberi nama pohon ilmu dengan alasan berikut ini.

Pembuatan pohon ilmu sebagai alat peraga mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan:

1.        Menyebarluaskan alat peraga hasil kreasi guru untuk menginspirasi sesama guru di daerah 3T dalam rangka penyebaran mutu pendidikan.

2.        Mengembangkan sikap  komunikatif, sosial, tanggungjawab dan sikap kreatif sebagai konsekuensi pendidikan yang berkarakter .

3.        Mendorong kegiatan siswa agar lebih cepat  memahami materi yang disajikan oleh guru.

 

Pemakaian alat peraga merangsang imajinasi anak dan memberikan kesan yang mendalam dalam mengajar, panca indra dan seluruh kesanggupan seorang siswa perlu  dirangsang, digunakan dan dilibatkan. Sehingga  tak hanya mengetahui, melainkan dapat memakai dan melakukan apa yang dipelajari. Panca indera yang paling umum dipakai dalam mengajar adalah “ mendengar” melalui pendengaran, anak mengikuti peristiwa-peristiwa dan ikut merasakan apa yang disampaikan. Seolah-olah telinga mendapatkan mata. Anak melihat sesuatu dari apa yang diceritakan.

Namun ilmu pendidikan berpendapat, bahwa hanya 20% dari apa yang didengar dapat diingat kemudian hari. Seiring dengan apa yang pernah penulis baca dari tulisan Henry Guntur Tarigan tentang pemengaruh menyimak atau mendengarkan hingga 60%.

Kesan yang lebih dalam dapat dihasilkan jikalau apa yang diceritakan langsung “dilihat melalui sebuah gambar “. Dengan demikian, melalui” mendengar “ dan “ melihat” akan diperoleh kesan yang jauh lebih mendalam. 

Manfaat penggunaan alat peraga bagi guru dan siswa

a). Bagi Siswa di antaranya adalah:

1.        Memusatkan perhatian siswa;

2.        Menarik minat siswa untuk belajar;

3.        Mempermudah penguasaan materi pelajaran;

4.        Merangsang daya fikir dan nalar siswa;

5.        Meningkatkan daya imajinasi dan kreatifitas siswa.

b). Bagi Guru di antaranya adalah:

1.             Mempermudah penyampaian materi pelajaran yang bersifat abstrak;

2.             Memperluas cakupan materi pelajaran;

3.             Mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran;

4.             Menciptakan suasana pembelajaran kondusif;

5.             menghindari pembelajaran verbalisme;

6.             menciptakan pembelajaran efektif dan efisien.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Deskriptif yaitu mendeskripsikan data penelitian secara objektif tentang kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua, sedangkan kuantitatif maksudnya data yang terkumpul diolah berdasarkan prinsip-prinsip statistik. Ditinjau dari jenisnya, penelitian ini dikategorikan peneltian sekolah. Dikatakan demikian, karena data penelitian ini diperoleh di sekolah dengan keterlibatan langsung peneliti ke sekolah tempat penelitian.

 

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada rentang waktu bulan Agustus sampai dengan September 2019. Perencanaan dimulai dari minggu ke-2 Agustus, kemudian tindakan siklus I dan II dilaksanakan pada minggu ke-3 Agustus sampai awal September 2018, dilanjutkan dengan penyusunan laporan dan seminar yang diperkirakan pada selesai minggu ke-2 bulan September. 

 

Tempat Penelitian

Mengingat peneliti adalah salah satu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas X, maka penelitian ini dilaksanakan di kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua Tahun Pelajaran 2018/2019.

 

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan ( filed research). Yaitu peneliti terlibat langsung ke lapangan atau sekolah tempat sampel guna memperoleh data penelitian.

 

 

Populasi

Populasi menurut Arikunto (2013: 65) adalah keseluruhan subjek penelitian, maka populasi penelitian penulis menyesuaikan dengan keadaan yaitu hanya siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua Tahun Pelajaran 2018/2019.

Tabel 3.2.1 Sebaran Sampel Kelas X   SMA Negeri 1 AtambuaTahun Ajaran 2018/2019

NO.

KELAS

JUMLAH

1

X Alam-1

35

2

X Alam-2

33

3

X Alam-3

34

4

X Alam-4

34

Jlh

                    Empat Kelas

136

Sumber: Kepala Tata Usaha SMA Negeri 1 Atambua

 

Sampel Penelitian

Arikunto (2001: 23 mengatakan bahwa jika jumlah populasi lebih dari 100 orang maka yang menjadi sampel 10 atau 15% dari total populasi, akan tetapi jika jumlah populasi kurang dari 100 orang, maka seluruh populasi akan menjadi sampel dalam penelitian.

Berdasarkan pendapat di atas, maka teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel bukan total sampling. Maksudnya  tidak seluruh populasi akan menjadi sampel dalam penelitian ini tetapi hanya siswa kelas x Alam-2.

Untuk lebih jelasnya keadaan sampel dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.2.2 Sebaran Sampel Kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua Tahun Ajaran 2018/2019

NO.

NIS

NAMA

1

11991

ABEL JOHANES NGONGO

2

11994

ADRIANO DANIEL KOLO

3

12006

AGUSTINUS DEDEMUS SERAN

4

12015

ALGONIUS DENY SERAN

5

12025

ANASTASIA ADRIANI DE ROSARY

6

12050

ARKAJAEL JERIANUS SEDA WEA

7

12064

BEATRIS OLIVEIRA

8

12067

BERGITA CENDANA TIARA PUSPARANI

9

12068

BERNADETHA EMANUELA BESIN

10

12072

CARLOTA ANGELA MARICI LAU

11

12073

CAROLA ANUGRAH PUTRI BERE

12

12085

CLAUDIA ZYTA TOBU

13

12125

FARDINAL PRATAMA PUTRA

14

12165

IMANUEL JANUAR SOARES

15

12176

JELITA DO SANTOS

16

12184

JONIA IMACULADA DA COSTA SOARES

17

12192

JULIAN KARTIKA EDRIS SANTOSO

18

12216

LUDOVIKUS ANDRIAN TAHU

19

12224

MARIA ANGELIKA DJAGA

20

12245

MARIA GRACIA OUF

21

12248

MARIA KARANI SAPUTRI

22

12266

MARIA YOSEF USBOKO

23

12273

MARSELINA DEVITA MANEK

24

12278

MAYA TRIANA SIAMA

25

12288

MONICA ALVES

26

12314

PUTRI FEBRIANI

27

12357

SOFRONIA MARSIANA SERAN

28

12362

STEVANIA KLARITA PRIMA LAKU LOI

29

12363

SYAHRUL MUBARAKH

30

12365

TESA MARGARETHA TEHE NUBEIN

31

12378

VIENNYE WILHELMINA DJAWA

32

12384

WILLIAM FLORISTIO ORIONY MALI

33

12410

YULIANTO ARDI WUNGGU BELEN

34

12414

YUNUS VALENTINO NABUASA

Sumber: Kepala Tata Usaha SMA Negeri 1 Atambua

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan menulis paragraf. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa, selanjutnya siswa diberikan tugas menulis paragraf. Sebelum  menulis paragraf, terlebih dahulu siswa menulis kerangka paragraf yang berkaitan dengan topik. Tes ini dilakukan dalam satu kali pertemuan selama 90 menit atau 2 x 45 menit (2 jam pelajaran). Panjang paragraf minimal 4 paragraf atau minimal 100 kata. Topik paragraf yang telah disediakan yaitu:

1.Pengolahan sampah di lingkungan tempat tinggal anda

2.Menjaga kebersihan lingkungan sekolah

 

Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari hasil tulisan siswa setelah terkumpul, diolah untuk menentukan tulisan yang bercorak, setelah itu, diamati sesuai dengan aspek yang diteliti.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan seperti berikut ini.

1.      Peneliti mengumpulkan siswa dalam ruangan kelas.

2.      Peneliti menyiapkan tema paragraf yang akan disusun menjadi sebuah paragraf eksposisi.

3.       Siswa menyiapkan alat-alat tulis yang mendukung kegiatan menulis paragraf.

4.      Peneliti membagikan instrument kepada siswa

5.      Peneliti memberikan kesempatan siswa untuk bertanya tentang petunjuk instrument.

Siswa diberi kesempatan untuk menulis paragraf eksposisi berdasarkan tema yang dipilih di pohon ilmu. Topik dan kata-kata kunci yang telah disiapkan diisi dalam daun pohon ilmu. Kemudian siswa secara bergantian dari tiap kelompok maju dan memilih topik. Topik yang dipilih dijadikan bahan untuk menulis karangan sesuai kerangka yang telah dibuat. Selanjutnya secara individu mulai menulis karangan eksposisi sesuai kriteria yang diberikan guru.

6.      Setelah waktu yang diberikan selesai, lembar kerja siswa dikumpul.

7.       Peneliti yang juga guru memeriksa lembar kerja siswa.

 

Teknik Penilaian

Tulisan siswa, dalam penelitian ini dinilai dengan menggunakan skor.

Selanjutnya, model penilaian tersebut disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.5 Skor Penilaian

No

Aspek Peniaian

Hal Yang Dinilai

Nilai

Skor Maksimal

1

Aspek penjelasannya bersifat informasi

 

Semua kalimat bersifat informasi

3

3

Terdapat 1-2 kalimat bersifat informasi

2

Terdapat 3 atau lebih kalimat tidak bersifat informasi

1

2

Aspek tidak mempengaruhi pembaca

Semua kalimat tidak mempengaruhi pembaca

 

3

 

 

3

Terdapat 1-2 kalimat tidak mempengaruhi pembaca

2

Terdapat 3 atau lebih kaliamat tidak mempengaruhi pembaca Terdapat 3 atau lebih kaliamat tidak mempengaruhi pembaca

 

1

 

3

Aspek menggunakan kata penghubung antar klausa

Paragraph yang ditulis menggunakan kata penghubung secara tepat

3

3

Terdapat 1-2 yang tidak tepat penggunaan kata penghubung antarklausanya

2

Terdapat 3 atau lebih yang tidak tepat penggunan kata penghubung antarklausanya

1

4

Aspek penjelasannya dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret

Semua penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret Semua penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret

3

3

Terdapat 1-2 penjelasanya tidak dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret

2

Teradapat 3 atau lebih penjelasannya tidak dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret

1

5

Aspek pembahasannya bersifat logis

Semua pembahasannya bersifat logis

3

3

Terdapat 1-2 pembahasannya ditulis tidak logis Terdapat 1-2 pembahasannya ditulis tidak logis

2

Teradap 3 atau lebih pembahasannya tidak logis

1

 

Jumlah Skor Maksimal

15

Sumber: SMA Negeri 1 Atambua

 

Teknik Analisis Data

 Data-data yang terkumpul dari hasil penelitian, selanjutnya diolah dan ditabulasi berdasarkan klasifikasi skor masing-masing siswa. Selanjutnya, data-data yang ditemukan diuraikan secara deskriptif dengan menggunakan teknik presentase sesuai dengan prinsip statistik. Tingkat kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa mengacu pada kemampuan, yaitu suatu anggapan bahwa secara individual siswa dianggap mampu apabila memiliki penguasaan minimal 75% dari setiap aspek yang dinilai sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Untuk mengetahui kategori kemampuan menyusun paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua digunakan rumus dengan membagi perolehan skor yang diperoleh siswa dengan jumlah keseluruhan skor (maksimum) dikali 100%. Rumus yang digunakan untuk menentukan persentase ketuntasan siswa secara individual adalah:

KI= jumlah skor yang diperoleh x 100%

      Jumlah skor maksimal

(Sumber: SMA Negeri 1 Atambua)

Rumus yang dipakai untuk menentukan ketuntasan pembelajaran siswa secara klasikal adalah:

KK= jumlah siswa yang secara individual memperoleh persentase ≥75x 100%

       Jumlah keseluruhan siswa

(Sumber: SMA Negeri 1 Atambua)

Dari persentase yang diperoleh, baik untuk kemampuan siswa secara individual maupun secara klasikal selanjutnya diacukan pada penilaian yang telah ditetapkan untuk menentukan kemampuan siswa. Untuk lebih jelasnya berikut adalah tabel penilaian kemampuan.

Tabel 3.6 Kriteria Kategori Kemampuan

KATEGORI KEMAMPUAN

RENTANGAN SKOR KESELURUHAN

PERSENTASE KEMAMPUAN RESPONDEN

Mampu

12-15

80%-100%

Tidak mampu

1-11

6,66%-73,33%

 Sumber: SMA Negeri 1 Atambua

Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Siswa dikatakan mampu apabila responden mencapai skor 12-15, atau persentase kemampuan responden 80% - 100%

 2. Siswa dikatakan tidak mampu apabila responden mencapai skor 1-11, atau persentase kemampuan responden 6,66% - 73,33%

Hasil Penelitian

Dalam bab ini disajikan hasil penelitian. Hasil penelitian tersebut berkaitan dengan tujuan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan kemampuan menulis paragraf eksposisi Siswa Kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua. Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif yang disajikan dalam tiga tahap. Tahap pertama, penyajian deskripsi hasil penelitian skor secara keseluruhan yang dicapai oleh siswa dalam menulis paragraf eksposisi dengan menggunakan rumus kemampuan. Tahap kedua, penyajian pada setiap aspek. Aspek yang dimaksud sesuai dengan aspek penilaian dalam penelitian ini yakni:(1) penjelasannya bersifat informasi, (2) tidak mempengaruhi pembaca, (3),pembahasan bersifat logis (4), penjelasannya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan (5) pembahasanya berifat logis. Tahap ketiga penyajian deskripsi hasil penelitian pada nilai yang diperoleh seluruh aspek untuk memperoleh rata-rata hasil yang dicapai pada penulisan paragraf eksposisi. Dalam penelitian menulis paragraf  eksposisi kelas X Alam-2 di SMA Negeri 1 Atambua yang menjadi subjek penelitian ini dilakukan dengan perencanaan dan pelaksanaan yang matang. Peneliti dan supervisor sebagai guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia di SMA Negeri 1 Atambua di kelas X saling bekerja sama dengan baik untuk menyukseskan penelitian ini.

Deskripsi Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan perolehan skor berdasarkan kemampuan menulis paragraf  eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA negeri 1 Atambua dapat dilihat pada tabel perolehan skor secara menyeluruh berikut ini.

Tabel 4.1 Hasil Perolehan Skor Total Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi Siswa Kelas X Alam-2 SMA Negeri  1 Atambua

no

urut

aspek

pbi

aspek

tmp

aspek

mkpa

aspek

pdbk

aspek

pbl

total

skor

presentase

%

ketegori

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1

2

2

3

2

3

12

80%

mampu

2

2

3

2

3

2

12

80%

mampu

3

3

2

2

3

2

12

80%

mampu

4

2

3

3

2

2

12

80%

 mampu

5

3

2

3

3

2

13

86%

mampu

6

2

2

3

3

2

12

80%

mampu

7

2

3

3

3

3

14

93%

mampu

8

3

3

2

3

3

14

93%

mampu

9

2

2

3

3

2

12

80%

mampu

10

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

11

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

12

2

3

3

3

3

14

93%

mampu

13

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

14

2

2

3

2

3

12

80%

mampu

15

3

3

3

2

3

14

93%

mampu

16

2

3

2

2

2

11

73%

tidak mampu

17

3

3

2

3

3

14

93%

mampu

18

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

19

3

3

3

2

3

14

93%

mampu

20

2

3

3

3

2

13

86%

mampu

21

2

3

3

3

2

13

86%

mampu

22

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

23

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

24

3

2

3

2

3

13

86%

mampu

25

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

26

2

3

2

3

3

13

86%

mampu

27

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

28

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

29

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

30

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

31

3

3

3

2

2

13

86%

mampu

32

2

2

3

2

3

12

80%

mampu

33

2

2

2

2

2

10

66%

tidak mampu

34

2

2

2

2

2

12

80%

mampu

 

TM 

:

Tidak Mampu

M 

:

Mampu

PBI 

:

Pembahasan Bersifat Informasi

TMP 

:

Tidak Mempengaruhi Pembaca

MKPA 

:

Pembahasan bersifat logis.

PDBK 

:

Penjelasan Dinyatakan dengan Bukti-bukti yang Kongkret Penjelasan Dinyatakan dengan Bukti-bukti yang Kongkret

PBL

:

Pembahasan Bersifat Logis. Pembahasan Bersifat Logis.

 

 Berdasarka hasil penelitian yang terlihat pada tabel 4.1 tersebut, diperoleh informasi bahwa:

1.      Sebanyak 32 responden atau 94,11% tergolong kategori mampu dalam menulis paragraf eksposisi dengan memperhatikan penjelasanya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, pembahasan bersifat logis, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis dengan rincian, 12 responden memperoleh skor 15 atau mencapai kemampuan 100%, 6 responden memperoleh skor 14 atau mencapai kemampuan 93%, 6 responden memperoleh skor 13 atau mencapai kemampuan 86%, 8 responden memperoleh skor 12 atau mencapai kemampuan 80%.

2.      Sebanyak 2 responden atau 5,88% berkategori tidak mampu dalam menulis paragraf eksposisi dengan memperhatikan penjelasanya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, pembahasan bersifat logis, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis, dengan rincian, 1 responden memperoleh skor 11 atau mencapai kemampuan 73,33%, 1 responden memperoleh skor 10 atau mencapai kemampuan 66,66%. 

3.      Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang perolehan skor kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Kemampuan Menulis Karangan Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Atambua

KATEGORI     

FREKUENSI

PRESENTASE %

Mampu

26

76,47%

Tidak Mampu

8

23,52%

Jumlah

34

100%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diperoleh data bahwa dari 34 responden yang dijadikan sumber data penelitian terdapat 26 responden (76,47%) mampu menulis paragraf eksposisi dan 8 responden (23,52%) tidak mampu. Adapun setelah diketahui jumlah responden yang mampu dalam menulis paragraf eksposisi dengan memperhatikan penjelasanya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, pembahasan bersifat logis, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis, maka selanjutnya data tersebut dimasukkan ke dalam rumus kemampuan menulis paragraf ekposisi secara klasikal sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.

        KK= Jumlah Siswa yang secara individual memperoleh presentase ≥75x100%

                                Jumlah keseluruhan siswa

            = 26 x100%

                    34

            =76,47%

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X SMA Negeri 1 Atambua secara klasikal dikategorikan dalam kategori tidak mampu. Hal tersebut disebabkan oleh presentase kemampuan siswa yang memiliki kemampuan minimal 75% tidak mencapai 85%, dalam hal ini presentase kemampuan klasikal hanya mencapai 76,47%.

Deskripsi Kemampuan Menulis Karangan Eksposisi Siswa Kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada Aspek Pembahasan Bersifat Informasi Berdasarkan hasil pengolahan data tentang kemampuan menulis paragraf ekposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek penjelasannya bersifat informasi yang terdapat pada tabel 4 tersebut, menunjukkan skor yang diperoleh berkisar antara 1-3.

Data kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek penjelasannya bersifat informasi dapat dilihat pada tabel 4.2.1 berikut ini!

NO

SKOR

NILAI

FREKUENSI

RESPONDEN

PRESENTASE

%

KATEGORI

1

3

100

26

76,47%

mampu

2

2

80

8

23,52%

mampu

3

1

70

0

 

-

jumlah

34

100%

 

Pada tabel 4.2.1 menunjukkan bahwa diantara 34 siswa yang dijadikan sampel, terdapat 34 siswa (100%) yang termasuk kategori mampu dalam menulis paragraf eksposisi pada aspek pembahasan bersifat informasi. Tiga puluh empat siswa tersebut masing-masing memperoleh skor 3 (100%) sebanyak 28 siswa dan yang memperoleh skor 2 (80%) sebanyak 6 siswa dan tidak ada siswa yang memperoleh skor 1(70%). Sebaran responden sebanyak 34 siswa dengan jumlah siswa yang memperoleh presentase ≥75% pada aspek pembahasan bersifat informasi 34 siswa dengan rincian 28 siswa memperoleh skor 3 dan 6 siswa memperoleh skor 2 dalam kategori mampu. Pada sisi yang lain tidak ada siswa yang memperoleh skor 1 dalam kategori tidak mampu. Rata-rata kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek pembahasan bersifat informasi yakni: P= 34 x 100% 34 P = 100% Berdasarkan presentase tersebut, dapat dikatakan siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua mampu dalam menulis paragraf eksposisi pada aspek pembahasan bersifat informasi. Dikatakan mampu karena secara klasikal kemampuan siswa mencapai nilai rata-rata 100% atau berada pada standar yang ditentukan yakni antara 75%-100%.

Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi pada Aspek Tidak Mempengaruhi Pembaca

Data kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek tidak mempengaruhi pembaca dapat dilihat pada tabel 4.2.2 berikut ini.

NO

SKOR

NILAI

FREKUENSI

RESPONDEN

PRESENTASE

%

KATEGORI

1

3

100

24

70,58%

Mampu

2

2

80

8

23,52%

Mampu

3

1

70

2

5,88%

Tidak Mampu

JUMLAH

34

100%

 

Berdasarkan data pada tabel 4.2.2 dapat dijelaskan bahwa dari 34 responden yang dijadikan sumber data penelitian terdapat 32 responden atau 94,12% yang mencapai nilai kemampuan minimal 75% dengan rincian yaitu 24 responden atau 70,58% yang memperoleh skor 3 atau mencapai kemampuan100%, 8 responden atau 23,52% yang memperoleh skor 2 atau mencapai kemampuan 80%. Sisa responden yaitu 2 responden atau 0,58% yang memperoleh skor 1 atau mencapai kemampuan 70% merupakan responden yang memperoleh nilai tidak mencapai kemampuan minimal 75%. Berdasarkan deskripsi perolehan skor dan nilai pada aspek tidak mempengaruhi pembaca, dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek tidak mempengaruhi pembaca sebagian mampu yaitu 32 responden (94,12%) dan sebagian kecil tidak mampu yaitu 2 responden (0,58%). Namun, berdasarkan kemampuan menulis paragraf eksposisi secara klasikal pada aspek tidak mempengaruhi pembaca dikategorikan mampu. Dikatakan demikian, kemampuan siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek tidak mempengaruhi pembaca mencapai 94,11%.

Kemampuan Menulis Paragraf  Eksposisi pada Aspek Menggunakan Kata Penghubung Antarklauasa

Data kemampuan menulis paragraph eksposisi siswa kelas X SMA Negeri 1 Atambua pada aspek pembahasan bersifat logis dapat dilihat pada tabel 4.2.3 brikut ini.

Tabel 4.2.3 Distribusi Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi pada Aspek Menggunakan Kata Penghubung Antarklausa

NO

SKOR

NILAI

FREKUENSI

RESPONDEN

PRESENTASE

%

KATEGORI

1

3

100

20

58,82%

Mampu

2

2

80

10

29,41%

Mampu

3

1

70

4

11,76%

tidak Mampu

JUMLAH

34

100%

 

Berdasarkan data pada tabel 4.2.3 dapat dijelaskan bahwa dari 34 responden yang dijadikan sumber data penelitian terdapat 20 responden atau 58,82% yang mencapai nilai kemampuan minimal 75% dengan rincian yaitu 20 responden atau 58,82% yang memperoleh skor 3 atau mencapai kemampuan 100%, 10 responden atau 29,41% yang memperoleh skor 2 atau mencapai kemampuan 80%. Sisa responden yaitu 4 responden atau 11,76% yang memperoleh skor 1 atau mencapai kemampuan 70% merupakan responden yang memperoleh nilai tidak mencapai kemampuan minimal 75%.

Berdasarkan deskripsi perolehan skor dan nilai pada aspek menggunakan kata penghubung antarklauasa, dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek penggunaan kata penghubung antarklausa sebagian mampu yaitu 30 responden (88,23%) dan sebagian kecil tidak mampu yaitu 4 responden (11,76%). Namun kemampuan menulis paragraf eksposisi secara klasikal pada aspek penggunaan kata penghubung antarklausa dikategorikan tidak mampu. Dikatakan demikian, kemampuan siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek penggunaan kata penghubung antarklausa mencapai 88,23%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua secara klasikal dalam menggunakan kata penghubung antarklausa mampu karena siswa yang memiliki kemampuan minimal 75% mencapai 88%.

Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi pada Aspek Pembahasan Dinyatakan dengan Bukti-bukti yang Kongret

Data kemampuan menulis paragraph eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek pembahasan bersifat logis dapat dilihat pada tabel 4.2.4 brikut ini.

Tabel 4.2.4 Distribusi Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi pada Aspek Pembahasan Dinyatakan dengan Bukti-bukti yang Kongkret

NO

SKOR

NILAI

FREKUENSI

RESPONDEN

PRESENTASE

%

KATEGORI

1

3

100

26

76,47%

Mampu

2

2

80

6

17,64%

Mampu

3

1

70

2

5,88%

Tidak Mampu

JUMLAH

34

100%

 

 

Berdasarkan data pada tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa dari 34 responden yang dijadikan sumber data penelitian terdapat 32 responden atau 94,07% yang mencapai nilai kemampuan minimal 75% dengan rincian yaitu 26 responden atau 76,47% yang memperoleh skor 3 atau mencapai kemampuan 100%, 6 responden atau 17,64% yang memperoleh skor 2 atau mencapai kemampuan 80%. Sisa responden yaitu 2 responden atau 5,88% yang memperoleh skor 1 atau mencapai kemampuan 70% merupakan responden yang memperoleh nilai tidak mencapai kemampuan minimal 75%. Berdasarkan deskripsi perolehan skor dan nilai pada aspek menggunakan kata penghubung antarklauasa, dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek pembahasan bersifat logis sebagian mampu yaitu 32 responden (94,07%) dan sebagian kecil tidak mampu yaitu 2 responden (5,88%). Namun, berdasarkan kemampuan menulis paragraf eksposisi secara klasikal pada aspek pembahasan bersifat logis dikategorikan mampu. Dikatakan demikian, kemampuan siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek tidak mempengaruhi pembaca mencapai 94,07%.

Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi pada Aspek Pembahasan Bersifat Logis

Data kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek pembahasan bersifat logis dapat dilihat pada tabel 4.2.5 berikut ini!

Tabel 4.2.5 Distribusi Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi pada Aspek Pembahasan bersifat logis

NO

SKOR

NILAI

FREKUENSI

RESPONDEN

PRESENTASE

%

KATEGORI

1

3

100

28

82,35%

Mampu

2

2

80

6

17,64%

Mampu

3

1

70

-

0

Tidak Mampu

JUMLAH

34

100%

 

Berdasarkan data pada tabel 4.2.5 dapat dijelaskan bahwa dari 34 responden yang dijadikan sumber data penelitian terdapat 34 responden atau 100% yang mencapai nilai kemampuan minimal 75% dengan rincian yaitu 28 responden atau 82,35% yang memperoleh skor 3 atau mencapai kemampuan100%, 6 responden atau 17,64% yang memperoleh skor 2 atau mencapai kemampuan 80% dan tidak ada siswa yang memproleh skor 1 atau 70%. Berdasarkan presentase tersebut, dapat dikatakan siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua mampu dalam menulis paragraf eksposisi pada aspek pembahasan bersifat logis. Dikatakan mampu karena secara klasikal kemampuan siswa mencapai nilai rata-rata 100% atau berada pada standar yang ditentukan yakni antara 75%-100%.

Analisis Keseluruhan Aspek Penilaian

Berdasarkan analisis hasil laporan skor dan nilai yang diperoleh siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dalam menulis paragraf eksposisi dengan memperhatikan aspek penjelasannya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, menggunakan kata penghubung antarklausa, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis memperlihatkan kemampuan yang bervariasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini!

Tabel 4.3 Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi Siswa Kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada Keseluruhan Aspek

NO

ASPEK

% KEMAMPUAN KLASIKAL

KATEGORI

1

Pembahasan bersifat informasi

94,07%

Mampu

2

Tidak mempengaruhi pembaca

92,88%

Mampu

3

Menggunakan kata penghubung antarklausa

82,64%

Tidak Mampu

4

Penjelasan dibuktikan dengan bukti-bukti yang konkret

94.07%

Mampu

5

Pembahasan bersifat logis

100%

Mampu

 

Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua yang didasarkan pada tabel tersebut, dilihat dari keseluruhan aspek yang telah ditentukan dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek penjelasannya bersifat informasi secara klasikal dikategorikan mampu karena memperoleh presentase nilai 94,07% yakni telah mencapai kriteria kemampuan secara klasikal minimal 85% dengan kemampuan minimal 75%.

2.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek tidak mempengaruhi pembaca secara klasikal dikategorikan mampu karena memperoleh presentase nilai 92,88% yakni telah mencapai kriteria kemampuan secara klasikal minimal 85% dengan kemampuanminimal 75%.

3.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek menggunakan kata penghubung antarklausa secara klasikal dikategorikan tidak mampu karena memperoleh presentase nilai 82,64% yakni mencapai kriteria kemampuan secara klasikal minimal 85% dengan kemampuan minimal 75%

4.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret secara klasikal dikategorikan mampu karena memperoleh presentase nilai 94.07% yakni mencapai kriteria kemampuan secara klasikal minimal85% dengan kemampuan minimal 75%.

5.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek pembahasanya berifat logis secara klasikal dikategorikan mampu karena memperoleh presentase nilai 100% yakni mencapai kriteria kemampuan secara klasikal minimal 85% dengan kemampuan minimal 75%.

Interpretasi Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian data yang diperoleh dari 34 lembar hasil tulisan siswa, dapat dilihat persentase yang berbeda-beda (bervariasi). Adapun hasil rincian tentang nilai presentase kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua per aspek adalah sebagai berikut.

1.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dilihat pada aspek penjelasannya bersifat informasi, persentase kemampuan sebesar 94,07% (32 responden).

2.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dilihat pada aspek tidak mempengaruhi pembaca, persentase kemampuan sebesar 92,88% (32 responden).

3.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dilihat pada aspek penggunaan kata penghubung antarklausa, persentase kemampuan sebesar 82,64% (28 responden).

4.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dilihat pada aspek penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, persentase kemampuan sebesar 94.07% (32 responden).

5.      Kemampuan menulis paragraph eksposisi pembahasanya berifat logis kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dilihat pada aspek menulis gagasan secara logis, persentase kemampuan sebesar 100% (34 responden).

Berdasarkan analisis hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dengan memperhatikan penjelasannya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, menggunakan kata penghubung antarklausa, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis masuk dalam kategori tidak mampu secara klasikal (keseluruhan) karena siswa yang memiliki kemampuan minimal 75% mencapai 28 responden atau 82,64% dari 34 responden. Hal ini membuktikan bahwa siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua yang mampu dalam menulis paragraf eksposisi belum mencapai 85%.

Berdasarkan hasil analisis dari setiap aspek yang diteliti menunjukkan bahwa kelima aspek yang diteliti masih ada sebagian siswa yang belum memahami kelima aspek tersebut, terutama pada aspek penggunaan kata penghubung antarklausa. Hal ini terlihat dari presentase yang dicapai siswa pada masing-masing aspek penilaian. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran bidang studi Bahasa Indonesia di kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua tentang menulis paragraf eksposisi dengan berpedoman pada penjelasannya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, menggunakan kata penghubung antarklausa, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis siswa yang belum memahami kelima aspek tersebut perlu mendapat bimbingan dan latihan-latihan yang lebih baik lagi terutama pada aspek menggunakan kata penghubung antarklausa. Guru harus memberikan contoh, penjelasan, serta arahan kepada siswa tentang penjelasannya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, pembahasanya berifat logis, khususnya pada aspek menggunakan kata penghubung antarklausa. Secara individu siswa yang tidak mampu mencapai kriteria kemampuan akan diberi pengulangan dan bagi siswa yang telah mampu mencapai ketuntasan akan diberikan pengayaan terhadap materi yang kurang dipahami sehingga siswa lebih memahami materi tersebut.

Pada aspek menggunakan kata penghubung antarklausa dalam paragraf eksposisi, mencapai kriteria kemampuan yaitu 82,64%. Ini berarti siwa dikatakan tidak mampu, hal tersebut aspek penggunaan kata penghubung antarklausa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) secara klasikal. Kesalahan-kesalahan penulisan karangan penggunaan kata “seperti” selalu dipakai pada awal kalimat selain digunakan pada awal kalimat kata seperti sering dipakai untuk mengurutkan atau merincikan sesuatu. Pemakaian kata “seperti” yang digunakan untuk menghubungkan klausa satu dengan yang lain adalah digunakan untuk membandingkan sesuatu. Kata penghubung antarklausa yang sering digunakan secara tidak tepat adalah kata penghubung antarklausa “dan”. Kata “dan” ini sering ditulis siswa untuk menulis paragraf eksposisi diletakkan pada awal kalimat. Aspek penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret mencapai kategori 94,07% berkategori mampu, siswa memahami topik yang dipilih untuk diuraikan menjadi paragraf eksposisi, kemudian siswa memahami salah satu ciri paragraf ekposisi yaitu penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret. Dalam hal ini, guru memberi pengarahan serta contoh penjelasan yang dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret dalam paragraf ekposisi. Aspek pembahasanya berifat logis 100% berkategori mampu karena mencapai kriteria kemampuan minimal 85%. Siswa menulis memperhatikan kelogisan kalimat akan memberikan makna yang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam pemikiran yang akan dibaca oleh khalayak ramai. Jadi, meskipun sudah mampu menulis paragraf eksposisi pada aspek pembahasannya bersifat logis guru perlu memberikan penjelasan tambahan mengenai kalimat yang logis.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa berkategori mampu secara individual mencapai 32 responden (94.07%), sedangkan yang tidak mampu secara individual hanya 2 responden. Secara  klasikal siswa mampu pada aspek penyusunan paragraf eksposisi pembahasan bersifat informasi 34 responden atau 100%, tidak mempengaruhi pembaca 32 responden atau 94,07%, dan pada aspek penggunaan kata penghubung antarklausa tidak mampu karena 28 responden atau 82,35%, tidak mencapai 85% pembahasan dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret 100 responden atau 94,07, pembahasan bersifat logis 34 responden atau 100%.

Saran

 Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1.        Siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua yang belum mampu atau pun yang sudah mampu hendaknya sering berlatih dengan lebih giat lagi dalam menulis paragraf khususnya paragraf eksposisi dengan memperhatikan aspek penjelasannya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, menggunakan kata penghubung antarklausa, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis.

2.        Kepada guru SMA Negeri 1 Atambua, khususnya guru bahasa Indonesia pembahasan meteri diharapkan disesuaikan dengan konteks siswa utamanya aspek pengetahuan dan tingkat pendidikan. Disamping itu, guru perlu melakukan berbagai tindakan praktis berupa pemberian latihan yang dapat memotivasi siswa agar siswa semakin tertarik dan senang menulis, khususnya menulis paragraf eksposisi.

3.        Kepada peneliti selanjutnya hendaknya mengadakan penelitian lebih mendalam tentang menulis paragraf eksposisi.

Daftar Pustaka

Arief S. Sadiman Dkk, 1984. Media Pendidikan, Jakarta : Rajawali Press.

Arikunto, Suyono. 2013. Cara Dahsyat Membuat Skripsi.

Gus Im: Jaya Star Nine. Dalman, H. 2012. Keterampilan Menulis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Gani, A Ramlan. 2014. Suka Berbahasa Indonesia. Jakarta: Gaung Prasada Press Group. Iskandarwassid, dkk. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, dengan PT Remaja Rosdakarya.

Kosasih, E. 2008. Cerdas Berbahasa Indonesia. PT Glora Aksara Pratama:Erlangga Pujiono, Setyawan. 2013. Cara Mudah dan Praktis dalam Menulis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suparno. 2002. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universita Terbuka

Syafi’ie, Iman. 1988. Retorika dalam Menulis. Jakarta: Depdikbud.

Purwanto, 2011. Evaluasi Hasil Belajar Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Karmini Ni Nyoman, 2010, Asessmen Penilaian Bahasa Indonesia.

Muhibin Syah, 1997:91-92, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.Remaja Rosda karya.

Rosyada dalam Nurhyati:, 2008 “Pembelajaran Aktif” 27 November 2016 http://sudutpendidikan7.blogspot.co.id/2015/11/pembelajaran-aktif.html

Suharsini. Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006) hlm. 106.

Suprijono, Agus. 2006 . Cooperative Learning ( Teori & Aplikasi PAIKEM).

Dimiyati Mudjiono, 2009. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta.

Nana Sudjana, 2009. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Purwanto, 2011. Evaluasi Hasil Belajar Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Karmini Ni Nyoman, 2010, Asessmen Penilaian Bahasa Indonesia.

Muhibin Syah, 1997:91-92, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.Remaja Rosda karya.

Rosyada dalam Nurhyati:, 2008 “Pembelajaran Aktif” 27 November 2016 http://sudutpendidikan7.blogspot.co.id/2015/11/pembelajaran-aktif.html

Suharsini. Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006) hlm. 106.

Suprijono, Agus. 2006 . Cooperative Learning ( Teori & Aplikasi PAIKEM).

Slameto, 2010. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi, Jakarta: Rineka Cipta.

Nana Sudjana, 2009. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Wina Sanjaya, 2007. “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

 

 

 

 

Pelajaran Bahasa Indonesia Bab 3

5 Keistimewaan Umat Muslim

  5 Keistimewaan Umat Muslim oleh Muh. Hasyim Pada hakikatnya Allah swt menguji keimanan itu sendiri kepada setiap orang muslim agar mereka ...