Selasa, 22 September 2020

Pengetahuan Bahasa Indonesia

 

KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF EKSPOSISI SISWA KELAS X Alam-2 SMA NEGERI 1 ATAMBUA 

Oleh : Muh Hasyi

ABSTRAK      

Guru tidak cukup dengan metode tapi butuh alat peraga sebagai penyampai informasi kepada peserta didik atau siswa. Pohon ilmu yang dijadikan alat peraga oleh penulis dalam menyajikan materi tentang menganalisis unsur struktur, isi, dan kebahasaan dari teks eksposisi mampu membuat peserta didik cepat memahami materi pelajaran.

KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF EKSPOSISI SISWA KELAS X Alam-2 SMA NEGERI 1 ATAMBUA Muh Hasyim mhasyim20@gemail.com    

Penelitian dilatarbelakangi belum adanya peneliti yang melakukan penelitian secara khusus tentang menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua. Masalah penelitian ialah bagaimanakah kemampuan menulis paragraf  eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua. Penelitian bertujuan mendeskripsikan kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua. Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode deskriptif kuantitatif. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa siswa kelas x alam-2 SMA Negeri 1 Atambua berkategori mampu secara individual mencapai 20 responden (62,5%), sedangkan yang tidak mampu secara individual mencapai 12 responden (37,5%), sehingga kemampuan menulis paragraf eksposisi kelas X  Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua tergolong tidak mampu. Aspek penggunaan kata penghubung antarklausa dikategorikan tidak mampu. Bukti yang kongkret 30 responden atau 93,75, pembahasan bersifat logis 32 responden atau 100%.

Kata kunci: Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Sesuai hasil pertemuan kepala sekolah dengan dewan guru SMA Negeri 1 Atambua awal  Juni 2018. Saya  termasuk  di antara 5 orang guru smansa Atambua yang dipilih menjadi guru imbas. Ini merupakan komitmen dari fasilitator daerah, kepala sekolah, dan pengawas serta pejabat UPT Belu Malaka, dan TTU NTT setelah mengikuti kegiatan program pemerataan mutu guru pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus di Makassar.

Saya Muh Hasyim, S.Pd selanjutnya disebut penulis mewakili rumpun Bahasa Indonesia, Cyprianus Mau, S.Pd M.Ed  rumpun Bahasa Inggeris, Dominngus Berek, S.Pd rumpun  Geografi, Nurwahidah, S,Si M.Pd rumpun Matematika, Viktoria M. A. Triastuti, S.Pd rumpun Biologi. Kami dipilih sebagai guru imbas dengan Fasilitator Daerah Laurensia Miin, S.Pd.  dari SMA Negeri 1 Atambua. Fasilitator Daerah selanjutnya ditulis sebagai fasda.

Di bawah fasda, kami melakukan pertemuan pertama bersama guru imbas terpilih dari SMKN 1 Atambua dan SMA Katholik Suria Atambua di UPT Wilayah II Belu Malaka TTU. Guru imbas dari kedua sekolah tersebut didampingi masing-masing oleh fasdanya. Pertemuan saat itu, hari Jumat pukul 16.15 wita sampai dengan pukul 18.15 wita dipimpin oleh pimpinan UPT Wilayah II Belu Malaka TTU Bapak Aleks bersama Bapak Marianus Antoni Kepala SMA Negeri 1 Atambua di ruang kerja kantor UPT Wilayah II Belu Malaka TTU.

Dalam pertemuan itu, disepakati masing-masing guru imbas mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba kreasi guru mata pelajaran tahun 2018. Selain itu, disepakati pula dalam membuat kreasi disesuaikan dengan memilih salah satu RPP terintegrasi literasi.

Berdasarkan hasil kesepakatan itu, atas petunjuk kepala sekolah dan fasda, saya mulai melakukan persiapan. Persiapan pertama menyusun perangkat pembelajaran  kelas X K13. Tepatnya awal bulan Juli 2018  perangkat saya ditandatangai kepala sekolah. 

K13 (Kurikulum 2013) tidak lazim di telinga kita. Tapi untuk mengeksekusi di kelas bagi saya baru pertama mau memulai. Karena selama 3 tahun terakhir ini saya mengajar menggunakan K06 atau KTSP. Tentu kita sama mengetahui antara K06 dan K13 berbeda. Berbeda dalam penyajian materi, jenis tagihan, penilaian, dan lainnya.

Berangkat dari baru memulai menggunakan K13 ini, setelah liburan sekolah masuk, saya mencoba menyeleksi kembali beberapa KD dalam perangkat yang sudah disusun.

KD yang terseleksi rata-rata berbicara tentang teks. Contohnya teks lho, teks eksposisi, teks anekdot, dan lain-lain. Saya berpikir bagaimana cara menyajikan materi yang berkaitan dengan KD itu supaya siswa dapat memahami dengan mudah.

Sedang dalam pencarian, fasda juga mengundang guru imbas untuk bertemu menentukan KD dan bentuk kreasi yang terintegrasi literasi. Ketika ditanya oleh fasda, kreasi apa yang akan diikutkan dalam lomba, saya secara spontan menjawab pohon unik. Selanjutnya atas usul saran dari teman serumpun MGMP Bahasa Indonesia Dra Rita Utami, pohon unik cocok digunakan sebagai alat peraga untuk KD yang berbicara tentang teks. Hanya kalau boleh namanya bukan unik tapi ilmu. Maka selanjutnya saya menamakan pohon unik itu menjadi pohon ilmu sebagai alat peraga untuk mata pelajaran bahasa Indonesia kelas x semester satu.

Kajian Pustaka

Pengertian Menulis

Dalman (2012: 4) menulis adalah proses penyampaian pikiran, angan-angan, prasaan dalam bentuk lambang/tanda/tulisan yang bermakna. Dalam kegiatan menulis terdapat suatu kegiatan merangkai, menyusun, melukiskan suatu lambang/tanda tulisan berupa kumpulan huruf yang membentuk kata. Kumpulan kata membentuk kelompok kata atau kalimat, kumpulan kalimat membentuk paragraf, kumpulan paragraf membentuk wacana atau paragraf yang utuh dan bermakna. Menulis pada hakikatnya adalah kegiatan menuangkan gagasan tanggapan, pendapat, perasaan, kegiatan dan kemauan serta informasi ke dalam kebahasa tulis kemudian mengirimkannya kepada orang lain (Syafi’ie, 1988: 45).

 Suparno (2002: 13) mengemukakan bahwa menulis dapat didefinisikan sebagai satu kegiatan penyampaian pesan atau komunikasi dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat medianya. Dengan menulis manusia dapat mengungkapkan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuannya.

Proses Menulis               

Menurut (Pujiono Setyawan 2013: 5), Selama proses menulis, seseorang perlu serangkaian aktivitas yang melibatkan beberapa fase. Fase-fase tersebut yaitu: tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap pascapenulisan.

Pengertian Paragraf

 Paragraf menurut Gani 2013: 21) merupakan bagian-bagian paragraf yang terdiri dari kalimat-kalimat yang berhubung-hubungan secara utuh dan padu serta merupakan kesatuan pikiran. Di bidang bentuk pada umumnya paragraf terdiri dari sejumlah kalimat, atau dengan kata lain merupakan kumpulan dari sejumlah kaliamat meskipun ada juga yang hanya terdiri dari satu kalimat atau satu kata, misalnya kalimat penutup pada surat yang sering hanya berupa kata terima kasih. Sejumlah kalimat itu kait-mengait sehingga membentuk suatu kesatuan. Di bidang makna, paragraf itu merupakan suatu informasi yang memiliki ide pokok sebagai pengendalinya (Ramlan, 2013: 22).

Jenis Paragraf               

Menurut Dalman (2012: 93) ada lima jenis paragraf yaitu sebagai berikut:

1.Paragraf Bahasan (Argumentasi)

2.Paragraf Pelukisan (Deskripsi)

3.Paragraf Kisahan (Narasi)

4.Paragraf Bujukan (Persuasi)

Paragraf Paparan (Eksposisi)

 Menurut Gani A. Ramlan (2014: 104) eksposisi artinya paparan, dengan paparan penulis menyampaikan suatu penjelasan dan informasi. Setelah membaca, seseorang akan mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh penulis dalam paparan tersebut.

Oleh karena itu, paragraf eksposisi adalah paragraf yang bersifat menginformasikan, menerangkan, menjelaskan, atau memaparkan sebuah benda, gagasan, atau ide.

Ciri-ciri Paragraf Eksposisi

Menurut E. Kosasih, (2008: 106) dalam paragraf eksposisi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Penjelasannya bersifat informasi

2) Pembahasan masalahnya bersifat objektif

3) Tidak mempengaruhi pembaca

4) Penjelasannya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret (tidak mengada-ada)

5) Pembahasannya bersifat logis dan sistematis.

Pembelajaran Menulis Paragraf Eksposisi di SMA Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di SMA Negeri 1 Atambua ditemukan bahwa ternyata pembelajaran menulis paragraf eksposisi dipelajari di Kelas X pada semester I. Pembelajaran menulis paragraf eksposisi tersebut umumnya mengacu pada KTSP yang diterbitkan oleh Depdiknas. Pembelajaran menulis paragraf eksposisi diajarkan secara khusus yang bergabung dengan pokok bahasan menulis paragraf deskriptif dan naratif. Dalam penelitian ini hanya terfokus pada menulis paragraf eksposisi sebagai objek penelitian. Salah satu bahan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang perlu dicermati dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah pembelajaran menulis khususnya paragraf eksposisi. Pembelajaran menulis paragraf eksposisi dalam KTSP di kelas X dipelajari pada semester I dengan standar kompetensi mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, dan eksposisi). Dari standar itu kemudian dijabaran dalam kompetensi dasar yakni menulis gagasan secara logis dan sistematis dalam paragraf eksposisi. Keterampilan menulis teks eksposisi diajarkan kepada siswa dengan tujuan agar siswa mampu menulis teks eksposisi dengan bahasa yang baik dan benar, koheren sesuai dengan karakteristik teks. Adapun indikator sebagai berikut: (1) mendaftar topik yang dapat dikembangkan menjadi paragraf eksposisi, (2) mengembangkan paragraf eksposisi, (3) menggunakan kata penghubung antarklausa (dan, kalau, karena,tetapi, seperti, dengan, dll.) dalam paragraf eksposisi, (4) menyunting paragraf eksposisi yang ditulis teman. Pembelajaran paragraf eksposisi dilaksanakan sebanyak dua kali atau sebanyak 180 menit (4 x 45 menit). Adapun aspek-aspek yang dinilai dalam paragraph eksposisi yaitu (1) Aspek penjelasannya bersisafat informasi (2) tidak mempengaruhi pembaca (3) menggunakan kata penghubung antar klausa (4) penjelasannya dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret (5) pembahasannya bersifat logis.

Pohon ilmu adalah pohon kreasi guru (Muh Hasyim) sebagai alat peraga mengajar  membantu pemahaman peserta didik (SMA Negeri 1 Atambua) terhadap sajian materi. Mengikuti lomba inovasi guru di daerah 3T 2018.

MASALAH

Ada kesulitan yang dihadapi dalam mengaktualisasikan  beberapa kompetensi dasar yang disajikan di semester 1 untuk kelas x. Misalnya teks lho, teks eksposisi, dan sejenisnya.

Belum pernah menyajikan materi dalam bentuk teks, sehingga penulis belum mempunyai bayangan untuk menyajikan materi dimaksud. Ditambah lagi fasilitas pendukung seperti buku paket atau buku cetak Bahasa Indonesia kelas X di perpustakaan terbatas. Sementara jumlah siswa kelas X SMA Negeri 1 Atambua untuk tahun pelajaran 2018/2019 432 siswa. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah buku paket atau buku cetak kelas X yang hanya berjumlah kurang lebih 160 eksemplar.

Bukan hanya itu, ditambah lagi kebiasaan siswa di Belu dikenal dengan malas bertanya ketika diberi kesempatan untuk bertanya oleh guru. Tetapi siswa tidak mau mendapat nilai kurang dan harus naik kelas.

Kebiasaan malas bertanya terbawa dari kelas-kelas sebelumnya waktu di SD dan SMP. Selain itu, siswa kadang malu bertanya karena konstruksi kalimatnya terpengaruh dengan bahasa pertama atau bahasa ibu. Kemungkinan juga karena kurang banyak menguasai kosa kata.

Sudah malas bertanya, kurang rajin membaca buku sumber dan buku penunjang tapi mau mendapat nilai baik dan naik kelas.

Bertolak dari uraian masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut.

Model alat peraga yang bagaimana yang mampu mengaktualisasikan KD-KD yang terintegrasi dengan literasi agar siswa lebih mudah memahami materi yang disajikan.

 

 

TUJUAN

Penulis memilih alat peraga yang diberi nama pohon ilmu dengan alasan berikut ini.

Pembuatan pohon ilmu sebagai alat peraga mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan:

1.        Menyebarluaskan alat peraga hasil kreasi guru untuk menginspirasi sesama guru di daerah 3T dalam rangka penyebaran mutu pendidikan.

2.        Mengembangkan sikap  komunikatif, sosial, tanggungjawab dan sikap kreatif sebagai konsekuensi pendidikan yang berkarakter .

3.        Mendorong kegiatan siswa agar lebih cepat  memahami materi yang disajikan oleh guru.

 

Pemakaian alat peraga merangsang imajinasi anak dan memberikan kesan yang mendalam dalam mengajar, panca indra dan seluruh kesanggupan seorang siswa perlu  dirangsang, digunakan dan dilibatkan. Sehingga  tak hanya mengetahui, melainkan dapat memakai dan melakukan apa yang dipelajari. Panca indera yang paling umum dipakai dalam mengajar adalah “ mendengar” melalui pendengaran, anak mengikuti peristiwa-peristiwa dan ikut merasakan apa yang disampaikan. Seolah-olah telinga mendapatkan mata. Anak melihat sesuatu dari apa yang diceritakan.

Namun ilmu pendidikan berpendapat, bahwa hanya 20% dari apa yang didengar dapat diingat kemudian hari. Seiring dengan apa yang pernah penulis baca dari tulisan Henry Guntur Tarigan tentang pemengaruh menyimak atau mendengarkan hingga 60%.

Kesan yang lebih dalam dapat dihasilkan jikalau apa yang diceritakan langsung “dilihat melalui sebuah gambar “. Dengan demikian, melalui” mendengar “ dan “ melihat” akan diperoleh kesan yang jauh lebih mendalam. 

Manfaat penggunaan alat peraga bagi guru dan siswa

a). Bagi Siswa di antaranya adalah:

1.        Memusatkan perhatian siswa;

2.        Menarik minat siswa untuk belajar;

3.        Mempermudah penguasaan materi pelajaran;

4.        Merangsang daya fikir dan nalar siswa;

5.        Meningkatkan daya imajinasi dan kreatifitas siswa.

b). Bagi Guru di antaranya adalah:

1.             Mempermudah penyampaian materi pelajaran yang bersifat abstrak;

2.             Memperluas cakupan materi pelajaran;

3.             Mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran;

4.             Menciptakan suasana pembelajaran kondusif;

5.             menghindari pembelajaran verbalisme;

6.             menciptakan pembelajaran efektif dan efisien.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Deskriptif yaitu mendeskripsikan data penelitian secara objektif tentang kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua, sedangkan kuantitatif maksudnya data yang terkumpul diolah berdasarkan prinsip-prinsip statistik. Ditinjau dari jenisnya, penelitian ini dikategorikan peneltian sekolah. Dikatakan demikian, karena data penelitian ini diperoleh di sekolah dengan keterlibatan langsung peneliti ke sekolah tempat penelitian.

 

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada rentang waktu bulan Agustus sampai dengan September 2019. Perencanaan dimulai dari minggu ke-2 Agustus, kemudian tindakan siklus I dan II dilaksanakan pada minggu ke-3 Agustus sampai awal September 2018, dilanjutkan dengan penyusunan laporan dan seminar yang diperkirakan pada selesai minggu ke-2 bulan September. 

 

Tempat Penelitian

Mengingat peneliti adalah salah satu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas X, maka penelitian ini dilaksanakan di kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua Tahun Pelajaran 2018/2019.

 

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan ( filed research). Yaitu peneliti terlibat langsung ke lapangan atau sekolah tempat sampel guna memperoleh data penelitian.

 

 

Populasi

Populasi menurut Arikunto (2013: 65) adalah keseluruhan subjek penelitian, maka populasi penelitian penulis menyesuaikan dengan keadaan yaitu hanya siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua Tahun Pelajaran 2018/2019.

Tabel 3.2.1 Sebaran Sampel Kelas X   SMA Negeri 1 AtambuaTahun Ajaran 2018/2019

NO.

KELAS

JUMLAH

1

X Alam-1

35

2

X Alam-2

33

3

X Alam-3

34

4

X Alam-4

34

Jlh

                    Empat Kelas

136

Sumber: Kepala Tata Usaha SMA Negeri 1 Atambua

 

Sampel Penelitian

Arikunto (2001: 23 mengatakan bahwa jika jumlah populasi lebih dari 100 orang maka yang menjadi sampel 10 atau 15% dari total populasi, akan tetapi jika jumlah populasi kurang dari 100 orang, maka seluruh populasi akan menjadi sampel dalam penelitian.

Berdasarkan pendapat di atas, maka teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel bukan total sampling. Maksudnya  tidak seluruh populasi akan menjadi sampel dalam penelitian ini tetapi hanya siswa kelas x Alam-2.

Untuk lebih jelasnya keadaan sampel dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.2.2 Sebaran Sampel Kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua Tahun Ajaran 2018/2019

NO.

NIS

NAMA

1

11991

ABEL JOHANES NGONGO

2

11994

ADRIANO DANIEL KOLO

3

12006

AGUSTINUS DEDEMUS SERAN

4

12015

ALGONIUS DENY SERAN

5

12025

ANASTASIA ADRIANI DE ROSARY

6

12050

ARKAJAEL JERIANUS SEDA WEA

7

12064

BEATRIS OLIVEIRA

8

12067

BERGITA CENDANA TIARA PUSPARANI

9

12068

BERNADETHA EMANUELA BESIN

10

12072

CARLOTA ANGELA MARICI LAU

11

12073

CAROLA ANUGRAH PUTRI BERE

12

12085

CLAUDIA ZYTA TOBU

13

12125

FARDINAL PRATAMA PUTRA

14

12165

IMANUEL JANUAR SOARES

15

12176

JELITA DO SANTOS

16

12184

JONIA IMACULADA DA COSTA SOARES

17

12192

JULIAN KARTIKA EDRIS SANTOSO

18

12216

LUDOVIKUS ANDRIAN TAHU

19

12224

MARIA ANGELIKA DJAGA

20

12245

MARIA GRACIA OUF

21

12248

MARIA KARANI SAPUTRI

22

12266

MARIA YOSEF USBOKO

23

12273

MARSELINA DEVITA MANEK

24

12278

MAYA TRIANA SIAMA

25

12288

MONICA ALVES

26

12314

PUTRI FEBRIANI

27

12357

SOFRONIA MARSIANA SERAN

28

12362

STEVANIA KLARITA PRIMA LAKU LOI

29

12363

SYAHRUL MUBARAKH

30

12365

TESA MARGARETHA TEHE NUBEIN

31

12378

VIENNYE WILHELMINA DJAWA

32

12384

WILLIAM FLORISTIO ORIONY MALI

33

12410

YULIANTO ARDI WUNGGU BELEN

34

12414

YUNUS VALENTINO NABUASA

Sumber: Kepala Tata Usaha SMA Negeri 1 Atambua

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan menulis paragraf. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa, selanjutnya siswa diberikan tugas menulis paragraf. Sebelum  menulis paragraf, terlebih dahulu siswa menulis kerangka paragraf yang berkaitan dengan topik. Tes ini dilakukan dalam satu kali pertemuan selama 90 menit atau 2 x 45 menit (2 jam pelajaran). Panjang paragraf minimal 4 paragraf atau minimal 100 kata. Topik paragraf yang telah disediakan yaitu:

1.Pengolahan sampah di lingkungan tempat tinggal anda

2.Menjaga kebersihan lingkungan sekolah

 

Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari hasil tulisan siswa setelah terkumpul, diolah untuk menentukan tulisan yang bercorak, setelah itu, diamati sesuai dengan aspek yang diteliti.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan seperti berikut ini.

1.      Peneliti mengumpulkan siswa dalam ruangan kelas.

2.      Peneliti menyiapkan tema paragraf yang akan disusun menjadi sebuah paragraf eksposisi.

3.       Siswa menyiapkan alat-alat tulis yang mendukung kegiatan menulis paragraf.

4.      Peneliti membagikan instrument kepada siswa

5.      Peneliti memberikan kesempatan siswa untuk bertanya tentang petunjuk instrument.

Siswa diberi kesempatan untuk menulis paragraf eksposisi berdasarkan tema yang dipilih di pohon ilmu. Topik dan kata-kata kunci yang telah disiapkan diisi dalam daun pohon ilmu. Kemudian siswa secara bergantian dari tiap kelompok maju dan memilih topik. Topik yang dipilih dijadikan bahan untuk menulis karangan sesuai kerangka yang telah dibuat. Selanjutnya secara individu mulai menulis karangan eksposisi sesuai kriteria yang diberikan guru.

6.      Setelah waktu yang diberikan selesai, lembar kerja siswa dikumpul.

7.       Peneliti yang juga guru memeriksa lembar kerja siswa.

 

Teknik Penilaian

Tulisan siswa, dalam penelitian ini dinilai dengan menggunakan skor.

Selanjutnya, model penilaian tersebut disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.5 Skor Penilaian

No

Aspek Peniaian

Hal Yang Dinilai

Nilai

Skor Maksimal

1

Aspek penjelasannya bersifat informasi

 

Semua kalimat bersifat informasi

3

3

Terdapat 1-2 kalimat bersifat informasi

2

Terdapat 3 atau lebih kalimat tidak bersifat informasi

1

2

Aspek tidak mempengaruhi pembaca

Semua kalimat tidak mempengaruhi pembaca

 

3

 

 

3

Terdapat 1-2 kalimat tidak mempengaruhi pembaca

2

Terdapat 3 atau lebih kaliamat tidak mempengaruhi pembaca Terdapat 3 atau lebih kaliamat tidak mempengaruhi pembaca

 

1

 

3

Aspek menggunakan kata penghubung antar klausa

Paragraph yang ditulis menggunakan kata penghubung secara tepat

3

3

Terdapat 1-2 yang tidak tepat penggunaan kata penghubung antarklausanya

2

Terdapat 3 atau lebih yang tidak tepat penggunan kata penghubung antarklausanya

1

4

Aspek penjelasannya dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret

Semua penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret Semua penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret

3

3

Terdapat 1-2 penjelasanya tidak dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret

2

Teradapat 3 atau lebih penjelasannya tidak dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret

1

5

Aspek pembahasannya bersifat logis

Semua pembahasannya bersifat logis

3

3

Terdapat 1-2 pembahasannya ditulis tidak logis Terdapat 1-2 pembahasannya ditulis tidak logis

2

Teradap 3 atau lebih pembahasannya tidak logis

1

 

Jumlah Skor Maksimal

15

Sumber: SMA Negeri 1 Atambua

 

Teknik Analisis Data

 Data-data yang terkumpul dari hasil penelitian, selanjutnya diolah dan ditabulasi berdasarkan klasifikasi skor masing-masing siswa. Selanjutnya, data-data yang ditemukan diuraikan secara deskriptif dengan menggunakan teknik presentase sesuai dengan prinsip statistik. Tingkat kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa mengacu pada kemampuan, yaitu suatu anggapan bahwa secara individual siswa dianggap mampu apabila memiliki penguasaan minimal 75% dari setiap aspek yang dinilai sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Untuk mengetahui kategori kemampuan menyusun paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua digunakan rumus dengan membagi perolehan skor yang diperoleh siswa dengan jumlah keseluruhan skor (maksimum) dikali 100%. Rumus yang digunakan untuk menentukan persentase ketuntasan siswa secara individual adalah:

KI= jumlah skor yang diperoleh x 100%

      Jumlah skor maksimal

(Sumber: SMA Negeri 1 Atambua)

Rumus yang dipakai untuk menentukan ketuntasan pembelajaran siswa secara klasikal adalah:

KK= jumlah siswa yang secara individual memperoleh persentase ≥75x 100%

       Jumlah keseluruhan siswa

(Sumber: SMA Negeri 1 Atambua)

Dari persentase yang diperoleh, baik untuk kemampuan siswa secara individual maupun secara klasikal selanjutnya diacukan pada penilaian yang telah ditetapkan untuk menentukan kemampuan siswa. Untuk lebih jelasnya berikut adalah tabel penilaian kemampuan.

Tabel 3.6 Kriteria Kategori Kemampuan

KATEGORI KEMAMPUAN

RENTANGAN SKOR KESELURUHAN

PERSENTASE KEMAMPUAN RESPONDEN

Mampu

12-15

80%-100%

Tidak mampu

1-11

6,66%-73,33%

 Sumber: SMA Negeri 1 Atambua

Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Siswa dikatakan mampu apabila responden mencapai skor 12-15, atau persentase kemampuan responden 80% - 100%

 2. Siswa dikatakan tidak mampu apabila responden mencapai skor 1-11, atau persentase kemampuan responden 6,66% - 73,33%

Hasil Penelitian

Dalam bab ini disajikan hasil penelitian. Hasil penelitian tersebut berkaitan dengan tujuan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan kemampuan menulis paragraf eksposisi Siswa Kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua. Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif yang disajikan dalam tiga tahap. Tahap pertama, penyajian deskripsi hasil penelitian skor secara keseluruhan yang dicapai oleh siswa dalam menulis paragraf eksposisi dengan menggunakan rumus kemampuan. Tahap kedua, penyajian pada setiap aspek. Aspek yang dimaksud sesuai dengan aspek penilaian dalam penelitian ini yakni:(1) penjelasannya bersifat informasi, (2) tidak mempengaruhi pembaca, (3),pembahasan bersifat logis (4), penjelasannya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan (5) pembahasanya berifat logis. Tahap ketiga penyajian deskripsi hasil penelitian pada nilai yang diperoleh seluruh aspek untuk memperoleh rata-rata hasil yang dicapai pada penulisan paragraf eksposisi. Dalam penelitian menulis paragraf  eksposisi kelas X Alam-2 di SMA Negeri 1 Atambua yang menjadi subjek penelitian ini dilakukan dengan perencanaan dan pelaksanaan yang matang. Peneliti dan supervisor sebagai guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia di SMA Negeri 1 Atambua di kelas X saling bekerja sama dengan baik untuk menyukseskan penelitian ini.

Deskripsi Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan perolehan skor berdasarkan kemampuan menulis paragraf  eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA negeri 1 Atambua dapat dilihat pada tabel perolehan skor secara menyeluruh berikut ini.

Tabel 4.1 Hasil Perolehan Skor Total Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi Siswa Kelas X Alam-2 SMA Negeri  1 Atambua

no

urut

aspek

pbi

aspek

tmp

aspek

mkpa

aspek

pdbk

aspek

pbl

total

skor

presentase

%

ketegori

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1

2

2

3

2

3

12

80%

mampu

2

2

3

2

3

2

12

80%

mampu

3

3

2

2

3

2

12

80%

mampu

4

2

3

3

2

2

12

80%

 mampu

5

3

2

3

3

2

13

86%

mampu

6

2

2

3

3

2

12

80%

mampu

7

2

3

3

3

3

14

93%

mampu

8

3

3

2

3

3

14

93%

mampu

9

2

2

3

3

2

12

80%

mampu

10

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

11

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

12

2

3

3

3

3

14

93%

mampu

13

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

14

2

2

3

2

3

12

80%

mampu

15

3

3

3

2

3

14

93%

mampu

16

2

3

2

2

2

11

73%

tidak mampu

17

3

3

2

3

3

14

93%

mampu

18

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

19

3

3

3

2

3

14

93%

mampu

20

2

3

3

3

2

13

86%

mampu

21

2

3

3

3

2

13

86%

mampu

22

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

23

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

24

3

2

3

2

3

13

86%

mampu

25

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

26

2

3

2

3

3

13

86%

mampu

27

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

28

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

29

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

30

3

3

3

3

3

15

100%

mampu

31

3

3

3

2

2

13

86%

mampu

32

2

2

3

2

3

12

80%

mampu

33

2

2

2

2

2

10

66%

tidak mampu

34

2

2

2

2

2

12

80%

mampu

 

TM 

:

Tidak Mampu

M 

:

Mampu

PBI 

:

Pembahasan Bersifat Informasi

TMP 

:

Tidak Mempengaruhi Pembaca

MKPA 

:

Pembahasan bersifat logis.

PDBK 

:

Penjelasan Dinyatakan dengan Bukti-bukti yang Kongkret Penjelasan Dinyatakan dengan Bukti-bukti yang Kongkret

PBL

:

Pembahasan Bersifat Logis. Pembahasan Bersifat Logis.

 

 Berdasarka hasil penelitian yang terlihat pada tabel 4.1 tersebut, diperoleh informasi bahwa:

1.      Sebanyak 32 responden atau 94,11% tergolong kategori mampu dalam menulis paragraf eksposisi dengan memperhatikan penjelasanya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, pembahasan bersifat logis, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis dengan rincian, 12 responden memperoleh skor 15 atau mencapai kemampuan 100%, 6 responden memperoleh skor 14 atau mencapai kemampuan 93%, 6 responden memperoleh skor 13 atau mencapai kemampuan 86%, 8 responden memperoleh skor 12 atau mencapai kemampuan 80%.

2.      Sebanyak 2 responden atau 5,88% berkategori tidak mampu dalam menulis paragraf eksposisi dengan memperhatikan penjelasanya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, pembahasan bersifat logis, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis, dengan rincian, 1 responden memperoleh skor 11 atau mencapai kemampuan 73,33%, 1 responden memperoleh skor 10 atau mencapai kemampuan 66,66%. 

3.      Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang perolehan skor kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Kemampuan Menulis Karangan Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Atambua

KATEGORI     

FREKUENSI

PRESENTASE %

Mampu

26

76,47%

Tidak Mampu

8

23,52%

Jumlah

34

100%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diperoleh data bahwa dari 34 responden yang dijadikan sumber data penelitian terdapat 26 responden (76,47%) mampu menulis paragraf eksposisi dan 8 responden (23,52%) tidak mampu. Adapun setelah diketahui jumlah responden yang mampu dalam menulis paragraf eksposisi dengan memperhatikan penjelasanya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, pembahasan bersifat logis, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis, maka selanjutnya data tersebut dimasukkan ke dalam rumus kemampuan menulis paragraf ekposisi secara klasikal sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.

        KK= Jumlah Siswa yang secara individual memperoleh presentase ≥75x100%

                                Jumlah keseluruhan siswa

            = 26 x100%

                    34

            =76,47%

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X SMA Negeri 1 Atambua secara klasikal dikategorikan dalam kategori tidak mampu. Hal tersebut disebabkan oleh presentase kemampuan siswa yang memiliki kemampuan minimal 75% tidak mencapai 85%, dalam hal ini presentase kemampuan klasikal hanya mencapai 76,47%.

Deskripsi Kemampuan Menulis Karangan Eksposisi Siswa Kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada Aspek Pembahasan Bersifat Informasi Berdasarkan hasil pengolahan data tentang kemampuan menulis paragraf ekposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek penjelasannya bersifat informasi yang terdapat pada tabel 4 tersebut, menunjukkan skor yang diperoleh berkisar antara 1-3.

Data kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek penjelasannya bersifat informasi dapat dilihat pada tabel 4.2.1 berikut ini!

NO

SKOR

NILAI

FREKUENSI

RESPONDEN

PRESENTASE

%

KATEGORI

1

3

100

26

76,47%

mampu

2

2

80

8

23,52%

mampu

3

1

70

0

 

-

jumlah

34

100%

 

Pada tabel 4.2.1 menunjukkan bahwa diantara 34 siswa yang dijadikan sampel, terdapat 34 siswa (100%) yang termasuk kategori mampu dalam menulis paragraf eksposisi pada aspek pembahasan bersifat informasi. Tiga puluh empat siswa tersebut masing-masing memperoleh skor 3 (100%) sebanyak 28 siswa dan yang memperoleh skor 2 (80%) sebanyak 6 siswa dan tidak ada siswa yang memperoleh skor 1(70%). Sebaran responden sebanyak 34 siswa dengan jumlah siswa yang memperoleh presentase ≥75% pada aspek pembahasan bersifat informasi 34 siswa dengan rincian 28 siswa memperoleh skor 3 dan 6 siswa memperoleh skor 2 dalam kategori mampu. Pada sisi yang lain tidak ada siswa yang memperoleh skor 1 dalam kategori tidak mampu. Rata-rata kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek pembahasan bersifat informasi yakni: P= 34 x 100% 34 P = 100% Berdasarkan presentase tersebut, dapat dikatakan siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua mampu dalam menulis paragraf eksposisi pada aspek pembahasan bersifat informasi. Dikatakan mampu karena secara klasikal kemampuan siswa mencapai nilai rata-rata 100% atau berada pada standar yang ditentukan yakni antara 75%-100%.

Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi pada Aspek Tidak Mempengaruhi Pembaca

Data kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek tidak mempengaruhi pembaca dapat dilihat pada tabel 4.2.2 berikut ini.

NO

SKOR

NILAI

FREKUENSI

RESPONDEN

PRESENTASE

%

KATEGORI

1

3

100

24

70,58%

Mampu

2

2

80

8

23,52%

Mampu

3

1

70

2

5,88%

Tidak Mampu

JUMLAH

34

100%

 

Berdasarkan data pada tabel 4.2.2 dapat dijelaskan bahwa dari 34 responden yang dijadikan sumber data penelitian terdapat 32 responden atau 94,12% yang mencapai nilai kemampuan minimal 75% dengan rincian yaitu 24 responden atau 70,58% yang memperoleh skor 3 atau mencapai kemampuan100%, 8 responden atau 23,52% yang memperoleh skor 2 atau mencapai kemampuan 80%. Sisa responden yaitu 2 responden atau 0,58% yang memperoleh skor 1 atau mencapai kemampuan 70% merupakan responden yang memperoleh nilai tidak mencapai kemampuan minimal 75%. Berdasarkan deskripsi perolehan skor dan nilai pada aspek tidak mempengaruhi pembaca, dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek tidak mempengaruhi pembaca sebagian mampu yaitu 32 responden (94,12%) dan sebagian kecil tidak mampu yaitu 2 responden (0,58%). Namun, berdasarkan kemampuan menulis paragraf eksposisi secara klasikal pada aspek tidak mempengaruhi pembaca dikategorikan mampu. Dikatakan demikian, kemampuan siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek tidak mempengaruhi pembaca mencapai 94,11%.

Kemampuan Menulis Paragraf  Eksposisi pada Aspek Menggunakan Kata Penghubung Antarklauasa

Data kemampuan menulis paragraph eksposisi siswa kelas X SMA Negeri 1 Atambua pada aspek pembahasan bersifat logis dapat dilihat pada tabel 4.2.3 brikut ini.

Tabel 4.2.3 Distribusi Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi pada Aspek Menggunakan Kata Penghubung Antarklausa

NO

SKOR

NILAI

FREKUENSI

RESPONDEN

PRESENTASE

%

KATEGORI

1

3

100

20

58,82%

Mampu

2

2

80

10

29,41%

Mampu

3

1

70

4

11,76%

tidak Mampu

JUMLAH

34

100%

 

Berdasarkan data pada tabel 4.2.3 dapat dijelaskan bahwa dari 34 responden yang dijadikan sumber data penelitian terdapat 20 responden atau 58,82% yang mencapai nilai kemampuan minimal 75% dengan rincian yaitu 20 responden atau 58,82% yang memperoleh skor 3 atau mencapai kemampuan 100%, 10 responden atau 29,41% yang memperoleh skor 2 atau mencapai kemampuan 80%. Sisa responden yaitu 4 responden atau 11,76% yang memperoleh skor 1 atau mencapai kemampuan 70% merupakan responden yang memperoleh nilai tidak mencapai kemampuan minimal 75%.

Berdasarkan deskripsi perolehan skor dan nilai pada aspek menggunakan kata penghubung antarklauasa, dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek penggunaan kata penghubung antarklausa sebagian mampu yaitu 30 responden (88,23%) dan sebagian kecil tidak mampu yaitu 4 responden (11,76%). Namun kemampuan menulis paragraf eksposisi secara klasikal pada aspek penggunaan kata penghubung antarklausa dikategorikan tidak mampu. Dikatakan demikian, kemampuan siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek penggunaan kata penghubung antarklausa mencapai 88,23%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua secara klasikal dalam menggunakan kata penghubung antarklausa mampu karena siswa yang memiliki kemampuan minimal 75% mencapai 88%.

Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi pada Aspek Pembahasan Dinyatakan dengan Bukti-bukti yang Kongret

Data kemampuan menulis paragraph eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek pembahasan bersifat logis dapat dilihat pada tabel 4.2.4 brikut ini.

Tabel 4.2.4 Distribusi Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi pada Aspek Pembahasan Dinyatakan dengan Bukti-bukti yang Kongkret

NO

SKOR

NILAI

FREKUENSI

RESPONDEN

PRESENTASE

%

KATEGORI

1

3

100

26

76,47%

Mampu

2

2

80

6

17,64%

Mampu

3

1

70

2

5,88%

Tidak Mampu

JUMLAH

34

100%

 

 

Berdasarkan data pada tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa dari 34 responden yang dijadikan sumber data penelitian terdapat 32 responden atau 94,07% yang mencapai nilai kemampuan minimal 75% dengan rincian yaitu 26 responden atau 76,47% yang memperoleh skor 3 atau mencapai kemampuan 100%, 6 responden atau 17,64% yang memperoleh skor 2 atau mencapai kemampuan 80%. Sisa responden yaitu 2 responden atau 5,88% yang memperoleh skor 1 atau mencapai kemampuan 70% merupakan responden yang memperoleh nilai tidak mencapai kemampuan minimal 75%. Berdasarkan deskripsi perolehan skor dan nilai pada aspek menggunakan kata penghubung antarklauasa, dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek pembahasan bersifat logis sebagian mampu yaitu 32 responden (94,07%) dan sebagian kecil tidak mampu yaitu 2 responden (5,88%). Namun, berdasarkan kemampuan menulis paragraf eksposisi secara klasikal pada aspek pembahasan bersifat logis dikategorikan mampu. Dikatakan demikian, kemampuan siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek tidak mempengaruhi pembaca mencapai 94,07%.

Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi pada Aspek Pembahasan Bersifat Logis

Data kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek pembahasan bersifat logis dapat dilihat pada tabel 4.2.5 berikut ini!

Tabel 4.2.5 Distribusi Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi pada Aspek Pembahasan bersifat logis

NO

SKOR

NILAI

FREKUENSI

RESPONDEN

PRESENTASE

%

KATEGORI

1

3

100

28

82,35%

Mampu

2

2

80

6

17,64%

Mampu

3

1

70

-

0

Tidak Mampu

JUMLAH

34

100%

 

Berdasarkan data pada tabel 4.2.5 dapat dijelaskan bahwa dari 34 responden yang dijadikan sumber data penelitian terdapat 34 responden atau 100% yang mencapai nilai kemampuan minimal 75% dengan rincian yaitu 28 responden atau 82,35% yang memperoleh skor 3 atau mencapai kemampuan100%, 6 responden atau 17,64% yang memperoleh skor 2 atau mencapai kemampuan 80% dan tidak ada siswa yang memproleh skor 1 atau 70%. Berdasarkan presentase tersebut, dapat dikatakan siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua mampu dalam menulis paragraf eksposisi pada aspek pembahasan bersifat logis. Dikatakan mampu karena secara klasikal kemampuan siswa mencapai nilai rata-rata 100% atau berada pada standar yang ditentukan yakni antara 75%-100%.

Analisis Keseluruhan Aspek Penilaian

Berdasarkan analisis hasil laporan skor dan nilai yang diperoleh siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dalam menulis paragraf eksposisi dengan memperhatikan aspek penjelasannya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, menggunakan kata penghubung antarklausa, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis memperlihatkan kemampuan yang bervariasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini!

Tabel 4.3 Kemampuan Menulis Paragraf Eksposisi Siswa Kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada Keseluruhan Aspek

NO

ASPEK

% KEMAMPUAN KLASIKAL

KATEGORI

1

Pembahasan bersifat informasi

94,07%

Mampu

2

Tidak mempengaruhi pembaca

92,88%

Mampu

3

Menggunakan kata penghubung antarklausa

82,64%

Tidak Mampu

4

Penjelasan dibuktikan dengan bukti-bukti yang konkret

94.07%

Mampu

5

Pembahasan bersifat logis

100%

Mampu

 

Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua yang didasarkan pada tabel tersebut, dilihat dari keseluruhan aspek yang telah ditentukan dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek penjelasannya bersifat informasi secara klasikal dikategorikan mampu karena memperoleh presentase nilai 94,07% yakni telah mencapai kriteria kemampuan secara klasikal minimal 85% dengan kemampuan minimal 75%.

2.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek tidak mempengaruhi pembaca secara klasikal dikategorikan mampu karena memperoleh presentase nilai 92,88% yakni telah mencapai kriteria kemampuan secara klasikal minimal 85% dengan kemampuanminimal 75%.

3.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek menggunakan kata penghubung antarklausa secara klasikal dikategorikan tidak mampu karena memperoleh presentase nilai 82,64% yakni mencapai kriteria kemampuan secara klasikal minimal 85% dengan kemampuan minimal 75%

4.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret secara klasikal dikategorikan mampu karena memperoleh presentase nilai 94.07% yakni mencapai kriteria kemampuan secara klasikal minimal85% dengan kemampuan minimal 75%.

5.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua pada aspek pembahasanya berifat logis secara klasikal dikategorikan mampu karena memperoleh presentase nilai 100% yakni mencapai kriteria kemampuan secara klasikal minimal 85% dengan kemampuan minimal 75%.

Interpretasi Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian data yang diperoleh dari 34 lembar hasil tulisan siswa, dapat dilihat persentase yang berbeda-beda (bervariasi). Adapun hasil rincian tentang nilai presentase kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua per aspek adalah sebagai berikut.

1.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dilihat pada aspek penjelasannya bersifat informasi, persentase kemampuan sebesar 94,07% (32 responden).

2.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dilihat pada aspek tidak mempengaruhi pembaca, persentase kemampuan sebesar 92,88% (32 responden).

3.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dilihat pada aspek penggunaan kata penghubung antarklausa, persentase kemampuan sebesar 82,64% (28 responden).

4.      Kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dilihat pada aspek penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, persentase kemampuan sebesar 94.07% (32 responden).

5.      Kemampuan menulis paragraph eksposisi pembahasanya berifat logis kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dilihat pada aspek menulis gagasan secara logis, persentase kemampuan sebesar 100% (34 responden).

Berdasarkan analisis hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua dengan memperhatikan penjelasannya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, menggunakan kata penghubung antarklausa, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis masuk dalam kategori tidak mampu secara klasikal (keseluruhan) karena siswa yang memiliki kemampuan minimal 75% mencapai 28 responden atau 82,64% dari 34 responden. Hal ini membuktikan bahwa siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua yang mampu dalam menulis paragraf eksposisi belum mencapai 85%.

Berdasarkan hasil analisis dari setiap aspek yang diteliti menunjukkan bahwa kelima aspek yang diteliti masih ada sebagian siswa yang belum memahami kelima aspek tersebut, terutama pada aspek penggunaan kata penghubung antarklausa. Hal ini terlihat dari presentase yang dicapai siswa pada masing-masing aspek penilaian. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran bidang studi Bahasa Indonesia di kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua tentang menulis paragraf eksposisi dengan berpedoman pada penjelasannya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, menggunakan kata penghubung antarklausa, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis siswa yang belum memahami kelima aspek tersebut perlu mendapat bimbingan dan latihan-latihan yang lebih baik lagi terutama pada aspek menggunakan kata penghubung antarklausa. Guru harus memberikan contoh, penjelasan, serta arahan kepada siswa tentang penjelasannya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, pembahasanya berifat logis, khususnya pada aspek menggunakan kata penghubung antarklausa. Secara individu siswa yang tidak mampu mencapai kriteria kemampuan akan diberi pengulangan dan bagi siswa yang telah mampu mencapai ketuntasan akan diberikan pengayaan terhadap materi yang kurang dipahami sehingga siswa lebih memahami materi tersebut.

Pada aspek menggunakan kata penghubung antarklausa dalam paragraf eksposisi, mencapai kriteria kemampuan yaitu 82,64%. Ini berarti siwa dikatakan tidak mampu, hal tersebut aspek penggunaan kata penghubung antarklausa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) secara klasikal. Kesalahan-kesalahan penulisan karangan penggunaan kata “seperti” selalu dipakai pada awal kalimat selain digunakan pada awal kalimat kata seperti sering dipakai untuk mengurutkan atau merincikan sesuatu. Pemakaian kata “seperti” yang digunakan untuk menghubungkan klausa satu dengan yang lain adalah digunakan untuk membandingkan sesuatu. Kata penghubung antarklausa yang sering digunakan secara tidak tepat adalah kata penghubung antarklausa “dan”. Kata “dan” ini sering ditulis siswa untuk menulis paragraf eksposisi diletakkan pada awal kalimat. Aspek penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret mencapai kategori 94,07% berkategori mampu, siswa memahami topik yang dipilih untuk diuraikan menjadi paragraf eksposisi, kemudian siswa memahami salah satu ciri paragraf ekposisi yaitu penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret. Dalam hal ini, guru memberi pengarahan serta contoh penjelasan yang dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret dalam paragraf ekposisi. Aspek pembahasanya berifat logis 100% berkategori mampu karena mencapai kriteria kemampuan minimal 85%. Siswa menulis memperhatikan kelogisan kalimat akan memberikan makna yang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam pemikiran yang akan dibaca oleh khalayak ramai. Jadi, meskipun sudah mampu menulis paragraf eksposisi pada aspek pembahasannya bersifat logis guru perlu memberikan penjelasan tambahan mengenai kalimat yang logis.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa berkategori mampu secara individual mencapai 32 responden (94.07%), sedangkan yang tidak mampu secara individual hanya 2 responden. Secara  klasikal siswa mampu pada aspek penyusunan paragraf eksposisi pembahasan bersifat informasi 34 responden atau 100%, tidak mempengaruhi pembaca 32 responden atau 94,07%, dan pada aspek penggunaan kata penghubung antarklausa tidak mampu karena 28 responden atau 82,35%, tidak mencapai 85% pembahasan dinyatakan dengan bukti-bukti yang kongkret 100 responden atau 94,07, pembahasan bersifat logis 34 responden atau 100%.

Saran

 Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1.        Siswa kelas X Alam-2 SMA Negeri 1 Atambua yang belum mampu atau pun yang sudah mampu hendaknya sering berlatih dengan lebih giat lagi dalam menulis paragraf khususnya paragraf eksposisi dengan memperhatikan aspek penjelasannya bersifat informasi, tidak mempengaruhi pembaca, menggunakan kata penghubung antarklausa, penjelasanya dinyatakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan pembahasanya berifat logis.

2.        Kepada guru SMA Negeri 1 Atambua, khususnya guru bahasa Indonesia pembahasan meteri diharapkan disesuaikan dengan konteks siswa utamanya aspek pengetahuan dan tingkat pendidikan. Disamping itu, guru perlu melakukan berbagai tindakan praktis berupa pemberian latihan yang dapat memotivasi siswa agar siswa semakin tertarik dan senang menulis, khususnya menulis paragraf eksposisi.

3.        Kepada peneliti selanjutnya hendaknya mengadakan penelitian lebih mendalam tentang menulis paragraf eksposisi.

Daftar Pustaka

Arief S. Sadiman Dkk, 1984. Media Pendidikan, Jakarta : Rajawali Press.

Arikunto, Suyono. 2013. Cara Dahsyat Membuat Skripsi.

Gus Im: Jaya Star Nine. Dalman, H. 2012. Keterampilan Menulis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Gani, A Ramlan. 2014. Suka Berbahasa Indonesia. Jakarta: Gaung Prasada Press Group. Iskandarwassid, dkk. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, dengan PT Remaja Rosdakarya.

Kosasih, E. 2008. Cerdas Berbahasa Indonesia. PT Glora Aksara Pratama:Erlangga Pujiono, Setyawan. 2013. Cara Mudah dan Praktis dalam Menulis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suparno. 2002. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universita Terbuka

Syafi’ie, Iman. 1988. Retorika dalam Menulis. Jakarta: Depdikbud.

Purwanto, 2011. Evaluasi Hasil Belajar Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Karmini Ni Nyoman, 2010, Asessmen Penilaian Bahasa Indonesia.

Muhibin Syah, 1997:91-92, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.Remaja Rosda karya.

Rosyada dalam Nurhyati:, 2008 “Pembelajaran Aktif” 27 November 2016 http://sudutpendidikan7.blogspot.co.id/2015/11/pembelajaran-aktif.html

Suharsini. Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006) hlm. 106.

Suprijono, Agus. 2006 . Cooperative Learning ( Teori & Aplikasi PAIKEM).

Dimiyati Mudjiono, 2009. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta.

Nana Sudjana, 2009. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Purwanto, 2011. Evaluasi Hasil Belajar Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Karmini Ni Nyoman, 2010, Asessmen Penilaian Bahasa Indonesia.

Muhibin Syah, 1997:91-92, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.Remaja Rosda karya.

Rosyada dalam Nurhyati:, 2008 “Pembelajaran Aktif” 27 November 2016 http://sudutpendidikan7.blogspot.co.id/2015/11/pembelajaran-aktif.html

Suharsini. Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006) hlm. 106.

Suprijono, Agus. 2006 . Cooperative Learning ( Teori & Aplikasi PAIKEM).

Slameto, 2010. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi, Jakarta: Rineka Cipta.

Nana Sudjana, 2009. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Wina Sanjaya, 2007. “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

 

 

 

 

Legenda


MENGENAL TANAH TIMOR

Asal-usul nama T I M O R (Sebuah Studi Sistematis P. EMANUEL LELO TALOK, Perwakilan Budayawan  Timor pada  Acara Temu Alumni FTW Kentungan USD Yogyakarta, Mei 2017)

Diedit tambah oleh: Muh Hasyim

PENGANTAR

Kata Timor, telah melekat pada tanah, laut, suku, bangsa, orang dan budaya Pulau Timor. Namun arti kata itu sendiri, masih terus berada dalam masa pencarian. Ada baiknya kita menyimak bersama beberapa catatan berikut ini, kiranya dapat membantu kita guna memperdalam pemahaman kita tentang arti Timor.

1. NAMA TIMOR DARI PIHAK LUAR DI NUSANTARA DAN ASIA BERDASARKAN “LETAK GEOGRAFIS

Pulau Timor, terletak di ujung timur kepulauan Sunda Kecil atau Kepulauan Bali-Nusa Tenggara. Konon karena letaknya yang di timur, Tanah Timor diberi julukan Timur dalam Bahasa Melayu. Jadi kata Timur, itulah yang mengasalkan nama bagi Timor. Artinya Timor itu berarti Timur. Timor yang berarti Timur, sebenarnya cukup masuk akal karena Timor memang terletak di bagian Timur Sunda Kecil. Lalu, kenapa sampai Timur berubah menjadi Timor? Apakah karena logat atau dialek lokal yang mengubah kata Timur menjadi Timor? Ya, kadang logat Kupang-Timor bisa membuktikan hal ini. Kata Saudara, diubah menjadi Sodara. Kurban diubah menjadi Korban, Dulu menjadi Dolo. Timur menjadi Timor. Kira-kira demikian. Oh ya, bukan hanya di Kupang, huruf u berubah menjadi o. Kata Timur pun sering mengalami perubahan menjadi Timor ketika disebutkan oleh orang Larantuka dan Ambon. Angin Timur sering disebut Angi Timo di Larantuka, Flores Timur. Bisa dilihat dalam lagu Nagi, Bale Pasa Waiwadang yang dinyanyikan oleh Bobby Tunya. Demikian juga di Maluku. Sering huruf u diubah menjadi o. Angin Timur sering menjadi Anging Timor. Hal ini dituturkan oleh Tokoh Masyarakat Maluku di Dili, Maxmilian Laimeheriwa. Dalam pengkategorian Bahasa Indonesia, ada logat Ambon-Timor, yang membuat hadirnya Bahasa Melayu versi Ambon, Larantuka dan Kupang. Di abad ke-13 pun, Timor sudah masuk dalam cacatan para Saudagar China, yakni dalam Buku Cu-Fan Shih, karangan Cao Yu Kua (1225), disebutlah Timor dengan kata Tiwu, atau Timu. Tentu pelafalan ini sesuai dengan lidah mereka.

2. NAMA TIMOR BERDASARKAN “KEASLIAN ASALI” DARI DALAM DIRI ORANG TIMOR SENDIR, BERDASARKAN KATA TIMUR DALAM BAHASA BAHASA TETUN

Namun, selain itu, berdasarkan tulisan Puplius MBL Berek, seorang Antropolog asal Timor berdomisili di Eropa, terungkaplah sebuah arti mendalam dari kata Timur, yakni, bukan saja letak di arah matahari terbit, tetapi juga kata Timur itu merupakan sebutan bagi suatu hal atau persona yang lebih gelap, lebih tua, lebih awal, lebih sederhana, lebih pure, lebih natural, lebih original dan lebih tradisional. Lawan kata Timur, dalam Bahasa Tetun, adalah Malae. Kata Malae berarti lebih cerah, lebih terang, tapi sekaligus lebih baru, lebih modern, sesuatu yang datang dari luar bahkan pendatang. Misalkan karau timur, kerbau asli Timor. Sedangkan karau baka atau karau malae, artinya sapi impor. Bibi Timur, kambing; dan Bibi Malae, domba. Ema Timur artinya pribumi, tradisional, lebih tua, proto, lebih awal; sedangkan ema malae artinya pendatang, lebih kemudian, lebih modern, deutero. Misalnya kita orang timur, mereka malae. Ema timur artinya asli, orang lokal; ema malae artinya pendatang. Uma Timur, Uma Malae. Uma timur artinya rumah adat yang memakai materi serta bentuk bangunannya tradisional atau bergaya lokal. Uma malae pasti lebih bergaya luar, materinya pun modern dan arsitekturanya lebih rumit. Ya, Timur lebih sebagai sebuah identitas keaslian lokal pribumi. Tapi kapan Timur berubah menjadi Timor, perlu pendalaman berikutnya.

Berkaitan dengan kata Timur, versi Bahasa Tetun ini, Kelompok Bunaq pun mengenal istilah Timul. Artinya persis sama dengan Timur versi Bahasa Tetun di atas. Bahasa Tetun, telah tampil sebagai Bahasa besar di Pulau Timor, selain Bahasa Dawan. Bunaq juga memiliki penutur yang cukup banyak, walau tidak sebanyak penutur Tetun. Kata Timur dalam Tetun, sangat kuat diduga menjadi asal-muasal nama Timor.

Tambahan : Suri Ikun”, Cerita Rakyat Dari Pulau Timor Tentang Ketulusan

https://voxntt.com/2016/09/28/suri-ikun-cerita-rakyat-dari-pulau-timor-tentang-ketulusan/916/#

3. NAMA TIMOR BERDASARKAN BEBERAPA NAMA ORANG DAN TEMPAT DI TIMOR

Oh ya, selain itu, beberapa tempat di Timor, ada kaitan dengan Timur, misalnya Naetimu, di Belu, Haitimuk di Malaka, Taetimu di Timor Tengah Selatan. Apakah ketiga contoh di atas berkaitan dengan Timur atau Timul? Juga, ada nama orang khususnya Orang Dawan berkaitan dengan Timur adalah Timu, Timo, Tium, Tiumlafu, Timuneno. Apakah mereka berkaitan dengan Timur yang dimaksudkan di atas?

4. NAMA TIMOR BERDASARKAN PENUTURAN PENJAJAH EROPA

Ada konsep lain tentang arti Timor, yang dikaitkan dengan kedatangan penjajah Eropa khususnya Portugis di Timor. Portugis mencatat resmi tahun kedatangan di Pulau Timor, tepatnya di Pantai Utara, yakni di Lifau, Ambenu, Oekusi, tahun 1515.

Konon, ketika orang kulit putih mendarat, orang pribumi ketakutan melihat orang bule yang tinggi, putih, pirang, bermata biru tajam, berhidung mancung seperti. Nah, ketakutan (fear) orang lokal itulah yang menimbulkan kata Timor. Timor, berawal kata Timere, artinya Takut. Timor artinya Ketakutan. Mungkinkah karena kejadian seperti itu, muncul ungkapan Timor? Ini cuman sebuah asumsi.

Mari kita lihat sedikit sejarah Bahasa Portugis. Bahasa ini akarnya Latin semenjak di abad ke-3 Masehi, mulai dibangun Bahasa Latin di Portugal, oleh pasukan Romawi di sana. Namun letak yang berjauhan dengan pusat Latin, Portugis menjadi sebuah sub-bahasa baru di abad-abad selanjutnya. Dan baru pada abad ke-13 benar-benar menjadi sebuah bahasa, Bahasa Portugis, yang jelas sudah tidak sama persis dengan bahasa induknya Latin. Nah, ketika tiba di Timor awal abad ke-16, tepatnya tahun 1515 di Lifau, Oekusi, Pantai Utara Pulau Timor, orang Portugis tentu sudah berbahasa Portugis, dan bukan lagi Latin. Istilah timere (takut) dan timor (ketakutan), memang kata-kata Latin, tetapi tidak dipakai di Portugal. Justru mereka memakai kata receoso untuk takut dan medo untuk ketakutan. Jelas-jelas berbeda bukan? Jadi mari kita belajar melupakan kalau Timor ini berasal dari kata Latin yang berarti Ketakutan. Kecuali, kalau ditelusuri lebih jauh kalau di abad ke-16 di Portugal masih dipakai Bahasa Latin murni. Namun Natalia Ferreira, misionaris Fransiskan (FFDP) asal Portugal di Timor dan Vitor Carvalho, profesor Bahasa Portugis di Timor asal Portugal menjamin bahwa Bahasa Portugis sudah kuat sejak abad ke-8 dan ketika abad ke-13 menjadi Bahasa Ofisial. Ketika Portugis tiba Brazil tahun 1500 saja, sudah dipakai Bahasa Portugis, apalagi ke Timor, 1515, ya jelaslah bahwa Bahasa Portugislah yang dipakai. Apalagi sebagai sebuah bahasa resmi baru, Portugis waktu itu benar-benar mau mengabaikan Latin sebagai induknya.

5. NAMA TIMOR MENURUT BUDAYA LOKAL PERTANIAN DAERAH LOSPALOS

Lospalos, Lautem, sebuah distrik di ujung timur Pulau Timor memiliki sebuah kata tersendiri  yang bisa juga dikaitkan dengan kata Timor. Kemungkinan nama Timor berasal dari kata Temur yang berarti musim tanam kali kedua dalam dunia pertanian. Ada kebiasaan unik di sana, yakni adanya budaya tanam dua kali. Pertama sekitaran Oktober sampai Desember. Kedua sekitaran April sampai Juni. Musim tanam kedua ini disebut Temur. Periode itu boleh dibilang sebagai musim semi di sana. Temur ini adalah memanfaatkan embun atau hujan kecil kiriman dari arah Benua Australia. Dan ketika saya mewawancarai Justino Galvão, seorang Tokoh Gereja asli Lospalos, terungkaplah bahwa dalam budaya Fataluku, suku di Lautem/Lospalos, ada kebiasaan menanam dua kali, disebut Temur. Apakah kelak Temur ini yang mengasalkan kata Timor? Beliau mengatakan bahwa Temur ini pun tidak dilakukan di semua wilayah Lospalos. Kecuali di pedalaman dan selatan Lospalos, tergantung datangnya embun dan hujan gerimis di musim semi tersebut. Jujur, kata Temur versi Lospalos ini memang kurang akrab di telinga orang Timor pada umumnya.

Tambahan: menurut cerita, orang Lospalos nenek moyangnya berasal dari Makassar. Ini dibuktikan dengan alat leluhur seperti pakaian adat, postur tubuh orang  di lospalos mirip di Makassar. Demikian pun jenis tanaman seperti  lontar sama , termasuk kata timo yang menurut orang di Makassar artinya angin dari timor. Hubungannya dengan uraian tentang menanam di atas, di Makassar juga mengalami musim tanam dua kali. Musim tanam kedua biasa disebut timo yang artinya angin bertiup dan membawa hujan dari timur (matahari terbit). Saat itu masyarakat petani dalam percakapan menyebut (wettu timo) artinya musim tanam kedua antara bulan April sampai Juni.

6. NUSA CENDANA

Timor pun karena keharuman cendananya menjadi incaran bangsa-bangsa lain. Timor dan sekitarnya, termasuk Sumba, terkenal sebagai kawasan bertumbuh suburnya pohon cendana. Sampai Universitas Negeri di Kupang, Timor Barat diberi nama Nusa Cendana. Istana Presiden di Jakarta pun diberi nama Cendana. Dan untuk melengkapi Cendana di istana, mobil presiden pun dinamakan Mobil Timor. Di Timor sendiri, memang ditemukan banyak tumbuhan cendana. Orang Dawan menyebutnya Haumeni. Orang Tetun menyebutnya Kamelin, kameli, kmelin, kmeli atau meli saja. Salah satu nama acuan cendana di Timor dalam bahasa Tetun adalah Natarmeli Bauho, pusat Kerajaan Fehalaran di Belu. Natarmeli sedikit tidaknya menggambarkan bahwa Timor merupakan daerah yang (sempat) rimbun dengan tanaman cendana. Haumeni malah lebih heboh. Tercatat tiga desa di Pulau Timor diberi nama Haumeni. Dua di Kecamatan Bikomi Utara, TTU, dan satu di Kecamatan Nunkolo, TTS. TTS juga dijuluki Sonaf Haumeni artinya Istana Cendana.

Cari tahu cendana baca di sini:https://sains.kompas.com/

7. PULAU BUAYA

Bentuk luar Pulau Timor mirip seekor Buaya sedang tidur. Orang Tetun menyebut Lafaek dengan sebutan “Leluhur” atau Kakek, atau Avo, atau Na’i Bei. Memang tidak serba kebetulan. Karena nyatanya Lafaek atau Buaya memang sangat dihargai oleh Orang Timor. Karena dipercaya, Pulau Timor adalah jelmaan seeokor buaya raksana. Kepalanya di Lospalos dan ekornya di Kupang. Dan ketika kita mendengar kata Lafaekfera, sebuah kampung di Atambua, bisakah kita menyebutkan kisah sedih terpisahnya Pulau Timor atas dua negara? Lafaekfera artinya Buaya membelah. Apakah Atambua merupakan tempat Sang Buaya membelah Timor menjadi dua? Tentu ini perlu diteliti lebih lanjut.

Tambahan:Mitologi Asal Usul Pulau Timor selengkapnya baca di sini:http://daonlontar.blogspot.com/search/label/Pulau%20Timor

Legenda Pulau Timor dari Buaya 

selengkapnya baca di sini http://www.netralnews.com/news/tag/pulau%20timor


8. SUMATERA TERBALIK

Bentuk Pulau Timor juga nyaris mirip Pulau Sumatera. Hanya posisinya terbalik. Ekor Buaya Timor di Kupang, sedangkan ekor buaya Sumatera di Lampung? Walau tampilan kedua pulau ini mirip, toh Timor lebih kecil, dan Sumatera sangat besar. Kenapa dua pulau ini mirip seperti ibu dan anak? Perlu penelitian lebih lanjut.

9. BEBERAPA GUYONAN KURANG PENTING TENTANG NAMA TIMOR.

Pernah terdengar guyonan di sekitar Kupang bahwa Timor adalah singkatan dari Tanah Ini Milik Orang Rote. Guyonan ini bisa diduga berasal dari orang Rote untuk menyindir orang Dawan yang merupakan suku mayoritas di sekitar Kupang bahkan Timor Barat, namun kurang berperan dalam pemerintahan modern sekarang atau dinilai kurang cekatan. Rote adalah sebuah pulau di barat-daya Pulau Timor. Secara wajar dan kurang tegas, orang Rote pun menamakan diri Orang Timor, khususnya, ketika berada jauh di perantauan. Namun tentu cara Rote ini bisa berbahaya karena menimbulkan rasa permusuhan antarsuku khususnya di Timor Barat. Dan coba saja orang Rote datang ke SoE khususnya Amanatun, atau ke Belu khususnya Mande’u, atau ke Malaka, khususnya Biudukfoho, apalagi di Wilayah Timor Leste dan mengatakan Tanah Ini Milik Orang Rote, berarti mau kena potong dari surik panjang ko? Hahaha. Sebenarnya Timor khususnya Belu bersaudara kandung dengan Rote dan Sabu. Itu tertuang dalam sumpah setia antarketiga saudara yakni Belu Mau, Sabu Mau dan Rote Mau. Kata Mau selalu mengingatkan kita pada nama leluhur orang Timor pada umumnya yakni Maubere dan Buibere. Timor Leste memakai julukan Maubere Buibere untuk menggambarkan diri pria dan wanita orang Timor itu sendiri. Sabu, Rote, Alor bahkan Sumba dan Flores, dulu ketika di perantauan, kadang menyebut diri orang Timor juga. Walau sekarang jaman lebih terbuka, daerah lebih kecil pun mulai dikenal dengan mudah. Tinggal cari google. Haha.

Singkatan lain adalah Timor Ini Milik Orang Rawan. Ya mungkin ini lebih bisa diterima karena orang Dawan, yang kadang dalam dialek tertentu disebut Rawan (Bahasa Bunaq misalnya). Ya, suku Dawan atau Kenu Rawan atau Laban, lebih mayoritas di Timor dibandingkan Rote. Tapi tentu orang Timor asli dari mana pun lebih suka kalau Timor ini diartikan sebagai Tanah Ini Milik Orang Raioan. Raioan adalah satu istilah Bahasa Tetun Belu, yang menunjuk pada arti Anak Negeri atau Anak Tanah. Ya, setiap anak negeri, yang lahir, tinggal, besar dan mengabdi serta berkarya di Timor, merekalah yang berhak atas Tanah Timor ini.

PENUTUP

Dari studi sistematis terhadap arti Nama TIMOR, rupanya lebih berkaitan dengan sebutan dari orang lain di Nusantara ini, karena mereka memandang Timor yang memang terletak di arah matahari terbit, yakni di arah timur. Namun yang kuat juga adalah Timur dalam Bahasa Tetun sendiri yang diartikan sebagai asali, pribumi, ketika dihadapkan dengan yang baru datang atau Malae. Toh, segala kemungkinan lain bisa tetap terbuka.

Intinya Orang Timor, dari kedalaman hatinya, dan itu disetujui oleh banyak orang, nah itulah arti Timor yang sesungguhnya. Marilah kita semua menjadikan Tanah Ini Milik Orang Raioan Timor seluruhnya, siapa pun dia, yang kini dan di sini, mengabdikan dirinya untuk kemajuan Nusa dan Bangsa Timor.


Minggu, 20 September 2020

Pengetahuan Bahasa Indonesia

https://sinarharapan.net/wp-content/uploads/2018/09/beringin.jpg

BERINGIN SIMBOL KEKUASAAN SOEKARNO di ATAMBUA

Oleh : Muh Hasyim, S.Pd

Teks Cerita Sejarah Novel

Proklamator kemerdekaan yang juga presiden pertama RI, Ir. Soekarno mewariskan jejak bersejarah di Pulau Timor. Satu di antaranya  pohon beringin yang ditanam Bung Karno masih berdiri kokoh dan rimbun menaungi sisi timur lapangan umum kota Atambua hingga saat ini (20 September 2020).

Setelah pemilu pertama Indonesia 1955, antara tahun 1957-1958 Presiden Soekarno mengunjungi Atambua perbatasan wilayah kekuasaannya setelah Indonesia merdeka 1945 (Pulau Timor terbagi dua: Timor bagian Timur wilayah kekuasaan Portugis sedangkan Timor bagian Barat wilayah kekuasaan Belanda). Beliau bersama rombongan menumpang pesawat Amphibi Catalina mendarat di dermaga Atapupu selepas dari Jakarta. Setelah Beliau bersama rombongan diterima secara adat Belu, selanjutnya dengan kendaraan roda empat rombongan menuju Atambua. Sebelum menuju rumah jabatan Bupati kala itu, beilau bersama rombongan berhenti di Bukit Lidak memohon kekuatan alam. Setelah kunjungan dan Sebelum meninggalkan Belu, Soekarno bersama rombongan (tidak ditemukan data, siapa saja rombongan Soekarno saat itu) berkeliling hingga menemui Liurai Malaka, Lalu menuju lapangan Atambua berpidato dan menanam anakan pohon.

Sesepuh  masyarakat Belu, Jos Agustinus Diaz (84) (Camat pertama dan mantan ketua DPRD Belu) menuturkan bahwa kunjungan Presiden Soekarno ke Atambua  setelah pemilu 1955.  menumpang pesawat Amfibi Catalina. Soekarno disambut secara adat dengan bentangan kain adat Belu sepanjang garis pantai hingga ke mobil yang membawanya ke Kota Atambua. Hanya saja Soekarno menolak berjalan di atas kain adat sebagai bentuk penghormatan kepada adat dan budaya Belu (tidak ada sumber lain yang menceritakan kronologis penjemputan di Atapupu).

Menurut  cerita, sebelum Soekarno bersama rombongan tiba di rumah jabatan bupati Belu (A.A. Bere Talo bupati pertama Belu), mereka berhenti sejenak memohon kekuatan alam di bukit lidak (kelurahan Umanen saat ini 20 September 2020). Soekarno membawa batu dari lidak tanda kekuatan alam untuk memerintah Indonesia.

Tidak ada kisah dari Jos Agustinus jam berapa Soekarno dan rombongan tiba di rumah jabatan bupati. Selanjutnya sumber lain menyebutkan bahwa Soekarno bersama rombongan keliling sampai Malaka. Di Malaka Soekarno menemui Liurai Malaka.

Ada cerita lain menuturkan bahwa ketika Soekarno dan rombongan hendak menuju lapangan umum Atambua, rombongan dicegat sama warga Belu yaitu Keluarga Naibuti di depan Gereja Katedral Atambua. Tujuannya untuk menandu Soekarno menuju lapangan. Peristiwa itu membuat pengawal presiden kelabakan karena kurang koordinasi. Namun setelah dikoordinasikan bahwa presiden akan ditandu tokoh adat menuju lapangan, maka dibolehkan. Ada sekitar duabelas orang yang menandu Soekarno menuju lapangan

Selanjutnya Jos Dias "Setelah pidato, presiden langsung menanam beringin yang mungkin sudah disiapkan saat itu oleh Bupati A. A. Bere Talo. Beringin inilah yang ada sampai sekarang. Tumbuh alamiah sangat rindang dan bentuknya seperti menaungi atau memayungi," ujarnya. Disebutkan ‘Mantan ketua DPRD Belu ini menyaksikan lautan manusia yang mendengar pidato Bung Karno di lapangan umum Kota Atambua kala itu’. Selesai kegiatan, Bung Karno beserta rombongan kembali ke Jakarta dengan pesawat amphibi Catalina dari Atapupu.

Jos Diaz menjelaskan, Bung Karno menanam beringin sebagai simbol melindungi seluruh rakyat. Kedatangan Soekarno ke Atambua, lanjut Jos Diaz, bukan tanpa alasan. Itu wujud perhatian Soekarno yang mendengar bahwa Belu memiliki orang-orang hebat yang turut memperjuangkan atau merintis kemerdekaan Indonesia.

Sebagai sesepuh masyarakat Belu yang mengetahui sejarah, Jos Diaz  prihatin dan sedih melihat pohon beringin Soekarno dibiarkan begitu saja. Menurut dia, tidak pantas pohon beringin bersejarah ini hanya menjadi tempat jualan es kelapa muda bahkan jadi tempat pembuangan sampah.


"Harusnya dibuat  pagar keliling atau dibuat pilar keliling untuk menunjukkan bahwa pohon beringin ini pohon bersejarah sehingga orang yang pergi ke sana atau sekadar lewat melihat lalu dalam hatinya ada kesan bersejarah. Sekarang  tidak ada kesan apa-apa," ujarnya.

Bupati Belu, Willy Lay (saat ini: 20 September 2020) mengaku tidak mengetahui persis apakah pohon beringin di lapangan umum itu ditanam Presiden Soekarno tahun 1955.  Namun, Bupati Willy mengaku masih menyimpan jejak-jejak sejarah kunjungan Soekarno ke Atambua waktu itu berupa foto yang dipajang di rumah jabatan bupati saat ini.

Dihubungi  Sabtu (3/6/2017), Bupati Willy  mengatakan, pada tahun 2015 saat dirinya belum menjadi Bupati Belu,  pohon beringin itu hampir mati karena dicor  pakai semen yang diduga menghambat pertumbuhan akarnya. Semua daun mulai menguning.

Dia bersama teman-temannya mengerahkan operator alat berat escavator mengeruk tanah di sekitar pohon beringin itu lalu menyirami dengan air sehingga  hijau dan subur lagi seperti saat ini. Bupati Willy sependapat jika pohon beringin ini dijadikan ikon Kota Atambua sebagai salah satu kota bersejarah karena pernah dikunjungi Presiden Soekarno setelah pemilu pertama dan menanam pohon beringin.

Sejak tahun 2008, Hermansyah asal Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) berjualan es  di sisi jalan di bawah rimbunan pohon beringin yang ditanam Bung Karno  di sisi timur lapangan umum Kota Atambua. Dia menyiapkan dua kereta tang selain menjual es kelapa muda, dijual pula  es teller dan  es pisang hijau.

Dua kereta dijaga Jens (21), Dedi (20) dan Andre. Ketiganya melayani pelanggan secara acak untuk setiap menu yang diminati. Saat ditemui Minggu (4/6/2017), Jens, Dedi dan Andre sedang melayani pelanggan. Meski cuaca sedang mendung, minat pelanggan terhadap es kelapa dan es teller serta es pisang hijau tidak berkurang.

Mereka  bekerja pada Hermansyah yang telah mengantongi izin usaha dari Kantor Perizinan Kabupaten Belu. Mereka berjualan di tempat itu setiap hari mulai pukul 08.00 sampai pukul 17.00 Wita. Untuk bahan baku kelapa muda, mereka membeli dari Timor Tengah Utara (TTU). Dan, dalam sehari mereka bisa menghabiskan lebih dari 100 buah kelapa. "Kami beli dari Kefa. Kalau dari sini (Belu) biasanya mereka bawa kelapa yang belum ada isi makanya kita beli dari luar," kata Dedi.

Tentang keberadaan pohon beringin besar itu, ketiganya mengaku pernah mendengar cerita bahwa pohon beringin ini ditanam oleh Presiden Soekarno. "Orang-orang di sini sering cerita bahwa ini beringin ditanam Soekarno," ujar Dedi. Selama berjualan di tempat itu, mereka tidak merasakan apa-apa seperti kesan mistis atau seram. Mereka merasa biasa saja. "Kami rasa biasa saja. Tidak yang terasa seram. Mungkin kalau malam hari baru terasa,  tapi kami kan  hanya jualan sampai sore," ungkap Dedi.

Kebahasaan Teks Cerita Sejarah

Dalam mengekspresikan gagasannya, pengarang tentu harus menggunakan media bahasa untuk menulis. Saat menulis gagasan, pengarang bisa saja menggunakan sudut pandang yang sama namun bergantung pada kemampuannya. salah satu kemampuan yang patut diperhitungkan dari seorang pengarang adalah kemampuan berbahasa. Oleh karena menulis adalah kegiatan menuangkan ide maka penulis harus mampu mengolah kemampuan berbahasanya agar tulisannya diminati orang. 

Kemampuan berbahasa penulis dapat dilihat dari kepiawaiannya menggunakan unsur kebahasaan berupa kalimat, konjungsi atau kata penghubung, verba atau kata kerja, adjektiva atau kata sifat, dan kosakata bahasa daerah. Kelima unsur kebahasaan inilah yang menjadi ciri kebahasaan dari teks cerita sejarah.

1. Kalimat yang sering digunakan oleh pengarang dalam menulis teks cerita sejarah didominasi oleh kalimat yang menyatakan peristiwa masa lampau. Kalimat ini menyatakan bahwa perbuatan atau peristiwa sudah dilakukan atau sudah pernah terjadi. Contoh, “Setelah pemilu pertama Indonesia 1955, antara tahun 1957-1958 Presiden Soekarno mengunjungi Atambua perbatasan wilayah kekuasaannya setelah Indonesia merdeka 1945 (Pulau Timor terbagi dua: Timor bagian Timur wilayah kekuasaan Portugis sedangkan Timor bagian Barat wilayah kekuasaan Belanda)”.  

2. Konjungsi atau kata penghubung yang biasa digunakan dalam teks cerita sejarah adalah konjungsi temporal. Konjungsi temporal ini berfungsi untuk mengurutkan suatu keadaan atau suatu peristiwa secara kronologis. Tujuan penggunaan konjungsi temporal ini adalah agar kalimat yang dituangkan oleh pengarang mudah dipahami maksudnya. Contoh konjungsi temporal adalah setelah, ketika, sejak, setelah itu, kemudian, dan sebelum.

3. Kata kerja yang berfungsi menunjukkan kalimat tak langsung acapkali digunakan bahkan mendominasi dalam teks cerita sejarah. Jenis kata kerja yang digunakan adalah kata kerja atau verba aksi, misalnya: menuturkan, menumpang, berkeliling, menanam, berjualan, membentang, berjalan. Penggunaan kata kerja aksi ini dilakukan untuk mendukung sebuah fakta atau peristiwa yang terjadi. Penggunaan kata kerja yang berfungsi menunjukkan kalimat tak langsung bertujuan menceritakan tuturan seorang tokoh dalam sebuah cerita oleh pengarang.

4. Adjektiva atau kata sifat digunakan untuk memperkuat karakter tokoh. selain itu, kata sifat berfungsi untuk menggambarkan suasana dan tempat terjadinya peristiwa. Contoh, “Bung Karno menanam beringin sebagai simbol melindungi seluruh rakyat. Bupati Willy sependapat jika pohon beringin ini dijadikan ikon Kota Atambua sebagai salah satu kota bersejarah karena pernah dikunjungi Presiden Soekarno setelah pemilu pertama dan menanam pohon beringin”.

5. Untuk lebih meyakinkan makna yang terkandung dalam suatu narasi atau percakapan, pengarang teks cerita sejarah biasanya masih menggunakan kosakata daerah. Kosakata itu dianggap lebih mengena atau tepat dalam konteks kalimat untuk menyampaikan sebuah gagasan. Misal, “Sesepuh  masyarakat Belu, Jos Agustinus Diaz (84) (Camat pertama dan mantan ketua DPRD Belu). hingga saat ini (20 September 2020).”

NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM NOVEL SEJARAH ( Cerita sejarah )

 Karya sastra yang baik, termasuk novel sejarah, selalu mengandung nilai ( value). Nilai tersebut dikemas secara implisit dalam alur, latar, tokoh, dan tema. Nilai yang terkandung antara lain: nilai budaya, nilai moral, nilai agama, nilai sosial, dan nilai estetis.

1. Nilai budaya adalah nilai yang dapat memberikan suatu arti yang sangat mendalam dalam khidupan bermasyakat, peradaban, atau kebudayayaan
Contoh,
“Soekarno disambut secara adat dengan bentangan kain adat Belu sepanjang garis pantai hingga ke mobil yang membawanya ke Kota Atambua”.


 
2. nilai moral/ etik adalah nilai yang memberikan nasehat atau ajaran yang berkaitan dengan akhlak budi pekerti
Contoh, “Hanya saja Soekarno menolak berjalan di atas kain adat sebagai bentuk penghormatan kepada adat dan budaya Belu”.


3. Nilai agama yaitu nilai nilai yang berkaitan dengan kehidupan beragama
Contoh, “mereka berhenti sejenak memohon kekuatan alam di bukit lidak (kelurahan Umanen saat ini 20 September 2020)”.

4. Nilai social yaitu nilai yang berkaitan dengan tata pergaulan antar individu di masyarakat
Contoh, Disebutkan ‘
Mantan ketua DPRD Belu ini menyaksikan lautan manusia yang mendengar pidato Bung Karno di lapangan umum Kota Atambua kala itu’. Selesai kegiatan, "Bung Karno beserta rombongan kembali ke Jakarta dengan pesawat amphibi Catalina dari Atapupu".



 

 

 

 

 

 

 

 


Pelajaran Bahasa Indonesia Bab 3

5 Keistimewaan Umat Muslim

  5 Keistimewaan Umat Muslim oleh Muh. Hasyim Pada hakikatnya Allah swt menguji keimanan itu sendiri kepada setiap orang muslim agar mereka ...