Senin, 05 Oktober 2020

Pengetahuan Bahasa Indonesia

 

 



BAHASA SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI MANUSIA

Diedit oleh Muh Hasyim

Pengantar

Manusia memiliki kodrat sebagai makhluk sosial, sehingga komunikasi dengan sesama manusia pasti tidak terhindarkan setiap harinya. Salah satu media komunikasi antar perorangan adalah bahasa. Dengan bahasa, manusia mampu menyampaikan pesan, gagasan, kehendak, informasi ke manusia lainnya. Bahasa memiliki berbagai satuan yang menyusunnya. Satuan bahasa terkecil dalam bahasa yang memiliki makna secara utuh adalah kalimat, namun beberapa sumber juga menyebutkan jika bagian terkecil dari bahasa adalah kata atau fasa (kumpulan kata) karena kata dan frasa juga memiliki makna meski tidak utuh. Artikel kali ini akan dibahas mulai dari pengertian kalimat, seluk-beluk kalimat, jenis-jenis  kalimat dan contohnya.

Pengertian Kalimat

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kalimat merupakan satuan terkecil bahasa yang mengungkapkan pikiran secara utuh secara kebahasaan, definisi tersebut diambil dari Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Untuk memaknainya secara tepat, ketika mengucapkan suatu kalimat digunakan suara yang naik-turun, lemah-lembut, disela dengan jeda, serta intonasi di akhir kalimat. Sedang untuk memaknai kalimat tertulis, digunakan tanda baca yang mewakili  cara pengucapan atau intonasi.

Para ahli juga mengemukakan pendapatnya tentang definisi dari kalimat, salah satunya Kridalaksana. Kridalaksana mengungkapkan jika kalimat merupakan satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunya pola intonasi final, serta secara aktual dan potensial terdiri dari klausa. Selanjutnya, hal senada juga dikemukakan oleh Kokt Cook, Cook  mendefinisikan sebagai suatu satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri-sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri dari klausa. Sumber lain menyebutkan jika kalimat merupakan gabungan dari dua kata atau lebih yang menghasilkan sebuah pengertian dan pola intonasi akhir.

Unsur-Unsur Kalimat

Kalimat memiliki unsur-unsur yang membangunnya, secara luas kita mengenal konstituen dasar pembentuk kalimat yang meliputi kata; frasa; dan klausa. Kata merupakan satuan terkecil dalam kalimat secara gramatikal. Kata dapat berdiri sendiri, maupun bergabung dengan kata-kata lain membangun struktur kalimat. Kridalakana mengungkapkan jika kata terjadi dari morfem tunggal, seperti makan, jalan, Tuhan, pergi, kembali, buah, dan lain sebagainya.

Pembentuk kalimat lain adalah frasa. Frasa sering didefinisikan sebagai kumpulan dua kata atau lebih yang tidak berciri klausa, atau tidak memiliki ciri predikat di dalamnya, biasa juga disebut non predikatif. Seperti halnya dengan kata, frasa juga dapat berdiri sendiri dengan kondisi sebagai jawaban dari sebuah pertanyaan.

Konstituen dasar pembentuk kalimat yang selanjutnya adalah klausa. Menurut Cook, klausa merupakan kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat. Selain itu, Pola mendefinisikan klausa sebagai satuan gramatikal yang disusun oleh kata atau frasa yang sedikitnya minimal satu predikat. Pengertian lain menjelaskan jika kalimat  merupakan kumpulan kata yang memiliki sekurang-kurangnya memiliki satu subjek dan predikat.

Contoh pembentukan kalimat :

Ayam                                                 (kata)

Ayam goreng                                    (frasa)

Saya makan                                     (klausa)

Saya makan ayam goreng              (kalimat)

Sebelumnya beberapa kali disebutkan istilah ‘subyek’ dan ‘predikat’. Subyek dan predikat merupakan beberapa unsur dari suatu kalimat, bila menilik lebih dalam unsur-unsur lain penyusun kalimat yang lain adalah objek dan keterangan. Agar lebih memahami apa sajakah unsur-unsur yang terdapat dalam suatu kalimat, berikut penjelasannya,

  1. Subyek

Subyek merupakan bagian yang menunjukkan pelaku atau masalah dari suatu kalimat. Subyek pada umumnya berupa kata benda maupun frasa yang merujuk pada benda. Selain itu subyek dapat merupakan kata atau nama yang merujuk pada seseorang maupun kelompok, misal ‘aku’, ‘dia’, ‘mereka’, ‘Diana’, dan lain-lain. Selain itu, subjek akan menjawab pertanyaan tentang : ‘apa’ dan ‘siapa’.

Contoh :

Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat tahun ini.

(menjawab, “Siapa presiden terpilih Amerika Serikat tahun ini?”)

Sebuah bus  AKDP menabrak dua motor di depannya.

(menjawab. “Apa yan menabrak dua motor tadi”)

Saipah yang melakukan aksi pencurian tadi pagi, tidak lain mantan satpam di rumah itu sendiri.

(menjawab, “Siapa yang melakukan aksi pencurian tadi pagi?”)

  1. Predikat

Predikat merupakaan bagian dasri suatu kalimat yang menyatakan suatu tindakan atau keadaan dari subjek yang dapat berupa kata maupun frasa. Predikat digunakan untuk menjawab pertanyaan: mengapa dan bagaimana.

Contoh :

Ayah ­sakit

(menjawab, “Ayah mengapa tidak masuk kerja?” atau “Bagaimana keadaan ayahmu?”)

Diana tidak keluar kamar seharian

(menjawab, “Bagaimana keadaannya setelah mendengar kabar itu?”)

  1. Objek

Dalam kalimat, objek merupakan bagian yang melengkapi predikat, biasanya berupa  nomina, frasa, maupun klausa. Suatu objek dapat berubah kedudukannya menjadi suatu subjek, jika kalimat tersebut dirubah dari kalimat aktif menjadi kalimat pasif.

Contoh :

Franky menendang bola

(Franky : subjek; bola : objek)

Bola ditendang Franky

(Franky : objek; bola : subjek. “Bola” berdiri sebagai subjek karena  jika kata “Franky” dihilangkan, maka “Bola ditendang” masih dapat berdiri sebagai kalimat dan memenuhi syarat adanya subjek dan predikat)

  1. Keterangan

Keterangan merupakan bagian kalimat yang menemberikan penjelasan lebih tentang subjek dan predikat dalam suatu kalimat, dalam menambahkan unsur keterangan maka akan disertai konjungsi atau kata hubung. Keterangan dapat berupa  keterangan alat, waktu, tujuan, cara, penyertan, penyebab, saling, dan sebagainya.

Contoh :

Ani pergi ke pasar dengan sepeda.

(Sepeda : keterangan alat; dengan : konjungsi)

Ria meninggalkan tasnya di mushola.

(Mushola : keterangan tempat; di : konjungsi)

  1. Pelengkap

Pelengkap memberi penjelasan lebih jauh dari makna suatu kalimat. Berbeda dengan keterangan, unsur pelengkap tidak memerlukan kata hubung sebelumnya.

Julia memberikan Anna kado Boneka

(kado boneka : pelangkap)

Semua peraturan di Indonesia berdasarkan UUD 1945

(UUD 1995 : pelengkap)

Pengklasifikasian Kalimat

Kalimat memiliki beberapa jenis yang membedakannya satu sama lain. Pembagian jenis–jenis kalimat didasarkan pada 1) pengucapan; 2) jumlah frasa atau struktur gramatikal; 3) isi atau fungsi; 4) unsur kalimat; 5) pola subjek – predikat; 6) gaya penyajian; dan 7) subjeknya. Untuk memperjelas, berikut ini ulasannya.

1. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Pengucapannya

Berdasarkan pengucapannya, kalimat dibedakan menjadi dua jenis, yakni kalimat langsung dan kalimat tidak langsung.

1.1. Kalimat Langsung

Kalimat langsung merupakan kalimat hasil kutipan dari ucapan seseorang tanpa melalui perantara dan tanpa merubah sedikitpun apa yang ia utarakan. Kalimat ini ditandai dengan penggunaan tanda petik untuk membedakan kalimat kutipan dengan kalimat penjelas.

Contoh :

“Riana akan pulang nanti sore,” Desti memberi kabar

Andriana berkata, “Aku mungkin tidak akan pulang malam ini. Besok aku beri kabar lagi.”

“Andai waktu itu ibumu ini tidak lari, Nak,” Ibu mulai bercerita, “tidak mungkin kamu bisa sampai sebesar ini. Karena kalo ibu tidak lari, kita pasti ikut hangus bersama desa kita.”

1.2. Kalimat Tidak Langsung

Kalimat tidak langsung merupakan kalimat yang menceritakan kembali isi atau pokok ucapan yang pernah disampaikan seseorang tanpa perlu mengutip keseluruhan kalimatnya.

Contoh :

Aku pernah mendengar Aisya bercerita bahwa sebenarnya ia tidak terlalu senang dengan kabar perjodohan yang diatur oleh orang tuanya.

Tadi Bu Neti berpesan jika hari beliau tidak dapat masuk kelas karena suatu urusan. Namun, beliau memberikan tugas untuk mengerjakan LKS halaman 75.

Burhani mengancam tidak masuk sekolah bila ia masih merasa mendapat bully-an dari teman sekelasnya.

2. Pembagian Jenis Jenis Kalimat Berdasarkan Jumlah Frasanya (Struktur Gramatical)

Dilihat dari jumlah frasanya, kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat tunggal (terdiri dari kalimat nominal dan kalimat verbal) serta kalimat majemuk (terdiri dari kalimat majemuk setara, majemuk bertingkat, dan majemuk campuran).

2.1. Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal merupakan kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa, yang terbentuk dari satu pola. Berikut ini pola – pola dalam kalimat tunggal beserta contohnya

No

Pola Kalimat

Kategori Kata

Contoh

1

Subjek (S) + Predikat (P)

Kata Benda (KB) + Kata Kerja (KK)

Pendemo berorasi.

Kata Benda + Kata Sifat (KS)

Pemilik villa itu menakutkan.

Kata Benda + Kata Bilangan (KBil)

Harga sofa itu dua juta rupiah

2

S + P + Keterangan (K)

KB + KK +(Konjungsi + Kata Benda)

Ayu menari dengan gemulai.

3

S + P + Pelengkap (Pel)

KB1 + KK + KB2

Mukanya bersemu merah.

4

S + P + O

KB1 + KK + KB2

Ayah membeli roti.

5

S + P + O + K

KB1 + KK + KB2 +(Konjungsi + KB3)

Rasya menikahi gadis itu di Bali.

6

S + P + O + Pel

KB1 + KK + KB2 + KB3

Ayah membelikan aku sebuah bunga.

Kalimat tunggal berdasarkan jenis predikat yang digunakan, dibagi menjadi dua yakni kalimat nomina dan kalimat verbal.

  • Kalimat Nomina

Kalimat nomina merupakan jenis kalimat yang menggunakan kata benda (kata bilangan atau kata sifat) sebagi predikat

Contoh :

Tentara itu tewas di medan perang.

Adik saya ada dua orang

  • Kalimat Verbal

Kalimat verbal merupakan jenis kalimat yang menggunakan kata kerja sebagai predikat.

Contoh :

Andi mengayuh sepedanya pelan.

Siska makan di kamarnya.

2.2. Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk merupakan kalimat yang terdiri dari dua atau lebih kalimat tunggal yang saling berhubungan. Berdasarkan kedudukan satu kalimat tunggal dengan yang lain, kalimat majemuk dibedakan menjadi kalimat majemuk setara (baca : contoh kalimat majemuk setara), bertingkat (baca : contoh kalimat majemuk bertingkat), dan campuran (baca : contoh kalimat majemuk campuran).

  • Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara merupakan kalimat yang terdiri dari dua kalimat tunggal, di mana kedudukan masing masing kalimat tersebut setara. Kalimat majemuk setara dibagi lagi menjadi beberapa jenis, seperti berikut

1. Kalimat majemuk setara penggabungan, biasanya ditandai dengan penggunaan kata hubung (konjungsi) “dan” atau “serta”.

Contoh :

Saya bertanggung jawab atas kedatangan peserta hingga ke penginapan dan  Andi akan mengambil tanggung jawab tentang segala keperluan peserta sesampainya di sana.

2. Kalimat majemuk setara pertentangan, biasanya ditandai dengan kata hubung (konjungsi) “tetapi”, “sedangkan”, “melainkan”, “namun”, dan sebagainya.

Contoh :

Kelas kami akan mengadakan study tour ke Palembang, namun dia memilih untuk tidak ikut.

3. Kalimat majemuk setara pemilihan, biasanya ditandai dengan kata hubung “atau”.

Contoh :

Riana masih bingung menentukan antara ikut menemani ibunya kuliah di Jerman atau tetap tinggal di sini bersama ayahnya.

4. Kalimat majemuk setara penguatan, biasanya ditandain dengan kata hubung “bahkan”.

Contoh :

Dia memang pemuda yang cerdas, bahkan di usianya yang ke-17 ia sudah mendapatkan gelar sarjana pertamanya.

  • Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat merupakan kalimat yang menggabungkan dua kalimat tunggal atau lebih di mana satu sama lain memiliki kedudukan yang berbeda, yakni sebagai induk kalimat dan anak kalimat. Kalimat majemuk bertingkat dapat dibagi menjadi 10 jenis berdasarkan penggunaan kata hubung atau konjungsinya, yakni,

1. Waktu : “ketika”, “sejak”, “saat ini”, dsb.

Contoh :

Anak itu sudah lama hidup sendiri semenjak orang tuanya meninggal ketika dia masih bayi.

2. Sebab: “karena”, “oleh karena itu”, “sebab”, “oleh sebab itu”, dsb.

Contoh :

Tia memuntus pergi dari rumah karena ia tidak kuat lagi melihat kelakuan ayahnya.

3. Akibat: “hingga”, “sehingga”, “maka”, dsb.

Contoh :

Kebakaran hutan itu meluas hingga asap kabut yang ditimbulkan berdampak hingga Singapura dan Malaysia.

4. Syarat: “ jika”, “asalkan”, “apabila”, dsb.

Contoh :

Ani bersedia menerima lamaran Ali, apabila kedua orang tuanya merestui hubungan mereka.

5. Perlawanan: “meskipun”, “walaupun”, dsb.

Contoh :

Meskipun diiming – imingi uang ganti rugi yang besar, warga Kampung Barang  tetap menolak dipindahkan.

6. Pengandaian: “andaikata”, “seandainya”, dsb.

Contoh :

Seandainya Risko menunggu lebih lama lagi, ia pasti akan berjumpa dengan Dewi di kafe itu.

7. Tujuan: “agar”, “supaya”, “untuk”, dsb.

Contoh:

Triana menutuskan pindah ke apartemen ini agar lebih dekat dengan kantornya.

8. Perbandingan: “bagai”, “laksana”, “ibarat”, “seperti”, dsb.

Contoh :

Budak itu jatuh cinta pada putri kerajaan bagaikan punguk yang merindukan bulan.

9. Pembatasan: “kecuali”, “selain”, dsb.

Contoh :

Dia sangat jago di semua mata pelajaran kecuali pelajaran olahraga.

10. Alat: “dengan + kata benda”

Contoh:

Orang itu pergi ke kantor dengan menggunakan mobil.

  • Kalimat Majemuk Campuran

Kalimat majemuk setara merupakan kalimat majemuk yang menggabungkan kalimat majemuk setara dengan kalimat majemuk setingkat. Kalimat majemuk campuran terdiri dari sekurang – kurangnya tiga kalimat tunggal.

Contoh :

Patria sedang memasak dan Toni menonton TV di ruang keluarga, ketika aku tiba di rumah mereka.

(kata hubung “dan” menyatakan kaimat majemuk setara, kata hubung “ketika” menyatakan kalimat majemuk bertingkat.)

3. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Isi atau Fungsinya

Menurut pembagian berdasarkan isi atau fungsi suatu kalimat, kalimat dibedakan menjadi lima jenis, seperti berikut:

3.1. Kalimat Berita atau Pernyataan (Kalimat Deklaratif)

Merupakan kalimat yang bertujuan untuk menyampaian suatu informasi. Kalimat ini dalam penulisannya  di akhiri dengan tanda baca titik (.).Dalam pembacaannya, pada akhir kalimat biasanya memiliki intonasi yang menurun.

Contoh :

Ari tengah berlari ke hutan. (memberitahu kepastian)

Aku menolak hadir dalam acara tersebut. (memberitahu pengingkaran)

Pemain baru itu sepertinya tidak periu dikhawatirkan. (memberitahu kesangsian)

3.2. Kalimat Tanya (Kalimat Interogatif)

Merupakan kalimat digunakan untuk mencari tahu suatu informasi atau jawaban atau respon dari lawan bicara. Kalimat ini dalam penulisannya di akhiri dengan tanda baca tanya (?). Contoh :

Bagaimana kabarmu hari ini?

Apakah kau sudah bertemu langsung dengan ayahnya?

Di mana kamu tinggal sekarang?

Siapa yang mengantarkanmu ke rumah tadi?

Kapan terakhir kali Anda melihat pria tersebut?

Mengapa kamu nampak ceria sekali hari ini?

3.3. Kalimat Perintah (Kalimat Imperatif)

Kalimat perintah merupakan kalimat yang bertujuan untuk memberikan perintah kepada seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam penulisannya, kalimat perintah akan diakhiri dengan tanda baca seru (!). Serta dalam pembacaannya, pada akhir kalimat biasanya digunakan intonasi yang meninggi.

Contoh :

Tolong ambilkan kertas di meja itu! (permohonan)

Jangan mendekat! (larangan)

Mari kita jaga kelestarian hutan lindung? (ajakan)

3.4. Kalimat Seruan

Kalimat seruan digunakan untuk mengungkapkan perasaan. Sama seperti kalimat perintah, dalam pelafalannya pada akhir kalimat biasanya ditandai dengan intonasi yang tinggi. Dalam penulisannya, kalimat seruan juga diakhiri dengan tanda seru (!).

Contoh :

Wah, indah sekali pantai!

Hore, aku menang!

3.5. Kalimat Pengandaian

Kalimat pengandaian bertujuan untuk menggambarkan keinginan atau tujuan dari penulis atau pembicara yang belum atau tidak terwujud. Kalimat pengandaian dalam penulisannya diakhiri dengan tanda baca titik (.).

Contoh:

Andai saja aku bisa mengulang waktu kembali.

Seandainya aku menjadi dokter nantinya, aku hanya akan pergi ke daerah terpencil dan memberikan pengobatan bagi yang membutuhkan di sana.

4. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Unsur Kalimat

Dilihat dari unsur di dalamnya, kalimat dapat dibedakan menjadi dua, yakni kalimat lengkap dan kalimat tidak lengkap.

4.1. Kalimat Lengkap

Kalimat lengkap merupakan kalimat yang sekurang – kurangnya terdiri atas sebuah subjek dan sebuah predikat. Kalimat majas dapat dikategorikan sebagai kalimat lengkap.

Contoh:

Anak – anak   bermain   di lapangan

S                      P                   K

Ayah   membeli   mobil baru

S              P                 O

4.2. Kalimat Tidak Lengkap

Kalimat tidak lengkap merupakan kalimat yang tidak sempurna. Kalimat dengan bentuk tidak sempurna kadang hanya memiliki sebuah subjek saja, sebuah predikat, atau bahkan hanya terdiri atas objek dan keterangan. Kalimat ini biasanya digunakan untuk kalimat semboyan, salam, perintah, pertanyaan, ajakan, jawaban, seruan, larangan, sapaan, dan kekaguman.

Contoh:

Hei, Diana!

Rajin pangkal pandai.

Wah, indah sekali!

Terima kasih.

Selamat sore!

Tidak.

5. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Pola Subjek – Predikat

Apabila ditinjau dari struktur serta susunan atas subjek dan predikatnya, kalimat dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni kalimat versi dan kalimat inversi.

5.1. Kalimat Versi

Kalimat versi merupakan kalimat yang sesuai dengan susunan pola kalimat dasar pada Bahasa Indonesia (S – P) atau (S – P – O – K) atau (S – P – K ) dan lain sebagainya.

Contoh:

Aku   berjalan   sejauh tiga kilometer.

S            P                       K

Diah   membeli   sepatu   di Pasar Anyer

S            P              O                     K

5.2. Kalimat Inversi

Kalimat inversi merupakan kalimat yang memiki ciri khas adanya predikat yang mendahului kata subjek. Kaliman versi biasanya digunakan untuk menyampaikan penekanan atau ketegasan makna. Kata pertama yang muncul merupakan kaa yang menjadi penentu makna kalimat sekaligus menjadi kata yang menimbulkan kesan terhadap pembaca maupun pendengarnya.

Contoh:

Bawa   gadis itu   ke hadapanku!

P             S                   K

6. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Gaya Penyajian

Berdasarkan gaya penyajiannya, kalimat dikategorikan menjadi tiga jenis, yakni:

6.1. Kalimat yang Melepas

Kalimat ini merupakan kalimat yang ditulis maupun diucapkan menggunakan dengan gaya penyajian melepas. Gaya penulisan melepas ditandai dengan kalimat  majemuk di awali dengan induk kalimat atau kalimat utama serta diikuti oleh anak kalimatnya.

Contoh :

Putri tidak akan tertinggal kereta jika di jalan tadi tidak terjadi kecelekaan yang menyebabkan kemacetan panjang.

(“Putri tidak akan tertinggal kereta” merupakan kalimat induk, “kereta jika di jalan tadi tidak terjadi kecelekaan yang menyebabkan kemacetan panjang” merupakan anak kalimat.)

6.2. Kalimat yang Klimaks

Kalimat ini terbentuk ketika suatu kalimat majemuk disajikan dengan cara menempatkan anak kalimat di depan kalimat induknya. Kalimat ini biasanya ditandai dengan penggunaan tanda baca koma (,).

Contoh :

Jika dia dibawa ke rumah sakit lebih cepat, mungkin nyawanya masih bisa tertolong

(“Jika dia dibawa ke rumah sakit lebih cepat” merupakan anak kalimat, “mungkin nyawanya masih bisa tertolong” merupakan kalimat utama)

6.3. Kalimat yang Berimbang

Kalimat yang berimbang biasanya tersusun dalam bentuk kalimat majemuk setara atau kalimat majemuk campuran. Gaya penyajian berimbang bertujuan untuk menunjukan kesejajaran bentuk dan informasinya.

Contoh :

Harga daging sapi menjelang Idul Adha melonjak, pedagang dan konsumen mengeluhkan tingginya kenaikan.

7. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Subjeknya

Jika dilihat dari subjeknya, kalimat dibedakan menjadi dua jenis,yakni kalimat aktif dan kalimat pasif.

7.1. Kalimat Aktif

Kalimat aktif merupakan kalimat di mana unsur subjek di dalamnya melakukan suatu tindakan (pekerjaan). Kalimat jenis ini akan menggunakan predikat dengan awalan “me-” dan “ber-” serta predikat yang berupa kata kerja yang tidak dapat diberikan awalan “me-”, seperti mandi, pergi, tidur, dan lain sebagainya.

Contoh :

Ani pergi ke pasar.

Surya merangkak di kegelapan agar tidak terlihat musuh.

Kalimat aktif dapat dikategorikan kembali menjadi 3 jenis, yaitu,

Kalimat aktif ini dapat disisipi unsur objek di dalamnya. Kalimat aktif ini biasanya memiliki predikat yang berawalan “me-” dan dapat dirubah ke dalam bentuk pasif.

Contoh :

Mereka membuat peta dengan skala 1 : 1.000.000. (bentuk aktif)

Peta dengan skala 1 : 1.000.000 dibuat oleh mereka. (bentuk pasif)

Kalimat aktif ini tidak memungkinkan diikuti oleh objek di dalamnya. Kalimat aktif ini biasanya menggunakan predikat yang berawalan “ber-” dan tidak dapat di rumah menjadi kalimat pasif.

Contoh :

Polisi berjaga di sekitar tempat pengeboman.

Kucingku beranak tiga.

  • Kalimat Semi Transitif

Kalimat ini merupakan kalimat aktif yang tidak dapat dirubah menjadi bentuk pasif karena kalimat ini diikuti oleh unsur pelengkap bukan objek.

Contoh :

Susilo Bambang Yudhoyono   menjadi   Presiden keenam Indonesia

S                              P                            Pel

Keputusan ini   berdasarkan   hasil musyawarah

S                         P                        Pel

7.2. Kalimat Pasif

Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai pekerjaan atau tindakan. Kalimat pasif biasanya memiliki predikat berupa kata kerja berawalan “di-” dan “ter-” serta diikuti kata depan “oleh”. Kalimat pasif dibedakan kembali menjadi dua bentuk, yakni,

  • Kalimat Pasif Biasa

Kalimat pasif ini merupakan kalimat hasil dari transformasi kalimat aktif transitif. Kalimat pasif ini memiliki predikat yang memilki imbuhan “di-”, “ter-”, “ke-an”.

Contoh:

Bola ditendang Adnan.

Kertas itu tertiup angin.

  • Kalimat Pasif Zero

Kalimat pasif ini memiliki objek pelaku yang berdekatan dengan objek penderita tanpa adanya sisipan kata lain. Predikat pada kalimat ini menggunakan akhiran “-kan” dan tanpa disertai awalan “di-”. Selain itu, predikatnya juga dapat berupa kata dasar dari kata kerja.

Contoh :

Akan aku tunjukan kemampuanku disini.

Akan saya sampaikan pesanmu padanya.

Sekian penjelasan jenis jenis kalimat beserta contohya. Semoga artikel ini bermanfaat.

 

 

 


Minggu, 04 Oktober 2020

Resensi Buku

 Thumbnail

Lentera Sejarah Timor Timur-Indonesia (Gagalnya Sebuah Diplomasi) Basilio Dias Araujo, SS., MA. 

oleh : Muh Hasyim, S.Pd

Resensi ini bersifat Informatif, hanya menyampaikan isi dari buku yang berjudul 'Timor Timur (Gagalnya Sebuah Diplomasi) Basilio Dias Araujo, SS., MA.' (Suatu Analisa dan Kritik dari Seorang Pelaku Sejarah) secara singkat dan umum dari keseluruhan isi buku tersebut.

  1. Judul Resensi : Lentera Sejarah Timor Timur-Indonesia (Gagalnya Sebuah Diplomasi) Basilio Dias Araujo, SS., MA. 
  2. Data Buku : 

  • Judul buku: TIMOR TIMUR GAGALNYA SEBUAH DIPLOMASI
  • Pengarang: Basilio Dias Araujo, SS., MA. 
  • Penerbit    : Indie Publishing
  • Tahun terbit beserta cetakannya: Cetakan Pertama, Maret 2014, Cetakan Kedua, Agustus 2016, ISBN: 978-602-281-067-4
  • Penyunting buku: Hamasah Putri; Depok: Indie Publishing,2014
  • Ukuran Buku : 14 x 21 cm
  • Tebal Buku    : 292 hlm. 
  • Harga buku: Rp. 35.000
     3. Resensi Buku
Isi resensi buku memuat tentang sinopsis, ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya, rumusan kerangka buku, keunggulan dan kelemahan buku dan penggunan bahasa.
  • Sinopsis Buku:

        Semua penderitaan rakyat Timor Timur, sebagaimana dikisahkan oleh Jorge Junus Aditjondro,               berawal dari abad ke-16 ketika para penjajah dunia asal Portugal menancapkan kakinya pertama            di bumi Timor Lorosae. Selama 4 (empat) abad lebih Portugal menguras habis kekayaan alam                Timor Timur yaitu kayu cendana, minyak alam, dan kopi arabika. Selain itu, memperbudak serta            membantai ribuan orang penduduk asli Timor Timur yang dianggap membangkang atau yang                  tidak mau diperbudak untuk bekerja kepada Perusahaan Minyak Timor Oil dengan upah yang                sangat minim karena dikorupsi habis oleh atasannya yang kulit putih.

Masuknya Indonesia ke Timor Timur berdasarkan deklarasi Balibo tanggal; 30 November 1975 pun tidak bisa dipertahankan dengan baik di forum-forum Internasional oleh para diplomat Indonesia, sehingga tidak bisa menyelesaikan masalah selama 24 tahun Indonesia berkuasa di Timor Timur.

Akhirnya pada tahun 1999 terjadi kesepakatan 5 Mei 1999, di mana Indonesia takluk dan tunduk pada Portugal untuk menerima suatu proses jajak pendapat yang diartikan sebagai referendum seperti yang selama ini dituntut Portugal untuk menyelesaikan proses dekolonisasinya di Timor Timur.

Penyelesaian masalah Timor Timur merupakan suatu pelatihan diplomasi yang gagal (failid diplomatic exercise) karena pihak Departemen Luar Negeri jarang menyertakan orang Timor Timur pro-Integrasi yang mengerti akar permasalahan dan ahli-ahli hukum Indonesia yang mengerti hukum dalam perundingan perundingan di forum-forum Internasional.

Senin, 28 September 2020

Pengetahuan Bahasa Indonesia

WAJIB TAHU BAHASA INDONESIA DASAR
oleh : Muh Hasyim

Menjadi warga negara yang baik harus mencintai dan menghormati apa yang menjadi lambang negara. Bahasa Indonesia merupakan lambang negara Republik Indonesia. Sebagaimana tertuang dalam UUD 45 pasal 36 dan sumpah pemuda 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan. Untuk itu, kita sebagai warga negara wajib mempelajari dan menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi dalam dunia pendidikan di Indonesia Bahasa Indonesia dijadikan bahasa pengantar di semua jenjang pendidikan. Agar kita tidak buta terhadap Bahasa Indonesia ayo mari kita belajar bahasa Indonesia dasar berikut ini: https://sites.google.com/view/haptim/pelajaran-anak-sekolah

Sudah tahu bukan? Sekarang coba jawab pertanyaan saya!

  1. Coba jelaskan pengertian abjad!
  2. Coba lanjutkan suku kata adalah... .
  3. Jelaskanlah pengertian kata!
  4. Coba lanjutkan frasa adalah ... .
  5. Klausa adalah ,,, ,
  6. Kalimat adalah... .
  7. Paragraf adalah ....                                                                                                                          Tulislah jawabanmu dalam kolom komentar di bawah ini!






Sejarah

 

 


SEJARAH KABUPATEN BELU

Diedit oleh : Muh Hasyim, S.Pd

Sesuai  berbagai  penelitian  dan cerita sejarah daerah di Belu, manusia Belu pertama yang mendiami wilayah Belu  adalah “Suku  Melus“.  Orang Melus    dikenal    dengan    sebutan “Emafatuk   Oan   Ema   Ai   Oan“, (manusia  penghuni  batu  dan  kayu). Tipe manusia Melus adalah berpostur kuat,   kekar   dan   bertubuh   pendek. Semua para pendatang yang menghuni Belu  sebenarnya  berasal  dari “Sina Mutin  Malaka”.  Malaka  merupakan tanah  asal-usul  pendatang  di  Belu yang berlayar menuju Timor melalui Larantuka.   

Khusus    untuk    para pendatang baru yang mendiami daerah Belu  terdapat  berbagai  versi  cerita. Kendati demikian, intinya bahwa, ada kesamaan universal yang dapat ditarik dari semua informasi dan data. Ada cerita bahwa ada tiga orang bersaudara  dari  tanah  Malaka  yang datang dan tinggal di Belu, bercampur dengan suku asli Melus. Nama ketiga bersaudara itu menurut para tetua adat masing-masing daerah berlainan.  Dari Makoan    Fatuaruin    menyebutnya Nekin   Mataus     (Likusaen),   Suku Mataus (Sonbai),  dan  Bara  Mataus (Fatuaruin). Sedangkan Makoan asal Dirma   menyebutnya   Loro   Sankoe (Debuluk,   Welakar),   Loro   Banleo (Dirma,  Sanleo)  dan   Loro  Sonbai (Dawan). 

Namun  menurut  beberapa makoan asal Besikama  yang berasal dari   Malaka   ialah;   Wehali   Nain, Wewiku Nain dan Haitimuk Nain. Ketiga   orang   bersaudara   dari Malaka tersebut bergelar raja atau loro dan memiliki wilayah kekuasaan yang jelas dengan persekutuan yang akrab dengan   masyarakatnya.   Kedatangan mereka dari tanah Malaka hanya untuk menjalin   hubungan   dagang     antar daerah di bidang kayu cendana dan hubungan etnis keagamaan.

Dari semua pendatang di Belu, pimpinan  dipegang  oleh “Maromak oan“  Liurai  Nain  di  Belu  bagian Selatan. Bahkan menurut para peneliti asing  Maromak  Oan  kekuasaannya juga  merambah  sampai  sebahagian daerah Dawan (Insana dan Biboki). Dalam   melaksanakan   tugasnya   di Belu,    Maromak    Oan    memiliki perpanjangan  tangan  yaitu  Wewiku-Wehali  dan  Haitimuk  Nain.  Selain juga ada di Fatuaruin, Sonbai dan Suai Kamanasa serta Loro Lakekun, Dirma, Fialaran, Maubara, Biboki dan Insana.

Maromak  Oan  sendiri  menetap  di Laran    sebagai    pusat    kekuasaan kerajaan Wewiku-Wehali. Para    pendatang    di    Belu tersebut, tidak membagi daerah Belu menjadi     Selatan     dan     Utara sebagaimana  yang  terjadi  sekarang. Menurut para sejararawan, pembagian Belu menjadi Belu bagian Selatan dan Utara  hanyalah  merupakan  strategi pemerintah   jajahan   Belanda   untuk mempermudah  sistem  pengontrolan terhadap    masyarakatnya.    Dalam keadaan  pemerintahan  adat  tersebut muncullah siaran dari pemerintah raja-raja   dengan   apa   yang   disebutnya “Zaman  Keemasan  Kerajaan”.  Apa yang  kita  catat  dan  dikenal  dalam sejarah  daerah  Belu  adalah  adanya kerajaan    Wewiku-Wehali    (pusat kekuasaan seluruh Belu).

Di Dawan ada kerajaan Sonbay yang   berkuasa   di   daerah   Mutis. Daerah Dawan termasuk Miamafo dan Dubay     sekitar     40.000     jiwa masyarakatnya.   Menurut   penuturan para tetua adat dari Wewiku-Wehali, untuk    mempermudah    pengaturan sistem pemerintahan, Sang Maromak Oan mengirim para pembantunya ke seluruh  wilayah  Belu  sebagai  Loro dan Liurai. Tercatat nama-nama pemimpin besar   yang   dikirim   dari   Wewiku Wehali   seperti   Loro   Dirma,   Loro Lakekun, Biboki Nain, Herneno dan Insana  Nain  serta  Nenometan  Anas dan Fialaran.   Ada   juga   kerajaan Fialaran di Belu bagian Utara yang dipimpin Dasi Mau Bauk dengan kaki tangannya    seperti    Loro    Bauho, Lakekun, Naitimu, Asumanu, Lasiolat dan Lidak. Selain itu, ada juga nama seperti Dafala, Manleten, Umaklaran Sorbau.    

Dalam     perkembangan pemerintahannya   muncul   lagi   tiga bersaudara yang ikut memerintah di Utara yaitu Tohe Nain, Maumutin dan Aitoon. Sesuai   pemikiran   sejarawan Belu, perkawinan antara Loro Bauho dan Klusin yang dikenal dengan nama As  Tanara  membawahi  dasi  sanulu yang dikenal sampai sekarang ini yaitu Lasiolat,  Asumanu,  Lasaka,  Dafala, Manukleten,   Sorbau,   Lidak,   Tohe Maumutin    dan    Aitoon.    Dalam berbagai penuturan  di Utara maupun di   Selatan   terkenal   dengan   nama empat jalinan terkait. Di Belu Utara bagian Barat dikenal Umahat, Rinbesi hat     yaitu     Dafala,     Manuleten, Umaklaran Sorbauan di bagian Timur ada   Asumanu   Tohe,   Besikama-Lasaen,    Umalor-Lawain.    Dengan demikian rupanya keempat bersaudara yang  satunya  menjelma  sebagai  tak kelihatan itu yang menandai asal-usul pendatang di Belu membaur dengan penduduk asli Melus yang sudah lama punah.

SEJARAH ADMINISTRATIF

Kabupaten  Belu  berdiri  pada tanggal     20     Desember     1958 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia   Nomor 69   tahun 1958 dengan  Kota  Atambua  sebagai  ibu kota  kabupaten  dan  terdiri  dari 6 kecamatan. Pada   awal   pembentukannya, Kabupaten   Belu   terdiri   dari     6 kecamatan    yaitu    Kecamatan Lamaknen,    Kecamatan    Tasifeto Timur,   Kecamatan   Tasifeto   Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka   Tengah,   dan   Kecamatan Malaka Barat. Berdasarkan    Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1992 maka pada  tahun 1992  terjadi  pemekaran kecamatan menjadi 8 kecamatan yaitu Kecamatan   Lamaknen,   Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat,   Kecamatan   Malaka   Timur, Kecamatan    Malaka    Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima   dan   Kecamatan   Kota Atambua. Pada    tahun    2001    terjadi pemekaran kecamatan lagi menjadi 12 kecamatan    berdasarkan    Peraturan Daerah Kabupaten Belu No. 12 Tahun 2001. 12 kecamatan tersebut adalah Kecamatan   Lamaknen,   Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat,   Kecamatan   Malaka   Timur, Kecamatan    Malaka    Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima, Kecamatan Kota Atambua, Kecamatan    Raihat,    Kecamatan Kakuluk    Mesak,    Kecamatan Sasitamean dan Kecamatan Rinhat.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Belu No. 10 Tahun 2004 terjadi   pemekaran   kecamatan   di Kabupaten Belu     menjadi     16 kecamatan    yaitu    Kecamatan Lamaknen,    Kecamatan    Tasifeto Timur,   Kecamatan Tasifeto   Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka  Tengah,  Kecamatan  Malaka Barat,    Kecamatan   Kobalima, Kecamatan    Kota    Atambua, Kecamatan    Raihat,    Kecamatan Kakuluk    Mesak,    Kecamatan Sasitamean,    Kecamatan    Rinhat, Kecamatan    Weliman,    Kecamatan Wewiku,  Kecamatan  Raimanuk  dan Kecamatan Laenmanen.

Pada Tahun 2006 Kecamatan di Kabupaten     Belu     mengalami pemekaran    sebanyak    tiga    kali sehingga pada akhir 2006 Kabupaten Belu   terdiri   dari    21   kecamatan. Pemekaran ini terjadi didasarkan atas Peraturan   Daerah   Kabupaten   Belu berikut : No.    4   Tahun    2006   tentang pembentukan    Kecamatan Lamaknen Selatan. No.    5   Tahun    2006   tentang pembentukan Kecamatan Io Kufeu dan Botin Leo Bele. No.    18   Tahun    2006   tentang pembentukan Kecamatan Atambua Barat dan Atambua Selatan. Kabupaten Belu pada saat ini terdiri   dari     24   kecamatan   yang merupakan   hasil   dari   dua   kali pemekaran  yang  terjadi  pada  tahun 2007    berdasarkan    Peraturan Pemerintah Daerah Kabuapaten Belu yaitu : No.    2   Tahun    2007   tentang pembentukan  Kecamatan Nanaet Dubesi dan Kobalima Timur.  No.    3   Tahun    2007   tentang pembentukan Kecamatan Lasiolat.

Asal Usul Suku Belu

Belu merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pulau Timor/Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste. Luas Kabupaten Belu 2445,6 km2. Ibu kota kabupaten Belu, Atambua sebuah kota kecil yang terletak 500 meter diatas permukaan laut. Jarak Kupang dan Atambua lebih kurang 290 km.

Konon nama Atambua berasal dari kata Ata (Hamba), Buan (Suanggi/tukang sihir). Dari legenda diceriterakan adanya hamba yang berani berontak dan melepaskan ikatan tangan (borgol) sehingga tidak terjual lewat pelabuhan Atapupu, dan malahan akhirnya menyingkir saudagarnya. Nama kota ini kembar dengan Atapupu (pelabuhan terletak 24 km arah utara Atambua) dari kata Ata (hamba) Futu (ikat) yang berarti hamba yang diikat siap dijual.

Masyarakat Belu yang terdiri dari beberapa suku bangsa memiliki pelapisan sosialnya sendiri. Sebagai contoh masyarakat Waiwiku dalam wilayah kesatuan suku Marae. Pemegang kekuasaan berfungsi mengatur pemerintah secara tradisional, pelapisan tertinggi yaitu Ema Nain yang tinggal di Uma Lor atau Uma Manaran, mereka adalah raja. Lapisan berikutnya masih tergolong lapisan bangsawan (di bawah raja) yaitu Ema Dato, kemudian lapisan menengah Ema Fukun sebagai kepala marga. Lapisan terbawah dan hanya membayar upeti dan menjalankan perintah raja, bangsawan maupun lapisan menengah disebut Ema Ata (hamba). Pada masyarakat Marae lapisan sosial tertinggi disebut Loro.

Mata pencaharian orang Belu tidak beda dengan masyarakat TTU, dan TTS, yaitu menanam jagung, umbi-umbian, kacang - kacangan dan sedikit pertanian padi, serta bertenak sapi, babi. Salah satu dari sekian kebudayaan daratan Belu adalah Tarian Likurai, yang pernah memukau warga ibukota Jakarta di tahun 60-an.

Tarian Likurai dahulunya merupakan tarian perang, yaitu tarian yang didendangkan ketika menyambut atau menyongsong para pahlawan yang pulang dalam perang. Konon, ketika para pahlawan yang pulang perang dengan membawa kepala musuh yang telah dipenggal (sebagai bukti keperkasaan) para feto (wanita) cantik atau gadis cantik terutama mereka yang berdarah bangsawan menjemput para pahlawan dengan membawakan tarian Likurai. Likurai itu sendiri dalam bahasa Tetun (suku yang ada di Belu) mempunyai arti menguasai bumi. Liku artinya menguasai, Rai artinya tanah atau bumi. Lambang tarian ini adalah wujud penghormatan kepada para pahlawan yang telah menguasai atau menaklukkan bumi, tanah air tercinta.

Tarian adat ini ditarikan oleh feto-feto dengan mempergunakan gendang-gendang kecil yang berbentuk lonjong dan terbuka salah satu sisinya dan dijepit di bawah ketiak sambil dipukul dengan irama gembira serta sambil menari dengan berlenggak-lenggok dan diikuti derap kaki yang cepat sebagai ekspresi kegembiraan dan kebanggaan menyambut kedatangan kembali para pahlawan dari medan perang. Mereka mengacung-acungkan pedang atau parang yang berhias perak. Sementara itu beberapa mane (laki-laki) menyanyikan pantun bersyair keberanian, memuja pahlawan.

Konon kepala musuh yang dipenggal itu dihina oleh para penari dengan menjatuhkan ke tanah. Proses ini merupakan penghinaan resmi kepada musuh. Selain itu, para pahlawan tadi diarak ke altar persembahan yang sering disebut Ksadan. Para tua adat telah menunggu di sini dan menjemput para pahlawan sambil mencatat kepala musuh yang dipenggal itu serta menuturkan secara panjang lebar tentang jumlah musuh yang telah ditaklukkan sampai terpenggal kepalanya diperdengarkan kepada khalayak ramai untuk membuktikan keperkasaan suku Tetun.

Pada masa kini, tarian tersebut hanya dipentaskan saat menerima tamu-tamu agung atau pada upacara besar atau acara-acara tertentu. Sebelum tarian ini dipentaskan, maka terlebih dahulu diadakan suatu upacara adat untuk menurunkan Likurai atau tambur-tambur itu dari tempat penyimpanannya.

Dalam Tulisan ini , kita hendak menyelidiki sekedarnya soal asal-usul suku Belu, yang menghni hampir seluruh Kabupaten Dati II Belu. Suku Belu ini berbahasa Tetun, suatu bahasa yang sederhana dan mudah untuk di mengerti. Bahasa Tetun ini mempunyai persamaannya dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia ini. Tetapi mengenai bahasa Tetun ini kita akan bicarakan sendiri. Di sini kita akan bataskan diri pada pokok: Asal-usul Suku Belu.

Bagian pertama kita akan uraikan sebagai berikut:

Ø“  Asal-usul orang Belu menurut cerita-cerita yang diwariskan sampai sekarang di daerah Belu,” kemudian kedua:

Ø“ Asal-usul orang Belu menurut penyelidikan sarjana-sarjana Imu Bangsa-bangsa dan penyelidikan lainnya.

I.   Asal-usul orang Belu, menurut cerita-cerita yang diwariskan sampai sekarang di Daerah.

MALAKA adalah : tanah asal-usul Belu. Sedari masih kecil bila kita mendengar makoan-makoan dan orang tua-tua atau pemuka adat membawa syair Tetun HOLA LIA NAIN, maka kita sering mendengar SINA MUTI MALAKA LARANTUKA BABOE. Bila mereka menyebut nama ini, tiap orang terus tahu, yang dimaksudkan ialah : Tanah Asal Nenek Moyang Belu yang dulu berlayar dari Malaka, meninggalkan tanah airnya dan mencari tempat baru untuk dihuninya. Nenek orang suku Belu dari Malaka dalam pelayarannya ke Timor, melalui Larantuka. Berikut ini adalah kumpulan bermacam-macam cerita dari makoan-makoan dan pemuka-pemuka adat di wilayah Belu, baik berasal dari Belu utara maupun dari Belu Selatan. Ini di- kumpulkan oleh R.B.A.G. VROK LAGE SVD (±1952) dalam kerjasama dengan para makoan dan beberapa guru, antara lain Bupati Daswati II Belu sekarang (hingga tahun 1968) A.A BERWE TALLO, yang mahir berbahasa Belanda dan bertugas sebagai penterjemah untuk P. VROK LAGE.

1.Menurut Makoan-makoan dari FATUARUIN:
Mula-mula datang nenek moyang tiga bersaudara dari Malaka Likansala melalaui Larantuka (Flores) terus ke Kupang, dan dari Kupang ke Fatumea melalui Hali knain Kalilin dan terus ke Marlilu. Nama ketiga nenek bersaudara itu : NEKIN MATAUS ke Likusaen, SAKU MATAUS ke kerajaan Sonbai, dan BARA MATAUS tinggal di FATU ARUIN.

2.Cerita kedua berasal dari DIRMA:

    Menurut makoan di situ : Bei Taeko yang bertempat tingal di Malaka mengirim tiga orang anaknya lelaki yang berlayar dengan kapal ke Timor, bersama dengan pengikut-pengikutnya. Dari Sinamuti Malaka mereka berlayar melalui Betawi dan Batavia, Kalaban atau Kalabahi, Larantuka-Flores, Babo-Dilly parasa terus ke Boonaro. Mereka lalu ke Fatumea Raioan atau daerah Portugis. Ketiga putra itu bernama: 

    LOROSANGKOE, LOROBANLEO, dan LORO SONBAI. Yang pertama tinggal di Debululik atau Welaka, yang ke dua di sanleo atau Dirma, dan yang ketiga ialah LORO SONBAI, terus kebagian barat timur ialah kebagian Dawan. Kemudian membawa lima orang yang dianugerahkan Tuhan: HARE LOROK, BATAR LOROK, MELI (AIKAMELIN), LOROK dan BUI LOROK serta TORA LOROK. Kelima orang tersebut di tanam hidup-hidup dalm tanah ke sampai Timor. Dalam tempo beberapa hari saja tumbuhlah jagung, padi dua macam, jewawut atau tora, kayu cendana atau aikamelin, di kebun-kebunnya. Kesimpulannya dan cerita ini ialah jagung, padi, kayu cendana, jewawut, dibawah oleh nenek moyang itu dari tanah asal Sinamuti Malaka, dan kebun tempat lahan pertanian bagi kelima orang itu namanya TOOS KUKUN.

3.Dari NAETIMO:
Menurut makoan-makoan dari Naetimo nenek moyang pertama asalnya dari Sinamuti Malaka, melalui Larantuka atau Larantuke, Bauwoe, Parasa atau Timor Dili terus ke Lakaan dari situ terus ke Nainait. Di nainait mereka menetap. Nenek moyang itu bernama AGON dengan isterinya LURUK. Mereka mempunyai anak, dan anak-anak itu membentuk Fukun Hat atau Uma Hat yakni: Empat suku yang terkenal dengan nama RIN BESI HAT, UMA KAKALUK KMESAK, UMA FUTUHUR, UMA SUKUR SOU, dan UMA DIN DULUR. Nenek moyang pertama menemui suku asli Belu yakni : MELUS di Naijait.

4.Dari DAFALA:
Menurut Dato Katuas Tafala atau nenek moyang TITUS MORUK, nenekmoyang pertama itu dating dari Sinamuti Malaka melalui Ninobe Raihenek atau Makasar, terus ke larantukadan Bauwoe sebuah tempat di Larantuka. Tapi sebelum ke Larantuka mereka dari Makasar melalui Palu Kusu atau dekat dengan kepulauan Kei, pulau loi, pulau Abe, dan pulau Kae atau Kei. Mereka mendarat di Hale, LeonSumamar di dekat Timor Dilimereka lantas menyusur Mot aloes atau sungai Loes, terus Ke Siata mauhalek di Lasiolat. Berjalan terus ke ren Lakmau, dari situ terus Tua Lasi-Lasi Olat baru kemudian terpencar keseluruh Belu. Nenek moyang pertama umumnya mendarat dibahagian pantai utara Belu. Dikatakan pertama nenek moyang itu keluar dari batu, ini dimaksudkan mereka bertempat tinggal dalam gua-gua batu ketika belum diperdirikan rumah-rumah yang baik pada saat pertama kali orang di Belu, yang sama seperti cerita makoan-makoan di Dirma. Kedua nenek moyang pertama yang terkenal sebagai Bot Leten dan Bot kraik ialah Bei Lelar dan Bei Seran Taek, yang punya anak-anak para Lelar dan Abu Lelar serta Asa Taek dan mau Taek.

5.Dari LASIOLAT:
Menurut makoan-makoan yang mula-mula menghuni daerah Fialaran-Lasiolat sebelum kedatangan nenek moyang suku Leowes dan Asutalin dari Malaka ialah suku Melus, nenek moyang yang pertama orang Melus bernama LERA BAUK dengan istrinya bernama LENA BAUK. Mereka dianggap penduduk sli Belu sebelum datangnya suku Belu dari Malaka. Suku-suku yang datangnya dari Malaka ialah suku Leoklaran, suku Leowes, dan suku Asutalin. Dari Sinamuti Malaka mereka berlayar terus ke Larantuka –Bauboe, terus ke Hasan Maubesimendarat di Weto ke Lakaan dan dari situ ke Mota Weluli Mauhalek. Mereka menemukan seorang Melus pertama yang mendirikan rumahnya di Nawan Ruas, Aufatuk. Disebut Aufatuk karena rumahnya terbuat dari bambu dan batu. Pemuda-pemuda suku Leowes mengawini gadis-gadis dari suku Loro Bauho, bernama Balok Lorok dan Ello lorok. Mereka lalu pindah dengan anak-anaknya ke Dualasi dimana orang-orang Melus dan Asutalin sudah lebih dahulu membuat kampungnya. Dualasi kemudian mendapat nama Dualasi Sosebauk. Orang-orang pertama yang mendarat di Timor ialah Luli Luan dan Lete Luan. Asutalin juga kemudian mendarat di pantai selatan Belu. Tempatnya yang lain ialah Aidikur dari situ juga mereka ke Lakaan dan terus ke Dualasi.Dari malak Asutalin bawa serta anjing. Suku Asutalin haramm makan daging anjing dan tidak membunuhnya. Nenek moyang suku Leoklaran dating lebih dahulu dari suku Leowes, dan Asutalin dan mengalahkan suku Melus ke Tasimane lainnya dibunuh dan hanyut terbawa arus. Yang sisanya masih ada di Haliren, Aikamelin, rend an Motaain. Dalam mengalahkan suku Melus itu ada kerjasama dengan suku Leowes yang datang kemudian itu. Setelah suku Melus itu diusir dan dikalahkan oleh suku Leoklaran dan Leowes mula saling berebut kekuasaan ini, suku Leowes yang kemudian yang akhirnya menduduki tahta dan berkuasa sebagai raja diFialaran sampai kini. Caranya ialah bukan saling memerangi, melainkan dengan menguji ketangkasan dan kecerdasan saja. Siapa yang cepat makan ialah yang berkuasa dan waktu nenek moyang Leowes pergi mencari musang dihutan, nenek moyang Leoklaran disuruh memanjat pohon, dibawah pohon tertancap tombak mas, oleh nenek moyang Leowes. Entah bagaimana jadinya nenek moyang Leoklaran jatuh dari pohon dan persis perutnya tertikam pada tombak mas tadi, dengan itu nenek moyang Leowes yang berkuasa . Namun selanjutnya hubungan antara suku Leowesa dan suku Leoklaran , pun sampaikini tetap erat lebih dipererat oleh perkaeinan antara dua suku.

6.Dari ASUMANU:
Menurut makoan dari Asumanu nenek moyang pertamanya datang dari Malaka dengan sebuah kapal namanya Batarian, mendarat dipuncak Lakaan yang merupakan daratan yang muncul waktu itu dari air (agaknya yang lain masih merupakan tempat yang masih digenagi air laut). Kapten kapal itu namanya Mangelains, apakah itu yang dinamakan dengan Magelhaens??

7. Dari AITON: Menurut makoan-makoan dari Aitoun nenek moyang pertama datang dari Sina Mutin Malaka dengan tiga buah kapal:
a.Kapal yang dijuluki dengan Ro Manu Lain, Biduk Manu Lain.
b.Rokfautahan, Biduk Kfautahan
c.Ro Mara Does, Biduk Mara Does. Tempat lainnya disebut HeranBa weluli, Aitoun rua mane, Foho sabu Lakan kaisahe.

8.Dari MAUMUTIN:
Makoan-makoan maumutin menceritakan tentang asal-usulnya bahwa nenek moyang pertama datangnya dari Sina (Siam/birma) dan dari Sina MutinMalaka Melalui Larantuka Baboe, lamahala (Adonara) Lamahera (lomblen) terus ke Kamera (dekat Timor Dili). Kemudian kembali ke Lamalera untuk mengambil istri dari sana. Kemudian mereka kembali lagi ke Sina Mutin Malaka karena tidak dapat istri di Lamalera. Dimalaka mereka dapat memperoleh istri dengan kayu cendana yang dibawanya. Di Maumitin sendiri kayu cendana tidak ada karena itu kemudian nenek moyang pindah ke Maukatar didaerah bagian portugis . Untuk memperingati nenek moyang yang datang dengan tiga kapal itu, didirikan tiga foho (tugu kecil) : Foho Liurai, Foho Tahan Leki Bauk Leowalu.

9.Dari LIDAK:

Nenek moyang datang dari Sina Mutin Malaka melalui Larantuka Baboe We bau, Asufuik, Maubesi, Wehali lalu terus ke Lidak. Sumber lainnya menggatakan mereka mendarat dipantai utara Timor di Timor Dili Parasa. Dari Parasa mereka juga membawaair dan ketika mereka mendarat direceki tempat itu denga air. Mereka hanya mengetahui bahwa orang melus bertempat tinggal diSilawan. Kemudian menyusul lagi beberapa suku yang kelak akan berkuasa di Belu. Mereka datang dari Malaka nenek moyang ada tujuh pasang, empatnya tinggal di Malaka tiganya berlayar ke Timor melalui Larantuka-Bauboe, satunya tinggal di Fatumea, kedua tinggal di Leowalu (dimarae0 dan yang ketiga tinggalnya di Motaain, namanya Dasi Bada Rai.

10.Sabu Mau-Belu Mau dan Timau:

Adalah suatu yang sangat populer dikalangan penduduk Belu dan Sabu Rote ialah mengenai asal-usul mengenai nenek moyang suku Belu dan Sabu Rote. Demikian sudah dari kecil kami sudah mendengar cerita tentang Belu Mau, sabu Mau, dan Ti Mau dari orang tua dan kakek kami. Ketiga nenek ini adalah beradik kakak. Sabu Mau dan Ti Mau bersama dengan seluruh keluarganya berlayar dengan kapal ke Timot dan mendarat di bagian utara Belu yakni di teluk Gurita (di Atapupu) yang turun kedarat untuk mencari tempat tinggal baru di daerah Belu sekarang ialah Belu Mau dengan keluarganya. Sedang kedua nenek Sabu dan Ti Mau berlayar terus kearah barat Timor, menyususr pantai untuk mencari tempat tinggalyang baru dan tempat dan untuk di milikinya. Tapi sebelum ketiganya berpisah, diadakan perjanjian berikut : “Bila kelak mereka bertemu kembali atau anak-anak maupun turunan mereka, tidak boleh saling mengawini, tidak boleh saling berperang, saling mnerima dan menganggap sebagai kakak-beradik atau saudara-saudari sekeluarga saja”. Perjanjian ini masih di ingat samapai dengan saat ini, meskipun masih ada praktek kawin mwin sudah sering terjadi antara suku Belu dan suku rote. Untuk saling memerangi atau berkelahi sampai sekarang ini, masih tetap dihindarkan mengingat perjanjian ketiga nenek bersaudara tadi.

II. Asal-usul suku Belu (Sabu – Rote) menurut penyelidikan
Ahli-ahli Ilmu Bangsa-bangsa dan Ahli-ahli lainnya.
Sudah banyak ahli-ahli yang menyeliki suku Belu (dan Rote), disamping penyelidikan – penyelidikan utama, seperti: Grijzen, H.J. (mededeelingen Omret Beloe of midden Timor. V.B.G., Batavia, vol.54, Bag.III) dan vrok lege. B.A. (1953) : Ethnogogihie der Belu in zentral Timor, Leiden, dalam 3 jilid. Dalam menyelidiki Suku Belu mereka dari pandangan yang hampir serupa. Demikian seperti :

1. Heijmering G. (Geschiedenis van Timor, 1847, vol. 9, bagian III, pg. 1 – 62 dan 121 -232), dan veth, P.j. (Het eiland Timor, De Gids, Amsterdam, Vol.19. Bgn. I, pg. 545 – 611 dan 695 – 737 : bgn. 55 – 100), dalam tahun 1985”, dan juga Bastian A. (1885 – Timor Und Umliegende Inseln. in Indonesian oder die inseln des Malayischen Archipels, Berlin, Lieferung 2, pg. 1 -31). ketiga penyelidik itu berpendapat bahwa, bahwa ada perbedaan yang nyata antara suku Belu dan suku asli Timor : susku Atoni. menurut mereka suku Atoni lebih mirip dengan orang Papua, sedang suku Belu punya kesamaan yang besar dengan penduduk di bagian barat indonesia.

2. Menurut pandangan-pandangan antopolog modern : Timor serta pulau-pulaunya adalah suatu daerah peralihan di mana bertemu dan saling pengaruh antara komponen ras Melayu Indonesia denganras Melanesia (in sensu lago). Agaknya suku marae dan kemak menunjukkan elmen Melanesia yang lebih tua, dari pada suku Belu dan Sabu Rote yang baru masuk kemudian di Timor. Suku Belu dan Rote nyatanya memiliki tempat tinggi yang paling tampan, ditanah rata sepanjang pantai dan terus ke pedalaman, namun di sepanjang lembah sungai lalu sepanjang jalan. Antropolog-antropolog sependapat bahwa unsur Melanesia nampak sangat kuat pada penduduk asli Timor : suku Atoni di Dawan (orang pegunungan yang jumlahnya kira-kira 300.000 penduduk mendiami daerah-daerah pegunungan Timor Indonesia. Tokoh badan mereka agak berlainan dengan tetangga-tetangganya: suku Belu-Sabu-Rote dan Kemak Marae. Mereka agak pendek dengan bentuk tengkorak Brachichepel (tengkorak pendek) dengan warna kulitnya coklat kehitam-hitaman, rambutnya keriting, sangat mirip orang-orang papua. (cf. ormeling, F.J. Dr. The Timor problem, 1957 hal. 66-67).

3. Menurut penyelidikan Biljmer, H.J.T. (outlines of Antropology of the Timor Archipelago, Weltevreden-Batavia, 1929, pg. 92-92-95—97-99), bahwa pada individu-individu suku bangsa Belu nampak ciri-ciri ras Negroit secara berdampingan atau campur baur. Sedangkan pda suku Atoni (dawan) nampak ciri-ciri Melanesoit dan Australoid. Dia berkesan bahwa pada suku Atoni ia tidak rasa lagi bahwa ia di antara orang Melayu. Mereka merupakan kesatuan. Dia menyelidiki juga suku Manggarai dan mendapatkan adanya ciri khas tipe semitis pada mereka. Pada suku Ngada terdapat tipe Melanesoid. Pada suku Adonara (dan Flotim) ada tipe semitis, Negroid dan Papua. Demikian Biljmer.

4. Menurut nona Keers W. (an Antropological Survey of the estern litllesunda island Mededeelingen no. 74 diterbitkan oleh Koninklijke verehining indisch institut, Amsterdamtahn 1948) bahwa ciri-ciri Melanesia agaknya tersebar dibanyak tempat di Timor. Tetapi yang dianggapnya utama ialah apa yang dinamakan proto Melayu yang besar pengaruh di Timor. Tapi yang dianggapnya utama ialah apa yang dinamakan Elemen proto Melayu, yang bear di Timor, dan rasini yang membentuk penduduk sekarang juga. Inilah juga pendapat Biljmer (1929) dan Lamres (1948) yang memastikan bahwa unsur Melayu yang lebih muda benar-benar terdapat di daerah Belu selain unsur Melanesia.

5. Mengenai suku Marae dan Kemak, yang ada di Belu Menurut Grijzen (1904) kira-kira mereka sudah tinggal lama di Belu.

6. Menurut Nona Keers (1948) susku Marae Kemak, yang ada di Belu berbeda dengan suku Melayu Indonesia karena frekwensi yang tinggi dan tengkorak kepala yang berbentuk Delichecephalik (tengkorak lonjong) dan tokoh badan yang jauh lebih tinggi.

7. Menurut Capel (1944) bahwa Buna(bahasa Marae) mirip sekali dengan bahas-bahasa papua. Sedang menurut Nona Keers 91948) susku Kemak punya pertalian erat dengan suku Marae. Bahasanya mirip sekali dengan bahasa Buna (caell 1944).

8. Mengenai suku Rote-Sabu seperti telah di katakan tadi seasal dengan suku Belu. Mereka datang berkelompok-kelompok, lain turut Flores lainya lagi via Timor. Tanah asalnya pulau Seram (?) menurut ten Kate (1849) bahasa dan kebudayaan Rote sama dengan Belu. Hanya Rote mempunyai unsur Melayu lebih kuat.

9. Terra (1953) punya anggapan bahwa yang mula-mula punya usaha sawah dan ladang ialah suku Belu.

10. Dalam ENCHIKLOPEDIA VAN NEDERLANDS OOST INDIE IV LEIDEN, 1921 pda halaman 323, dibahas juga tentang penduduk dari Malaka melalui Sulawesi-Flores (larantuka) terus ke Timor. Juga tentang adat-istiadat Belu dan keadaandaerahnya.

11. H.K.J. Cowan (1963) menyelidiki, bahwa bahasa Buna termasuk salah satu bahasa Irian Barat. Diantara lain menyebut beberapa kata seperti (n) iri, su, batohul, bi, pana, per, nei, ei, yang mirip betul dengan kata-kata dalam bahasa Irian Barat. (cf. Eydarg. T.,1. en volk, jgr. 1963, pg 387 - 400) sedang Louis Berthe (1959) dalam penyelidikannya di Lamaknen mendapat kepastian juga bahwa dalam bahasa Buna terdapat kata-kata yang mirip dengan kata-kata Melayu purba (Deutero Melayu). (cf. Eydarg. T.,1. en volk, 1959, pg 336 dan seterusnya).

12. Abdul Hakim (1961), juga memuat karangannya tentang Timor, di dalamnya dituliskan tentang apa yang didengarnya sendiri mengenai asal-usul orang Belu yang datang dari Malaka dan adat istiadatnya di Timor, di Belu khususnya.

 


Pelajaran Bahasa Indonesia Bab 3

5 Keistimewaan Umat Muslim

  5 Keistimewaan Umat Muslim oleh Muh. Hasyim Pada hakikatnya Allah swt menguji keimanan itu sendiri kepada setiap orang muslim agar mereka ...