Senin, 05 Oktober 2020

Pengetahuan Bahasa Indonesia

 

Pengertian Opini atau Editorial

Opini bisa diartikan sebagai ide, gagasan, pendapat atau buah pemikiran yang terbersit atas respon terhadap suatu kejadian atau hal-hal tertentu. Sementara, teks opini bisa diartikan sebagai suatu teks yang berisi tentang gagasan tertentu mengenai sesuatu yang dianggap masih menyisakan persoalan.Teks opini ini biasanya muncul pada surat kabar atau majalah dan isi dari teks opini tersebut umumnya berupa pendapat seseorang (misalnya kiriman dari pembaca) atau dari pihak redaktur media berita itu sendiri.

Pendapat atau gagasan yang ada dalam teks opini pada umumnya membahas permasalahan atau fakta yang sedang hangat diperbincangkan. Meski umumnya teks opini muncul di media masa, namun teks opini tidak selalu harus demikian. Segala bentuk teks yang berisi tentang fakta dan gagasan atas fakta tersebut bisa dikategorikan sebagai opini. Umumnya, bentuk dari teks opini ini adalah esai.

Struktur Teks Editorial

Sebenarnya teks editorial ini tidak memiliki struktur yang pasti karena pada faktanya teks editorial yang bisa dibaca di media masa tidak bisa dikategorikan dalam satu jenis struktur tunggal. Akan tetapi, di sekolah biasanya diajarkan mengenai struktur dasar dari teks editorial yang tersusun menjadi 3 bagian, yakni:

1. Pernyataan Pendapat

Pernyataan pendapat berisi pendapat umum yang diperoleh dari fakta/fenomena yang sedang hangat dipebincangkan.

2. Argumentasi / Opini

Pada bagian ini lebih kental dengan ulasan, analisis dan gagasan pribadi penulis dengan sudut pandang tertentu sehingga terasa lebih tajam jika dibandingkan dengan pendapat umum yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya.

Pada bagian ini memungkinkan penulis untuk memasukkan pendapat/kutipan dari penulis lain dengan topik terkait sebagai gagasan pendukung opini penulis.

3. Pernyataan Ulang Pendapat (penutup)

Bagian ini lebih tepat dikatakan sebagai penutup. Umumnya disertai dengan pernyataan ulang pendapat penting yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya. Dengan demikian, pernyataan pendapat tersebut terkesan lebih utama, penting, dan dapat diserap dengan mudah oleh pembaca.

Meski demikian, banyak sekali teks editorial yang strukturnya tidak runut seperti yang disebutkan di atas, adakalanya argumentasi ditulis di awal teks yang disusul dengan pernyataan pendapat, pernyataan ulang pendapat dan penutup, atau bahkan teks editorial diawali dengan sebuah abstraksi yang memaparkan terlebih dahulu fakta-fakta yang digunakan.

Ciri-Ciri Teks Editorial

Terdapat 7 ciri-ciri teks editorial, yaitu:

  1. Berisi fakta umum dan pendapat pribadi penulis.
  2. Bersifat analisis.
  3. Menggunakan pemikiran logis dalam menyampaikan pendapat
  4. Di tulis dalam perspektif tertentu untuk mengungkapkan kebenaran pendapat sehingga jika dilihat dari perspektif yang berbeda, kebenaran tersebut bisa bermakna lain atau malah sebaliknya.
  5. Dimulai dari pemaparan fakta umum terlebih dahulu dan kemudian disusul dengan pemaparan pendapat. Hal ini bisa terjadi sebaliknya. Lebih jelasnya simak pada bagian penjelasan tentang struktur teks editorial.
  6. Bersifat argumentatif sehingga teks ini bisa saja disebut sebagai teks argumentatif atau berisi pemaparan argumen/pendapat/gagasan.
  7. Menggunakan kaidah kebahasaan tertentu sebagaimana yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya.

    Kaidah Kebahasaan Teks Editorial

    Terdapat 5 kaidah kebahasaan teks editorial, yaitu:

    1. Ditulis dalam bentuk paragraf dan dalam satu teks berisi beberapa paragraf.
    2. Menggunakan kalimat aktif dan pasif.
    3. Cenderung di tulis dalam bahasa formal sebagai penjelasannya, dan bisa juga non formal dalam ranah pemaparan fakta lapangan, misalnya teks ini mengambil fakta yang berasal dari ucapan narasumber di lapangan yang ditulis apa adanya (bahasa lisan).
    4. Sebagaimana jenis tulisan lainnya, teks editorial tentunya menggunakan adverbia, konjungsi, kata benda, kata sifat, kata kerja, dan berbagai jenis tanda baca pada umumnya.
    5. Teks editorial bisa disisipkan kutipan sekaligus catatan kaki/refrensi dengan format tertentu.

      Fungsi Teks Editorial

      Secara umum terdapat 5 fungsi teks editorial, yaitu:

      1. Menyampaikan aspirasi atau pendapat kepada publik melalui jalur intelektual yang bersifat dialektis dan tanpa kekerasan.
      2. Pendapat atau gagasan dalam teks editorial bersifat analitik berdasarkan fakta dan logika pemikiran sehingga teks ini lebih dari sekedar berita.
      3. Teks editorial berfungsi sebagai sarana edukatif bagi publik pembaca.
      4. Tak jarang teks editorial berisi kritik dan solusi sebagai tindak lanjut dari analisis yang terangkum dalam pernyataan pendapat atau gagasan.
      5. Teks editorial yang bermutu bisa menjadi acuan untuk memperbaiki keadaan sosial, politik, budaya, agama, dan segala aspek kemanusiaan yang sedang menjadi permasalahan hangat di kalangan masyarakat.

      Cara Membuat Teks Editorial

      Jika kamu suka menulis, tentu membuat teks editorial tidaklah sulit karena pada dasarnya teks editorial ini hanyalah tulisan. Bedanya dengan teks lain barangkali adalah isi dalam tulisan tersebut dan cara menuliskannya.Ciri utama dari teks editorial adalah gagasan/opini probadi penulis. Tentu dalam membuat teks editorial, hal pertama yang dibutuhkan adalah opini.

      Lantas darimana datangnya opini? Pastinya opini tidak bisa langsung mucul tanpa sebab.

      Opini hadir sebagai respon terhadap suatu fenomena faktual (fakta) tertentu (sosial, pendidikan, politik, kesehatan, budaya, seni, sains, lingkungan, dan sebagainya).

      Maka, alangkah lebih baik jika dalam membuat teks editorial, pertama-tama yang harus kita lakukan adalah memetakan/menentukan fenomena faktual yang menjadi pemicu lahirnya opini kita.

      Oke, berikut ini merupakan langkah-langkah sederhana bagaimana cara membuat teks editorial:

      1. Memetakan/menentukan fenomena faktual yang akan kita jadikan rujukan.
      2. Memetakan/menentukan permasalahan tertentu dalam fenomena faktual tersebut.
      3. Mencari bacaan terkait dengan fenomena tersebut (bisa dari berita dari berbagai sumber dan opini terkait yang telah dipublikasikan).
      4. Waktunya berfikir; apa yang sedang kamu pikirkan setelah mendapatkan berbagai jenis wacana tersebut? Tuliskan poin-poin pemikiranmu.
      5. Pilah dan pilih berbagai jenis pemikiran yang telah kamu tulis dalam poin-poin. Barangkali tidak semua akan digunakan.
      6. Misalnya kamu telah mendapatkan 1 buah pemikiran yang telah kamu tulis dalam bentuk kalimat, (contoh: Anggaran yang diajukan DPR untuk membangun apartemen baru dengan alasan gedung DPR saat ini telah miring merupakan sebuah perencanaan yang tidak bijaksana mengingat anggaran yang diajukan tersebut cukup besar dan kebutuhan gedung tersebut bukanlah kebutuhan yang penting dan mendesak untuk direalisasikan) selanjutnya kamu bisa mencari wacana lain yang bisa mendukung gagasan tersebut (contoh: fakta bahwa gedung DPR saat ini masih bisa difungsikan dengan baik, negara sedang membutuhkan banyak anggaran untuk pembangunan di seluruh pelosok tanah air, khususnya pada daerah-daerah yang tertinggal seperti di Indonesia bagian timur, DPR masih memiliki banyak permasalahan yang lebih penting, mendesak dan belum terselesaikan daripada urusan gedung baru, dll).
      7. Saatnya merangkai kalimat menjadi paragraf, dan paragraf menjadi satu rangkaian paragraf utuh dalam sebuah teks. Gunakan struktur teks editorial seperti yang telah dibahas dibagian sebelumnya untuk mempermudah kamu menulis teks editorial.
      8. Jangan terburu-buru menyelesaikan teks editorial. Teks editorial yang baik membutuhkan waktu lama untuk proses penulisannya karena bagaimanapun juga penulis membutuhkan banyak sumber dan fakta untuk menguatkan sekaligus mempertajam opininya. Untuk itu, baiknya kamu melakukan riset terlebih dahulu sebelum mulai menyusun tulisan.

      Membandingkan Teks Opini Editorial

      Berikut ini merupakan dua jenis teks editorial yang berbeda.

      Sebelum kita membandingkan kedua teks opini editorial dan kita lihat persamaan dan perbedaannya, ada baiknya kita lihat terlebih dahulu dua petilan teks editorial berikut ini:

      Ancaman Di Jalan Raya

      Pernyataan Pendapat

      Tiap tahun jumlah kendaraan bermotor di pulau Jawa selalu bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan jumlah permintaan atas kendaraan bermotor baik yang roda dua ataupun empat.

      Hal tersebut tentunya membuat kondisi di jalan raya selalu ramai dan macet setiap harinya.

      Argumentasi

      Setiap beberapa tahun sekali jalan raya tak hanya diperbaharui aspalnya, namun juga diperlebar mengingat jumlah kendaraan yang lewat semakin ramai.

      Tak hanya itu, jalan raya yang dulunya bisa dua arah kini banyak yang dibuat searah mengingat kemacetan yang terjadi sudah sulit diatasi.

      Perkara jumlah kendaraan yang bertambah setiap tahunnya tak hanya berdampak pada kemacetan semata, namun juga berdampak pada peningkatan jumlah kecelakaan yang terjadi di jalan raya.

      Secara psikologis, kemacetan selalu membuat para pengendara habis kesabaran dan cenderung ingin saling mendahului.

      Di lampu merah terutama, sering terlihat banyak sepeda motor yang berhenti melebihi batas yang disediakan. Tak jarang sebelum lampu berubah menjadi hijau, beberapa kendaraan telah melaju duluan. Hal tersebut tentu sangat berbahaya dan tak jarang kecelakaanpun terjadi.

      Menurut data yang dihimpun oleh POLRI, setiap tahun angka kecelakaan selalu meningkat.

      Pada tahun 2015, korban meninggal dunia akibat kecelakaan berjumlah 22.158 jiwa dan tahun 2016 angkat tersebut naik sekitar tiga persen, yakni 23.683 jiwa.

      Sementara itu, jumlah total kecelakaan yang terjadi pada tahun 2015 adalah 87.878 kali dan pada tahun 2016 sejumlah 96.635 kali.

      Tentu angka tersebut menimbulkan kerugian yang tak terkira jumlahnya.

      Lantas apa solusi untuk mengurangi resiko kecelakaan ini?

      Sementara pemerintah telah meningkatkan jumlah dan mutu pelayanan transportasi umum seperti bus, kereta, dan pesawat.

      Namun demikian, alat transportasi darat seperti bus dan angkot masih belum menjadi pilihan masyarakat untuk bepergian karena memang tidak sepraktis dan seekonomis kendaraan pribadi seperti motor.

      Hal ini masih menjadi PR bagi pemerintah untuk mengupayakan keselamatan masyarakat dalam melakukan mobilitas.

      Sebenarnya masyarakat tak hanya pasif dalam hal ini, sejumlah solusi dan pendapatpun telah disuarakan sebagai kritik, misalnya pemerintah selalu menambah kuota jumlah kendaraan yang bisa dipasarkan di Indonesia dan tidak segera memperbaharui dan mempercanggih alat transportasi umum.

      Bahkan sekarang, untuk mendapatkan kendaraan bermotor sangat mudah dengan cara kredit yang bahkan tanpa uang muka.

      Hal ini sebenarnya mengerikan karena mindset masyarakat tak akan pernah berubah dan memilih kendaraan umum sebagai sarana transportasi utama. Kalaupun pemerintah berusaha meredam pemakaian kendaraan bermotor dengan cara menaikan harga bahan bakar dan menaikkan tarif pajak, hal tersebut tak akan berdampak banyak.

      Semestinya pemerintah membuat kebijakan baru, yakni mempersulit atau mengurangi angka pembelian kendaraan bermotor yang diimbangi dengan penambahan jumlah, mutu, dan jalur bagi kendaraan umum sehingga situasinya bisa seperti zaman dahulu, yakni warga lebih memilih kendaraan umum untuk bepergian.

      Pernyataan Ulang Pendapat

      Kemacetan yang terjadi di jalan raya akibat banyaknya jumlah kendaraan yang melintas tak hanya berdampak sepele.

      Ancaman di jalan raya bukanlah mitos bahwa resiko keselamatan mengendarai kendaraan pribadi untuk bepergian hanyalah 50% saja.

      Berhati-hati kadangkala bukanlah jaminan, pasalnya di jalan raya para pengendara berhadapan dengan pengendara lainnya yang kadangkala ceroboh dalam berkendara.

      Mudik Macet Khas Lebaran

      Pernyataan Pendapat

      Lebaran di Indonesia selalu diwarnai dengan kemacetan di berbagai wilayah khususnya pulau Jawa dan Sumatra.

      Meski pemerintah telah menyediakan berbagai jenis alat transportasi tambahan, akan tetapi banyak pemudik yang memilih menggunakan kendaraan pribadi karena dengan begitu mereka bisa bersilaturahmi ke kerabatnya dengan mudah tanpa harus memikirkan kendaraan lagi.

      Namun, resiko macet yang dihadapi juga tidak bisa disepelekan. Tak hanya itu, kecelakaan di jalan juga menjadi resiko yang mengerikan.

      Argumentasi

      Lebaran semestinya menjadi momen yang membahagiakan karena umat muslim tak hanya dapat berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarganya, namun juga sebagai media untuk mempererat tali kasih sayang dan persaudaraan.

      Sayangnya lebaran juga seringkali diliputi dengan suasana duka dengan kasus meninggal karena kecelakaan di jalan.

      Angka kematian karena kecelakaan pada tahun 2017 bisa dibilang menurun berdasarkan data yang dihimpu oleh Polri dari angka 1.261 jiwa (tahun 2016) menjadi 743 jiwa (tahun 2017).

      Bisa dibilang ini menjadi salah satu prestasi dari upaya pemerintah dan Polri untuk menekan angka kematian akibat kecelakaan sata mudik.

      Tetapi jika disikapi kembali, apakah setiap tahun harus selalu ada korban?

      Bagaimanapun juga angka 743 jiwa yang meninggal bukanlah hal yang sepele.

      Lantas apa upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk semakin meminimalisir angka kematian akibat kecelakaan di jalan raya?

      Jika ditinjau kembali, banyak masyarakat yang memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk mudik. Tentu selain karena mereka ingin bisa bepergian ke rumah kerabatnya tanpa harus bingung dengan kendaraan, sarana transportasi yang disediakan oleh pemerintah tetap tidak memadai.

      Kita bisa melihat penumpang yang berjubel di setiap kendaraan umum dan tentunya bepergian dengan kondisi semacam itu sangatlah tidak nyaman dan sama-sama beresiko. Apa boleh buat, masyarakat tak punya pilihan lain.





Pengetahuan Bahasa Indonesia

 

 



BAHASA SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI MANUSIA

Diedit oleh Muh Hasyim

Pengantar

Manusia memiliki kodrat sebagai makhluk sosial, sehingga komunikasi dengan sesama manusia pasti tidak terhindarkan setiap harinya. Salah satu media komunikasi antar perorangan adalah bahasa. Dengan bahasa, manusia mampu menyampaikan pesan, gagasan, kehendak, informasi ke manusia lainnya. Bahasa memiliki berbagai satuan yang menyusunnya. Satuan bahasa terkecil dalam bahasa yang memiliki makna secara utuh adalah kalimat, namun beberapa sumber juga menyebutkan jika bagian terkecil dari bahasa adalah kata atau fasa (kumpulan kata) karena kata dan frasa juga memiliki makna meski tidak utuh. Artikel kali ini akan dibahas mulai dari pengertian kalimat, seluk-beluk kalimat, jenis-jenis  kalimat dan contohnya.

Pengertian Kalimat

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kalimat merupakan satuan terkecil bahasa yang mengungkapkan pikiran secara utuh secara kebahasaan, definisi tersebut diambil dari Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Untuk memaknainya secara tepat, ketika mengucapkan suatu kalimat digunakan suara yang naik-turun, lemah-lembut, disela dengan jeda, serta intonasi di akhir kalimat. Sedang untuk memaknai kalimat tertulis, digunakan tanda baca yang mewakili  cara pengucapan atau intonasi.

Para ahli juga mengemukakan pendapatnya tentang definisi dari kalimat, salah satunya Kridalaksana. Kridalaksana mengungkapkan jika kalimat merupakan satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunya pola intonasi final, serta secara aktual dan potensial terdiri dari klausa. Selanjutnya, hal senada juga dikemukakan oleh Kokt Cook, Cook  mendefinisikan sebagai suatu satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri-sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri dari klausa. Sumber lain menyebutkan jika kalimat merupakan gabungan dari dua kata atau lebih yang menghasilkan sebuah pengertian dan pola intonasi akhir.

Unsur-Unsur Kalimat

Kalimat memiliki unsur-unsur yang membangunnya, secara luas kita mengenal konstituen dasar pembentuk kalimat yang meliputi kata; frasa; dan klausa. Kata merupakan satuan terkecil dalam kalimat secara gramatikal. Kata dapat berdiri sendiri, maupun bergabung dengan kata-kata lain membangun struktur kalimat. Kridalakana mengungkapkan jika kata terjadi dari morfem tunggal, seperti makan, jalan, Tuhan, pergi, kembali, buah, dan lain sebagainya.

Pembentuk kalimat lain adalah frasa. Frasa sering didefinisikan sebagai kumpulan dua kata atau lebih yang tidak berciri klausa, atau tidak memiliki ciri predikat di dalamnya, biasa juga disebut non predikatif. Seperti halnya dengan kata, frasa juga dapat berdiri sendiri dengan kondisi sebagai jawaban dari sebuah pertanyaan.

Konstituen dasar pembentuk kalimat yang selanjutnya adalah klausa. Menurut Cook, klausa merupakan kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat. Selain itu, Pola mendefinisikan klausa sebagai satuan gramatikal yang disusun oleh kata atau frasa yang sedikitnya minimal satu predikat. Pengertian lain menjelaskan jika kalimat  merupakan kumpulan kata yang memiliki sekurang-kurangnya memiliki satu subjek dan predikat.

Contoh pembentukan kalimat :

Ayam                                                 (kata)

Ayam goreng                                    (frasa)

Saya makan                                     (klausa)

Saya makan ayam goreng              (kalimat)

Sebelumnya beberapa kali disebutkan istilah ‘subyek’ dan ‘predikat’. Subyek dan predikat merupakan beberapa unsur dari suatu kalimat, bila menilik lebih dalam unsur-unsur lain penyusun kalimat yang lain adalah objek dan keterangan. Agar lebih memahami apa sajakah unsur-unsur yang terdapat dalam suatu kalimat, berikut penjelasannya,

  1. Subyek

Subyek merupakan bagian yang menunjukkan pelaku atau masalah dari suatu kalimat. Subyek pada umumnya berupa kata benda maupun frasa yang merujuk pada benda. Selain itu subyek dapat merupakan kata atau nama yang merujuk pada seseorang maupun kelompok, misal ‘aku’, ‘dia’, ‘mereka’, ‘Diana’, dan lain-lain. Selain itu, subjek akan menjawab pertanyaan tentang : ‘apa’ dan ‘siapa’.

Contoh :

Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat tahun ini.

(menjawab, “Siapa presiden terpilih Amerika Serikat tahun ini?”)

Sebuah bus  AKDP menabrak dua motor di depannya.

(menjawab. “Apa yan menabrak dua motor tadi”)

Saipah yang melakukan aksi pencurian tadi pagi, tidak lain mantan satpam di rumah itu sendiri.

(menjawab, “Siapa yang melakukan aksi pencurian tadi pagi?”)

  1. Predikat

Predikat merupakaan bagian dasri suatu kalimat yang menyatakan suatu tindakan atau keadaan dari subjek yang dapat berupa kata maupun frasa. Predikat digunakan untuk menjawab pertanyaan: mengapa dan bagaimana.

Contoh :

Ayah ­sakit

(menjawab, “Ayah mengapa tidak masuk kerja?” atau “Bagaimana keadaan ayahmu?”)

Diana tidak keluar kamar seharian

(menjawab, “Bagaimana keadaannya setelah mendengar kabar itu?”)

  1. Objek

Dalam kalimat, objek merupakan bagian yang melengkapi predikat, biasanya berupa  nomina, frasa, maupun klausa. Suatu objek dapat berubah kedudukannya menjadi suatu subjek, jika kalimat tersebut dirubah dari kalimat aktif menjadi kalimat pasif.

Contoh :

Franky menendang bola

(Franky : subjek; bola : objek)

Bola ditendang Franky

(Franky : objek; bola : subjek. “Bola” berdiri sebagai subjek karena  jika kata “Franky” dihilangkan, maka “Bola ditendang” masih dapat berdiri sebagai kalimat dan memenuhi syarat adanya subjek dan predikat)

  1. Keterangan

Keterangan merupakan bagian kalimat yang menemberikan penjelasan lebih tentang subjek dan predikat dalam suatu kalimat, dalam menambahkan unsur keterangan maka akan disertai konjungsi atau kata hubung. Keterangan dapat berupa  keterangan alat, waktu, tujuan, cara, penyertan, penyebab, saling, dan sebagainya.

Contoh :

Ani pergi ke pasar dengan sepeda.

(Sepeda : keterangan alat; dengan : konjungsi)

Ria meninggalkan tasnya di mushola.

(Mushola : keterangan tempat; di : konjungsi)

  1. Pelengkap

Pelengkap memberi penjelasan lebih jauh dari makna suatu kalimat. Berbeda dengan keterangan, unsur pelengkap tidak memerlukan kata hubung sebelumnya.

Julia memberikan Anna kado Boneka

(kado boneka : pelangkap)

Semua peraturan di Indonesia berdasarkan UUD 1945

(UUD 1995 : pelengkap)

Pengklasifikasian Kalimat

Kalimat memiliki beberapa jenis yang membedakannya satu sama lain. Pembagian jenis–jenis kalimat didasarkan pada 1) pengucapan; 2) jumlah frasa atau struktur gramatikal; 3) isi atau fungsi; 4) unsur kalimat; 5) pola subjek – predikat; 6) gaya penyajian; dan 7) subjeknya. Untuk memperjelas, berikut ini ulasannya.

1. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Pengucapannya

Berdasarkan pengucapannya, kalimat dibedakan menjadi dua jenis, yakni kalimat langsung dan kalimat tidak langsung.

1.1. Kalimat Langsung

Kalimat langsung merupakan kalimat hasil kutipan dari ucapan seseorang tanpa melalui perantara dan tanpa merubah sedikitpun apa yang ia utarakan. Kalimat ini ditandai dengan penggunaan tanda petik untuk membedakan kalimat kutipan dengan kalimat penjelas.

Contoh :

“Riana akan pulang nanti sore,” Desti memberi kabar

Andriana berkata, “Aku mungkin tidak akan pulang malam ini. Besok aku beri kabar lagi.”

“Andai waktu itu ibumu ini tidak lari, Nak,” Ibu mulai bercerita, “tidak mungkin kamu bisa sampai sebesar ini. Karena kalo ibu tidak lari, kita pasti ikut hangus bersama desa kita.”

1.2. Kalimat Tidak Langsung

Kalimat tidak langsung merupakan kalimat yang menceritakan kembali isi atau pokok ucapan yang pernah disampaikan seseorang tanpa perlu mengutip keseluruhan kalimatnya.

Contoh :

Aku pernah mendengar Aisya bercerita bahwa sebenarnya ia tidak terlalu senang dengan kabar perjodohan yang diatur oleh orang tuanya.

Tadi Bu Neti berpesan jika hari beliau tidak dapat masuk kelas karena suatu urusan. Namun, beliau memberikan tugas untuk mengerjakan LKS halaman 75.

Burhani mengancam tidak masuk sekolah bila ia masih merasa mendapat bully-an dari teman sekelasnya.

2. Pembagian Jenis Jenis Kalimat Berdasarkan Jumlah Frasanya (Struktur Gramatical)

Dilihat dari jumlah frasanya, kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat tunggal (terdiri dari kalimat nominal dan kalimat verbal) serta kalimat majemuk (terdiri dari kalimat majemuk setara, majemuk bertingkat, dan majemuk campuran).

2.1. Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal merupakan kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa, yang terbentuk dari satu pola. Berikut ini pola – pola dalam kalimat tunggal beserta contohnya

No

Pola Kalimat

Kategori Kata

Contoh

1

Subjek (S) + Predikat (P)

Kata Benda (KB) + Kata Kerja (KK)

Pendemo berorasi.

Kata Benda + Kata Sifat (KS)

Pemilik villa itu menakutkan.

Kata Benda + Kata Bilangan (KBil)

Harga sofa itu dua juta rupiah

2

S + P + Keterangan (K)

KB + KK +(Konjungsi + Kata Benda)

Ayu menari dengan gemulai.

3

S + P + Pelengkap (Pel)

KB1 + KK + KB2

Mukanya bersemu merah.

4

S + P + O

KB1 + KK + KB2

Ayah membeli roti.

5

S + P + O + K

KB1 + KK + KB2 +(Konjungsi + KB3)

Rasya menikahi gadis itu di Bali.

6

S + P + O + Pel

KB1 + KK + KB2 + KB3

Ayah membelikan aku sebuah bunga.

Kalimat tunggal berdasarkan jenis predikat yang digunakan, dibagi menjadi dua yakni kalimat nomina dan kalimat verbal.

  • Kalimat Nomina

Kalimat nomina merupakan jenis kalimat yang menggunakan kata benda (kata bilangan atau kata sifat) sebagi predikat

Contoh :

Tentara itu tewas di medan perang.

Adik saya ada dua orang

  • Kalimat Verbal

Kalimat verbal merupakan jenis kalimat yang menggunakan kata kerja sebagai predikat.

Contoh :

Andi mengayuh sepedanya pelan.

Siska makan di kamarnya.

2.2. Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk merupakan kalimat yang terdiri dari dua atau lebih kalimat tunggal yang saling berhubungan. Berdasarkan kedudukan satu kalimat tunggal dengan yang lain, kalimat majemuk dibedakan menjadi kalimat majemuk setara (baca : contoh kalimat majemuk setara), bertingkat (baca : contoh kalimat majemuk bertingkat), dan campuran (baca : contoh kalimat majemuk campuran).

  • Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara merupakan kalimat yang terdiri dari dua kalimat tunggal, di mana kedudukan masing masing kalimat tersebut setara. Kalimat majemuk setara dibagi lagi menjadi beberapa jenis, seperti berikut

1. Kalimat majemuk setara penggabungan, biasanya ditandai dengan penggunaan kata hubung (konjungsi) “dan” atau “serta”.

Contoh :

Saya bertanggung jawab atas kedatangan peserta hingga ke penginapan dan  Andi akan mengambil tanggung jawab tentang segala keperluan peserta sesampainya di sana.

2. Kalimat majemuk setara pertentangan, biasanya ditandai dengan kata hubung (konjungsi) “tetapi”, “sedangkan”, “melainkan”, “namun”, dan sebagainya.

Contoh :

Kelas kami akan mengadakan study tour ke Palembang, namun dia memilih untuk tidak ikut.

3. Kalimat majemuk setara pemilihan, biasanya ditandai dengan kata hubung “atau”.

Contoh :

Riana masih bingung menentukan antara ikut menemani ibunya kuliah di Jerman atau tetap tinggal di sini bersama ayahnya.

4. Kalimat majemuk setara penguatan, biasanya ditandain dengan kata hubung “bahkan”.

Contoh :

Dia memang pemuda yang cerdas, bahkan di usianya yang ke-17 ia sudah mendapatkan gelar sarjana pertamanya.

  • Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat merupakan kalimat yang menggabungkan dua kalimat tunggal atau lebih di mana satu sama lain memiliki kedudukan yang berbeda, yakni sebagai induk kalimat dan anak kalimat. Kalimat majemuk bertingkat dapat dibagi menjadi 10 jenis berdasarkan penggunaan kata hubung atau konjungsinya, yakni,

1. Waktu : “ketika”, “sejak”, “saat ini”, dsb.

Contoh :

Anak itu sudah lama hidup sendiri semenjak orang tuanya meninggal ketika dia masih bayi.

2. Sebab: “karena”, “oleh karena itu”, “sebab”, “oleh sebab itu”, dsb.

Contoh :

Tia memuntus pergi dari rumah karena ia tidak kuat lagi melihat kelakuan ayahnya.

3. Akibat: “hingga”, “sehingga”, “maka”, dsb.

Contoh :

Kebakaran hutan itu meluas hingga asap kabut yang ditimbulkan berdampak hingga Singapura dan Malaysia.

4. Syarat: “ jika”, “asalkan”, “apabila”, dsb.

Contoh :

Ani bersedia menerima lamaran Ali, apabila kedua orang tuanya merestui hubungan mereka.

5. Perlawanan: “meskipun”, “walaupun”, dsb.

Contoh :

Meskipun diiming – imingi uang ganti rugi yang besar, warga Kampung Barang  tetap menolak dipindahkan.

6. Pengandaian: “andaikata”, “seandainya”, dsb.

Contoh :

Seandainya Risko menunggu lebih lama lagi, ia pasti akan berjumpa dengan Dewi di kafe itu.

7. Tujuan: “agar”, “supaya”, “untuk”, dsb.

Contoh:

Triana menutuskan pindah ke apartemen ini agar lebih dekat dengan kantornya.

8. Perbandingan: “bagai”, “laksana”, “ibarat”, “seperti”, dsb.

Contoh :

Budak itu jatuh cinta pada putri kerajaan bagaikan punguk yang merindukan bulan.

9. Pembatasan: “kecuali”, “selain”, dsb.

Contoh :

Dia sangat jago di semua mata pelajaran kecuali pelajaran olahraga.

10. Alat: “dengan + kata benda”

Contoh:

Orang itu pergi ke kantor dengan menggunakan mobil.

  • Kalimat Majemuk Campuran

Kalimat majemuk setara merupakan kalimat majemuk yang menggabungkan kalimat majemuk setara dengan kalimat majemuk setingkat. Kalimat majemuk campuran terdiri dari sekurang – kurangnya tiga kalimat tunggal.

Contoh :

Patria sedang memasak dan Toni menonton TV di ruang keluarga, ketika aku tiba di rumah mereka.

(kata hubung “dan” menyatakan kaimat majemuk setara, kata hubung “ketika” menyatakan kalimat majemuk bertingkat.)

3. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Isi atau Fungsinya

Menurut pembagian berdasarkan isi atau fungsi suatu kalimat, kalimat dibedakan menjadi lima jenis, seperti berikut:

3.1. Kalimat Berita atau Pernyataan (Kalimat Deklaratif)

Merupakan kalimat yang bertujuan untuk menyampaian suatu informasi. Kalimat ini dalam penulisannya  di akhiri dengan tanda baca titik (.).Dalam pembacaannya, pada akhir kalimat biasanya memiliki intonasi yang menurun.

Contoh :

Ari tengah berlari ke hutan. (memberitahu kepastian)

Aku menolak hadir dalam acara tersebut. (memberitahu pengingkaran)

Pemain baru itu sepertinya tidak periu dikhawatirkan. (memberitahu kesangsian)

3.2. Kalimat Tanya (Kalimat Interogatif)

Merupakan kalimat digunakan untuk mencari tahu suatu informasi atau jawaban atau respon dari lawan bicara. Kalimat ini dalam penulisannya di akhiri dengan tanda baca tanya (?). Contoh :

Bagaimana kabarmu hari ini?

Apakah kau sudah bertemu langsung dengan ayahnya?

Di mana kamu tinggal sekarang?

Siapa yang mengantarkanmu ke rumah tadi?

Kapan terakhir kali Anda melihat pria tersebut?

Mengapa kamu nampak ceria sekali hari ini?

3.3. Kalimat Perintah (Kalimat Imperatif)

Kalimat perintah merupakan kalimat yang bertujuan untuk memberikan perintah kepada seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam penulisannya, kalimat perintah akan diakhiri dengan tanda baca seru (!). Serta dalam pembacaannya, pada akhir kalimat biasanya digunakan intonasi yang meninggi.

Contoh :

Tolong ambilkan kertas di meja itu! (permohonan)

Jangan mendekat! (larangan)

Mari kita jaga kelestarian hutan lindung? (ajakan)

3.4. Kalimat Seruan

Kalimat seruan digunakan untuk mengungkapkan perasaan. Sama seperti kalimat perintah, dalam pelafalannya pada akhir kalimat biasanya ditandai dengan intonasi yang tinggi. Dalam penulisannya, kalimat seruan juga diakhiri dengan tanda seru (!).

Contoh :

Wah, indah sekali pantai!

Hore, aku menang!

3.5. Kalimat Pengandaian

Kalimat pengandaian bertujuan untuk menggambarkan keinginan atau tujuan dari penulis atau pembicara yang belum atau tidak terwujud. Kalimat pengandaian dalam penulisannya diakhiri dengan tanda baca titik (.).

Contoh:

Andai saja aku bisa mengulang waktu kembali.

Seandainya aku menjadi dokter nantinya, aku hanya akan pergi ke daerah terpencil dan memberikan pengobatan bagi yang membutuhkan di sana.

4. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Unsur Kalimat

Dilihat dari unsur di dalamnya, kalimat dapat dibedakan menjadi dua, yakni kalimat lengkap dan kalimat tidak lengkap.

4.1. Kalimat Lengkap

Kalimat lengkap merupakan kalimat yang sekurang – kurangnya terdiri atas sebuah subjek dan sebuah predikat. Kalimat majas dapat dikategorikan sebagai kalimat lengkap.

Contoh:

Anak – anak   bermain   di lapangan

S                      P                   K

Ayah   membeli   mobil baru

S              P                 O

4.2. Kalimat Tidak Lengkap

Kalimat tidak lengkap merupakan kalimat yang tidak sempurna. Kalimat dengan bentuk tidak sempurna kadang hanya memiliki sebuah subjek saja, sebuah predikat, atau bahkan hanya terdiri atas objek dan keterangan. Kalimat ini biasanya digunakan untuk kalimat semboyan, salam, perintah, pertanyaan, ajakan, jawaban, seruan, larangan, sapaan, dan kekaguman.

Contoh:

Hei, Diana!

Rajin pangkal pandai.

Wah, indah sekali!

Terima kasih.

Selamat sore!

Tidak.

5. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Pola Subjek – Predikat

Apabila ditinjau dari struktur serta susunan atas subjek dan predikatnya, kalimat dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni kalimat versi dan kalimat inversi.

5.1. Kalimat Versi

Kalimat versi merupakan kalimat yang sesuai dengan susunan pola kalimat dasar pada Bahasa Indonesia (S – P) atau (S – P – O – K) atau (S – P – K ) dan lain sebagainya.

Contoh:

Aku   berjalan   sejauh tiga kilometer.

S            P                       K

Diah   membeli   sepatu   di Pasar Anyer

S            P              O                     K

5.2. Kalimat Inversi

Kalimat inversi merupakan kalimat yang memiki ciri khas adanya predikat yang mendahului kata subjek. Kaliman versi biasanya digunakan untuk menyampaikan penekanan atau ketegasan makna. Kata pertama yang muncul merupakan kaa yang menjadi penentu makna kalimat sekaligus menjadi kata yang menimbulkan kesan terhadap pembaca maupun pendengarnya.

Contoh:

Bawa   gadis itu   ke hadapanku!

P             S                   K

6. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Gaya Penyajian

Berdasarkan gaya penyajiannya, kalimat dikategorikan menjadi tiga jenis, yakni:

6.1. Kalimat yang Melepas

Kalimat ini merupakan kalimat yang ditulis maupun diucapkan menggunakan dengan gaya penyajian melepas. Gaya penulisan melepas ditandai dengan kalimat  majemuk di awali dengan induk kalimat atau kalimat utama serta diikuti oleh anak kalimatnya.

Contoh :

Putri tidak akan tertinggal kereta jika di jalan tadi tidak terjadi kecelekaan yang menyebabkan kemacetan panjang.

(“Putri tidak akan tertinggal kereta” merupakan kalimat induk, “kereta jika di jalan tadi tidak terjadi kecelekaan yang menyebabkan kemacetan panjang” merupakan anak kalimat.)

6.2. Kalimat yang Klimaks

Kalimat ini terbentuk ketika suatu kalimat majemuk disajikan dengan cara menempatkan anak kalimat di depan kalimat induknya. Kalimat ini biasanya ditandai dengan penggunaan tanda baca koma (,).

Contoh :

Jika dia dibawa ke rumah sakit lebih cepat, mungkin nyawanya masih bisa tertolong

(“Jika dia dibawa ke rumah sakit lebih cepat” merupakan anak kalimat, “mungkin nyawanya masih bisa tertolong” merupakan kalimat utama)

6.3. Kalimat yang Berimbang

Kalimat yang berimbang biasanya tersusun dalam bentuk kalimat majemuk setara atau kalimat majemuk campuran. Gaya penyajian berimbang bertujuan untuk menunjukan kesejajaran bentuk dan informasinya.

Contoh :

Harga daging sapi menjelang Idul Adha melonjak, pedagang dan konsumen mengeluhkan tingginya kenaikan.

7. Pembagian Jenis-Jenis Kalimat Berdasarkan Subjeknya

Jika dilihat dari subjeknya, kalimat dibedakan menjadi dua jenis,yakni kalimat aktif dan kalimat pasif.

7.1. Kalimat Aktif

Kalimat aktif merupakan kalimat di mana unsur subjek di dalamnya melakukan suatu tindakan (pekerjaan). Kalimat jenis ini akan menggunakan predikat dengan awalan “me-” dan “ber-” serta predikat yang berupa kata kerja yang tidak dapat diberikan awalan “me-”, seperti mandi, pergi, tidur, dan lain sebagainya.

Contoh :

Ani pergi ke pasar.

Surya merangkak di kegelapan agar tidak terlihat musuh.

Kalimat aktif dapat dikategorikan kembali menjadi 3 jenis, yaitu,

Kalimat aktif ini dapat disisipi unsur objek di dalamnya. Kalimat aktif ini biasanya memiliki predikat yang berawalan “me-” dan dapat dirubah ke dalam bentuk pasif.

Contoh :

Mereka membuat peta dengan skala 1 : 1.000.000. (bentuk aktif)

Peta dengan skala 1 : 1.000.000 dibuat oleh mereka. (bentuk pasif)

Kalimat aktif ini tidak memungkinkan diikuti oleh objek di dalamnya. Kalimat aktif ini biasanya menggunakan predikat yang berawalan “ber-” dan tidak dapat di rumah menjadi kalimat pasif.

Contoh :

Polisi berjaga di sekitar tempat pengeboman.

Kucingku beranak tiga.

  • Kalimat Semi Transitif

Kalimat ini merupakan kalimat aktif yang tidak dapat dirubah menjadi bentuk pasif karena kalimat ini diikuti oleh unsur pelengkap bukan objek.

Contoh :

Susilo Bambang Yudhoyono   menjadi   Presiden keenam Indonesia

S                              P                            Pel

Keputusan ini   berdasarkan   hasil musyawarah

S                         P                        Pel

7.2. Kalimat Pasif

Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai pekerjaan atau tindakan. Kalimat pasif biasanya memiliki predikat berupa kata kerja berawalan “di-” dan “ter-” serta diikuti kata depan “oleh”. Kalimat pasif dibedakan kembali menjadi dua bentuk, yakni,

  • Kalimat Pasif Biasa

Kalimat pasif ini merupakan kalimat hasil dari transformasi kalimat aktif transitif. Kalimat pasif ini memiliki predikat yang memilki imbuhan “di-”, “ter-”, “ke-an”.

Contoh:

Bola ditendang Adnan.

Kertas itu tertiup angin.

  • Kalimat Pasif Zero

Kalimat pasif ini memiliki objek pelaku yang berdekatan dengan objek penderita tanpa adanya sisipan kata lain. Predikat pada kalimat ini menggunakan akhiran “-kan” dan tanpa disertai awalan “di-”. Selain itu, predikatnya juga dapat berupa kata dasar dari kata kerja.

Contoh :

Akan aku tunjukan kemampuanku disini.

Akan saya sampaikan pesanmu padanya.

Sekian penjelasan jenis jenis kalimat beserta contohya. Semoga artikel ini bermanfaat.

 

 

 


Pelajaran Bahasa Indonesia Bab 3

5 Keistimewaan Umat Muslim

  5 Keistimewaan Umat Muslim oleh Muh. Hasyim Pada hakikatnya Allah swt menguji keimanan itu sendiri kepada setiap orang muslim agar mereka ...